KOPI NTB. Owner Wangi-Wangi Kopi, Quadru Wicaksono bersama Kepala Kantor Perwakilan BEI NTB, I Gusti Ngurah Bagus Sarjana di gerai Wangi-Wangi, Kamis (13/12) di Kantor BI NTB.(MP04/Lanank Pandu) |
MATARAM - Usai menyeruput secangkir kopi di tangannya, Kepala Kantor Perwakilan BEI NTB, I Gusti Ngurah Bagus Sarjana berdecak, sesekali menggelengkan kepala.
"Mantap ya. Ada aroma nangkanya, mantap benar," kata Ngurah, di gerai pameran Kopi Wangi-Wangi, Kamis (13/12) di halaman Kantor Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Barat.
Ngurah mengaku baru merasakan nikmatnya kopi dengan aroma yang berbeda dan unik.
Ya, Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata memang gudangnya kopi.
Setidaknya ada dua puluhan varietas kopi yang hingga kini masih diproduksi petani lokal di pulau Lombok dan Sumbawa.
Beberapa varietas langka, seperti kopi excelsa (coffea excelsa) bahkan masih ditemukan di kawasan Sembalun di kaki Gunung Rinjani di Lombok.
Situs Jurnal Bumi menyebutkan kopi excelsa merupakan kopi khas Afrika.
Ditemukan pertama kali pada tahun 1905 oleh August Chevalier, seorang botanis dan ahli taxonomi asal Perancis.
Dia menemukan kopi ini di sekitar aliran Sungai Chari tidak jauh dari Danau Chad di Afrika Barat.
Beberapa varietas kopi NTB yang sudah diproses siap saji, dipamerkan di gerai Wangi-Wangi Kopi.
Wangi-Wangi Kopi NTB termasuk salah satu industri kreatif yang menampilkan produknya di pameran produk yang digelar di Kantor Bank Indonesia Perwakilan NTB, bertepatan dengan Pertemuan Tahunan BI NTB.
"Ini kan luar biasa, kopi khas Afrika ternyata ada juga di NTB, tepatnya di kawasan kaki Gunung Tambora, di Bima," kata Owner Wangi-Wangi Kopi NTB, Quadru Wicaksono.
Kopi rasa nangka itu dilabeli sebagai "Kahawa Nangga" bahasa Bima yang berarti Kopi Nangka.
Menurut Quadru, varietas kopi ini tergolong sangat langka. Masuk dalam jenis liberica, namun dengan cita rasa khas yang unik dan berbeda.
"Di NTB, kopi ini hanya ada di kawasan Oibura, di Kecamatan Tambora, Bima," katanya.
Quadru merupakan fotografer ternama di NTB, yang beberapa tahun belakangan tertarik mengembangkan potensi kopi di NTB.
Kepeduliannya pada kopi tumbuh di tengah kegemarannya mengeksplore keindahan alam Lombok dan Sumbawa.
"Jadi sejak awal 2017 saya eksplore juga potensi kopi NTB di Lombok dan Sumbawa. Setidaknya ada 22 varietas yang saya temukan sampai saat ini," katanya.
22 varietas kopi itu masuk dalam empat varietas utama Robusta, Arabica, Liberica, dan Excelsa.
Menurutnya, kawasan Oibura di Bima punya potensi kopi luar biasa.
Di sana ada perkebunan kopi peninggalan zaman penjajahan Belanda. Bangunan gudang dan pabrik pengolahan juga masih tersisa di kawasan itu.
"Lahan kopi yang masih ada itu sekitar 1.500 hektare yang dikelola petani setempat. Dan di sana ada 17 varietas unggul termasuk liberica rasa nangka ini," katanya.
Sayangnya, potensi ini belum digarap serius dan maksimal.
Para petani kopi di NTB masih banyak yang melakukan proses panen dan pasca produksi secara tradisional.
"Petani masih banyak yang memanen itu keseluruhan, tidak ada proses pemilahan. Akhirnya meskipun banyak varietas, mereka hanya bisa menikmati satu harga saat menjual," katanya.
Sejak 2017, Quadru bersama saudaranya Anambo Tono pun bertekad mengembangkan potensi ini.
Mereka mulai menjelajah ke sentra-sentra perkebunan kopi masyarakat. Bukan hanya untuk membeli, namun juga berdialog, berdiskusi, sekaligus memberi edukasi pada para petani tentang pasca produksi.
"Kita ngobrol, diskusi, sharing lah, agar bisa menemukan mutu terbaik kopi NTB ini," katanya.
Dari 22 varietas kopi yang ditemukan itu, saat ini Wangi-Wangi Kopi sudah mampu memproduksi 10 varietas kopi NTB yang siap dipasarkan.
Kemasannya menarik, dan tersedia dalam bentuk biji dan bubuk.
Semangat Wangi-Wangi Kopi NTB, menurut Anambo Tono, bukan hanya untuk mempromosikan mengangkat nilai ekonomis komoditas kopi asli NTB semata.
Namun, hal ini juga dilakukan untuk mempromosikan Pariwisata NTB lebih luas.
"NTB kan sangat identik dengan pariwisata ya. Dan pariwisata kan tidak hanya sekadar destinasi, tapi juga produk-produk unggulannya," kata Anambo.
Ia mengatakan, di Desa Oibura misalnya. Kawasan perkebunan kopi itu memiliki penduduk yang sangat heterogen, dari beragam suku dan budaya.
Hal itu terjadi karena dulu di zaman Belanda, para pekerja peladang kopi diambil dari masyarakat di sejumlah daerah di tanah air.
"Jadi kalau ada hajatan di sana, pasti seru karena masyarakatnya menampilkan seni dan tradisi budaya yang beragam. Ini juga bisa jadi potensi untuk Desa Wisata yang menarik," katanya.
Seperti Quadru, Anambo juga banting setir karena jatuh cinta pada kopi NTB.
Pria yang 20 tahun lebih merintis karir jurnalistik di Liputan 6 SCTV, memilih pensiun muda di tahun 2017 untuk kembali ke Lombok dan menekuni dunia kopi.
"Potensi NTB memang luar biasa, bahkan dari kopi sekali pun," katanya. MP04