RUMAH BACA. Rosyidin Sembahulun bersama sejumlah anak di rumah baca Lombok Love Library, Sembalun, Lombok Timur.(MP/Istimewa) |
LOMBOK TIMUR - Rosyidin Sembahulun (39) mendirikan rumah baca Lombok Love Library di Sembalun, Lombok Timur sejak 2014 lalu.
Dengan modal minat baca dan semangat berbagi, pria yang hanya sempat mengenyam pendidikan hingga bangku SMP ini, ternyata mampu membagikan sesuatu yang berguna bagi masyarakat sekitarnya.
Tangan-tangan Rosyidin sibuk membenahi buku-buku bacaan yang tercecer di lantai. Satu-persatu di susunnya kembali ke rak-rak kayu sederhana.
Beberapa anak usia SD turut membantunya, sebelum mereka berpamitan untuk pulang, sambil mengucap salam pada Rosyidin.
"Ya beginilah keadaannya mas, anak-anak nggak bisa disiplin kalau nggak kita tunjukan caranya," kata Rosyidin, Rabu sore (28/11)di Rumah Baca Lombok Love Library, Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, NTB.
Secangkir Kopi khas Sembalun tersaji panas ditemani enam potong pisang goreng hangat.
Sambil mempromosikan cita rasa khas Kopi Liberica Sembalun, Rosyidin pun mulai mengupas cerita.
Rumah Baca Lombok Love Library didirikan Rosyidin sejak 2014 silam, di lahan milik orangtuanya di Dusun Baret, Desa Sembalun Lawang.
Rumah baca nampak sederhana. Terbuat dari kayu dengan konsep rumah panggung, hanya seukuran 4 kali enam meter persegi.
Di tempat sederhana ini Rosyidin selalu membagi waktu bersama anak-anak.
Puluhan anak-anak Desa Sembalun Lawang, dan desa tetangga selalu datang sepulang sekolah, hingga menjelang petang.
"Kegiatannya ya belajar mengaji, dan mereka baca-baca buku di sini. Dari pada waktu mereka terbuang untuk main-main, atau main gadget, kan lebih baik begini," kata Rosyidin.
Meski bangunan terkesan sederhana, namun Rumah Baca Lombok Love Library tahan gempa, dan menjadi bagian dari sangat sedikit bangunan yang tak hancur dihantam gempa beruntun Juli-Agustus di Lombok.
Hal ini juga yang membuat anak-anak semakin banyak yang datang ke Rumah Baca, pasca gempa bumi melantakkan sebagian besar bangunan di Kecamatan Sembalun.
"Bisa dibilang trauma healing juga. Dengan sibuk membaca, mereka bisa melupakan ketakutan akan gempa bumi. Apalagi pasca gempa besar itu masih banyak gempa susulannya," kata Rosyidin.
Putus Sekolah dan Wiro Sableng
Tak ada yang istimewa dari sosok Rosyidin Sembahulun, atau lebih dikenal dengan sapaan Bang DJ (Baca: Dije).
Rambutnya dibiarkan gondrong dan penampilannya pun tidak rapi-rapi amat.
"Iya mungkin terinspirasi Wiro Sableng. Penampilannya kan selow, santai, tapi lebih banyak berbuat (Kebajikan) untuk rakyat," selorohnya.
Tokoh Wiro Sableng di serial novel silat karya Bastian Tito era 1980-1990 an memang banyak menginspirasi Rosyidin yang akhirnya membangun Rumah Baca.
Komik silat Wiro Sableng menjadi bacaan sehari-hari Rosyidin remaja. Koleksinya pun lengkap.
Selain serial Wiro Sableng, Rosyidin juga selalu melahap buku-buku pengetahuan umum, dan buku-buka agama milik orangtuanya.
Tahun 1994, Rosyidin yang bernasib kurang beruntung, tak bisa melanjutkan sekolahnya, dari SMP ke jenjang lebih tinggi SMA.
Sempat dua tahun di SMA di pusat ibukota Lombok Timur, yang jaraknya sangat jauh dari Sembalun, jejang pendidikan Rosyidin pun kandas.
"Selain kelas di sekolah sering libur. Saya juga tak cukup biaya untuk terus melanjutkan SMA," kenangnya.
Meski tak lagi mengenyam pendidikan formal saat itu, kegemaran Rosyidin membaca tidak lantas pudar.
Apalagi, saat itu bukan hanya Rosyidin yang putus sekolah.
Kondisi pertanian di Sembalun yang tadinya sedang jaya-jayanya dengan produksi Bawang Putih, kolaps dihantam terjunnya harga.
"Banyak anak yang putus sekolah. Yang tadinya kaya, banyak yang bangkrut karena krisis ekonomi, harga bawang anjlok," kenangnya.
Putus sekolah tak membuat Rosyidin patah arang.
Bagi Rosyidin, ilmu berada di alam semesta, di mana saja.
Yang terpenting adalah kemauan dan tekat untuk terus belajar dan belajar. Salah satu caranya, dengan banyak membaca.
"Saat itu saya bikin perpustakaan kecil di rumah (orangtua). Jadi anak-anak yang putus sekolah bisa meluangkan waktu membaca buku-buku koleksi saya," katanya.
Hobi membaca dan ingin berbagi yang ditunjukan Rosyidin, mendapat dukungan kedua orang tuanya, Amaq Mersait dan Inaq Rumendih.
Sambil menyediakan buku-buku bacaan, Rosyidin juga mengasah kemampuannya menulis secara otodidak.
Sembalun yang menjadi salah satu pintu masuk ke jalur pendakian Gunung Rinjani, membuat aktivitas Rosyidin saat itu menjadi perhatian wisatawan yang datang.
Hingga pada akhirnya di tahun 2014, melalui kelompok wisatawan asal Singapura yang mendaki Rinjani, Rosyidin pun bisa terhubung dengan salah satu Universitas di Singapura, Ngg Ann Polytechnic Singapura.
"Universitas itu kemudian membantu saya membiayayi membangun rumah baca Lombok Love Library ini di tahun 2014, lokasinya di lahan milik ayah saya," katanya.
Namun, bantuan dari Singapura, hanya untuk membangun Rumah Baca. Selebihnya, untuk operasional, Rosyidin harus berswadaya.
Berkat Rumah Baca ini juga, Rosyidin yang punya bakat menulis akhirnya diterima bekerja sebagai reporter di salah satu surat kabar terbitan Lombok Timur.
Hingga kini, rumah baca ini menjadi tempat berkumpul anak-anak SD dan SMP yang meluangkan waktu untuk membaca buku, sepulang sekolah.
Mereka juga belajar mengaji, dan terkadang Rosyidin membagikan dongeng-dongeng sasak yang bermuatan kearifan lokal zaman dulu.
Setiap Jumat, sekelompok anak SD biasa dibawa guru kelasnya ke Rumah Baca itu.
"Untuk kegiatan ekstrakulikuler, biasanya anak-anak SD dibawa gurunya kemari," katanya.
Perhatian Pemda Masih Kurang
Semangat Rosyidin agar anak-anak gemar membaca sangat luar biasa. Sayangnya, koleksi buku di Rumah Baca masih sangat kurang.
Saat ini koleksi buku yang tersedia hanya sekitar 200 judul. Dan, biasa dibilang hampir semua sudah pernah dibaca.
Tahun 2015 lalu, Rosyidin pernah mengusulkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur untuk dibantu tambahan buku.
"Dinas minta kami bikin proposal. Tapi setelah kami ajukan lagi, mereka minta proposalnya diulang dan terus begitu. Sampai sekarang bantuan itu tak pernah terealisasi," katanya.
Ia berharap ada pihak yang turut peduli. Siapa saja yang tergerak hati bisa menyumbangkan buku-buku ke Rumah Baca ini.
Secara umum, aktivitas masyarakat di Desa Sembalun Lawang, di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, saat ini nampak sudah berangsur normal, meski sisa-sisa bencana gempa bumi yang melanda kawasan itu Juli-Agustus lalu masih nampak dan jelas terasa.
Masyarakat yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani hortikultura, nampak sibuk di lahan mereka. Anak-anak sekolah pun sudah beraktivitas seperti biasa, meski beberapa sekolah masih dalam bangunan darurat.
Seperti bantuan buku yang sulit didapat, Rosyidin dan Rumah Baca Lombok Love Library miliknya, juga menjadi saksi bagaimana bantuan untuk mengembalikan kondisi Sembalun pasca gempa, berjalan cukup lamban.
"Kalau soal (bencana) gempa, bantuan juga seperti tak tepat sasaran. Misalnya saja kompleks hunian sementara (Huntara) yang dibangun BUMN, itu sebagian besar tak terpakai, jadi mubazir," kata dia.MP04
Artikel ini pernah dipublikasi di website berita KATAKNEWS.com