Wakil Ketua Bidang Hukum Gapensi Kota Mataram, Eep Saefuddin. |
MATARAM - Wakil Ketua IV Bidang Hukum Gapensi Kota Mataram, Eep Saefudin mengatakan, percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi PDB gempa Lombok bisa dilakukan hanya jika sistem dan polanya dirubah.
"Sistem (dari) pusat, menurut saya akan sulit. Mekanismenya panjang dan tidak efisien dari segi waktu dan juga biaya, terutama untuk (rekonstruksi) rumah rusak berat," kata Eep Saefudin, Rabu (30/1) di Mataram.
Eep mengapresiasi upaya percepatan yang dilakukan pemerintah dengan penambahan personil fasilitator dan penyederhanaan pencairan dana Kelompok Masyarakat (Pokmas).
Namun menurut dia, hal ini tidak akan berpengaruh signifikan pada percepatan.
Sebab, meski pun sudah terbentuk Pokmas dan ada fasilitator pendamping, mekanisme pencairan dana dari Pokmas ke pengusaha atau vendor masih terkesan rumit.
"Masih ada keraguan teman-teman pengusaha, apakah dengan sistem ini mereka terbayar," katanya.
Para pengusaha konstruksi juga terkesan dibatasi karena hanya bisa melakukan pengadaan secara parsial, dan tidak membangun unit rumah yang utuh.
Eep menegaskan, sebenarnya rehab dan rekon ini akan sederhana jika pemerintah mempertimbangkan kaidah teknis pengadaan barang dan jasa.
Menurutnya, pemerintah bisa saja melimpahkan kewenangan ke Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB untuk melakukan tender proyek rehab dan rekon ini.
"Sebab kalau kita lihat ini kan sama saja, ujungnya Full Financiering. Nah dengan sistem yang sekarang ini pasti sulit. Sistem saat ini sama artinya menggelindingkan 'bola panas' dalam percepatan itu sendiri," katanya.
Eep mengatakan saran dan usulan itu sudah pernah disampaikannya saat Rapat Koordinasi di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, pada November 2018 silam. Namun, usul tak pernah ditanggapi.
Padahal, papar dia, secara teknis kalau pun rehab rekons ini ditenderkan Dinas Perkim, maka proses rekonstruksi untuk sekitar 75 ribu rumah rusak berat (RB) di NTB bisa memakan waktu paling tidak satu tahun ke depan.
"Di daerah sendiri pengusaha masih mampu untuk mengeksekusi itu. Asumsi saya dengan 2000 pengusaha yang ada, paling tidak 75 ribu rumah bisa selesai pada Desember nanti," katanya.
Eep menambahkan, saat ini sebelum dana bantuan korban gempa itu cair, sebaiknya pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur NTB bisa mengambil sikap dan kebijakan.
Penyaluran Dana Bantuan Disoroti
Sementara itu Ketua Jaringan Komunikasi Lombok Barat (Jarinkobar), Munawir, menyoroti proses pencairan dana bantuan stimulan untuk korban gempa.
Munawir mengatakan, dana bantuan yang sudah masuk ke rekening pribadi masyarakat, sama saja dengan dana nasabah bank yang lain sehingga aturan mainnya menggunakan aturan perbankan.
"Yang terjadikan dana masuk ke rekening korban tapi tak bisa cair harus ditransfer ke rekening Pokmas. Pokmas juga gak bisa langsung cairkan. Ini kan seolah dana ini tidak tunduk pada aturan perbankan," katanya.
Munawir menegaskan, ketika keuangan yang sudah dianggap hak masyarakat itu dipihakketigakan maupun diatur atur oleh bank itu sendiri maka itu sudah mencederai masyarakat dan melanggar aturan main perbankan.
"Selain itu ini melukai hati masyarakat. Sejak gempa terjadi sampai saat ini itu sangat lama mereka menunggu bantuan ini, tapi kalau ternyata uangnya tidak pernah nyata kan kasihan," katanya.
Itu sebabnya, ia berharap dana masyarakat dari bantuan korban gempa ini tidak boleh disalahgunakan maupun dibisniskan. Baik oleh pemerintah,pelaku usaha, maupun oleh perbankan.
"Saran kami proses pencairan dana yang masuk ke rekening korban, ya berikanlah wewenang dan hak otonom mereka untuk mengelola sendiri," katanya.