KUOTA ELPIJI. Komisaris PT DUK, Ir H Bambang Muntoyo saat bersilahturahmi dengan Ketua IWAPI NTB Hj Baiq Diyah Ratu Ganefi, di Mataram. (MP/Istimewa) |
MATARAM - Pembagian kuota distribusi gas elpiji (LPG) di pulau Lombok diduga tak merata.
Pertamina didesak meninjau kembali pola pembagian kuota elpiji tersebut.
Dugaan tidak merata dan tidak adilnya jatah kuota elpiji itu terungkap setelah Komisaris PT Dinamika Utama Karya (PT DUK), Ir H Bambang Muntoyo angkat bicara.
PT DUK merupakan perusahaan pengoperasi Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) Kayangan yang merupakan satu-satunya di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Jelas tidak merata dan tidak adil distribusi kuota yang diatur Pertamina," tegas Bambang, Minggu (6/1) di Mataram.
Ia menjelaskan, selama ini kebutuhan elpiji di Lombok Utara terestimasi mencapai 35 ton per hari.
Namun SPPBE Kayangan hanya menjapat jatah kuota 17 ton di tahun 2019 ini.
Hal itu membuat kebutuhan masyarakat Lombok Utara dipenuhi pasokan dari SPPBE yang ada di Kabupaten lain terutama dari Kota Mataram dan Lombok Barat.
Bambang memaparkan data 2019, Kota Mataram mendapat kuota harian 66 ton, Lombok Barat 54 ton dan 34 ton (dua lokasi SPPBE di Lobar), LombokTengah 53 ton, dan Lombok Timur 46 ton.
Padahal menurut Bambang, SPPBE milik PT DUK memiliki kapasitas mencapai 30 ton dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Lombok Utara secara mandiri.
"Ini yang membuat kami bertanya-tanya. Tahun 2018 kita dapat hanya 20 ton per hari, dan tahun ini justru turun 17 ton perhari," katanya.
Ia mengatakan, alasan Pertamina Depo Ampenan bahwa kuota PT DUK turun lantaran SPPBE Kayangan terdampak gempa dan dalam masa perbaikan.
Namun, papar Bambang, segala kerusakan di SPPBE Kayangan sudah diperbaiki dan dibenahi.
Sejak 19 Desember 2018 lalu, SPPBE Jayangan juga sudah mulai beroperasi secara normal.
"Jadi alasan Pertamina kami duga sangat mengada-ada," katanya.
Menurut Bambang, pihaknya sudah bersurat ke jajaran Pertamina pusat, terkait hal tersebut.
Ia mendesak adanya transparansi dan keadilan serta pemerataan jumlah kuota elpiji.
"Harusnya kan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah Kabupaten/Kota," katanya.
Menurut dia, Bupati Lombok Utara H Najmul Akhyar juga sudah bersurat ke Pertamina Depo Ampenan, terkait masalah ini. Namun belum ada respons dan belum ditanggapi.
Akibat tidak meratanya kuota elpiji itu, cukup banyak kuota jatah Kota Mataram dan Lombok Barat yang akhirnya masuk dan dipasarkan di Lombok Utara.
Hal ini bukan saja berpeluang mengganggu kestabilan harga elpiji di pasaran, tetapi juga membuat ancaman kelangkaan bisa terjadi kapan saja.
"Intinya kita minta Pertamina meninjau kembali pembagian kuota agar jangan seperti ini," tegasnya. MP02