Kawasan Lombok International Airport (LIA) di Lombok Tengah. |
Harga tiket pesawat yang mahal dan bagasi berbayar mendampak pada sektor pariwisata di NTB. Ibarat pukulan kedua pasca bencana gempa bumi, masyarakat NTB harus berupaya bangkit kembali.
Bara Elank - Mandalika Post
HARI beranjak sore, Rabu (13/2), saat jemari Piah memutar butiran tasbih, sembari bibirnya lirih mengucap zikir. Kencangnya suara bising pesawat mendarat maupun lepas lantas seolah tidak ia pedulikan.
Kebiasaannya berzikir hanya terhenti saat ada pembeli datang. Namun belakangan ini, perempuan berusia 35 tahun itu tampak lebih sering berzikir lantaran tak ada pembeli datang.
Piah merupakan satu dari puluhan pedagang makanan dan minuman di Bandara Internasional Lombok atau Lombok International Airport (LIA).
Warung Piah berada di sebuah area kuliner yang ada di luar terminal LIA, lebih tepatnya sebelah barat terminal. Berbeda dengan restoran, ritel modern, dan coffee shop yang ada di terminal bandara, warung Piah tak beda dengan warung-warung pada umumnya yang berada di pinggir jalan dengan menu aneka jajanan ringan hingga nasi bungkus.
Lapak dagangan UMKM di sekitar areal LIA. |
Kawasan ini merupakan area favorit bagi masyarakat Lombok saat mengantar maupun menjemput keluarga lantaran harganya yang relatif lebih terjangkau. Dari area ini, pengunjung bisa menyaksikan secara langsung proses lepas landas atau mendaratnya sebuah pesawat.
Dari rumahnya di Desa Ketara, Kecamatan, Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, atau sekira lima kilometer (Km) dari LIA, Piah dan suami mulai menjajakan dagangannya sejak pukul 08.00 WITA hingga pukul 21.00 WITA.
"Sejak gempa mulai sepi. Pesawatnya langka, jarang turun. Mungkin karena tiket mahal juga," kata Piah.
Sejak LIA beroperasi pada 2011, Piah dan suami sudah berjualan di tempat ini. Dari sekian tahun berjualan, saat ini mungkin menjadi masa yang paling sulit bagi dirinya.
Sejumlah faktor menurut Piah menjadi alasan mengapa aktivitas di LIA menurun drastis. Piah menyebut faktor bencana gempa yang melanda Lombok pada pertengahan tahun lalu, naiknya harga tiket pesawat, hingga penerapan bagasi berbayar, menjadi alasan sepinya bandara.
Apesnya, kata Piah, kenaikan harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar terjadi saat periode low season.
"Biasanya ramai sebelum gempa, tapi sekarang sepi sekali, jarang ada yang belanja jadinya," kata Piah.
Sebelum gempa terjadi, Piah bisa mengantongi hingga Rp 500 ribu per hari. Namun saat-saat ini, bisa membawa pulang Rp 100 ribu atau Rp 150 ribu sudah bagus bagi dia.
"Kalau sekarang kadang Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu itu kadang kalau ada (pembeli), kalau tidak ada (pembeli), ya tidak ada (pemasukan), jauh sekali dibanding sebelumnya," keluh Piah.
Piah berharap, kondisi bandara kembali normal agar pemasukannya bisa membaik. Pasalnya, dia sangat bergantung pada usahanya ini untuk membiayai keempat anaknya yang sedang sekolah di TK, SD, SMP, dan SMA.
Dua pedagang lain, Abdurahim dan Baiq Samsiyah memiliki keluhan serupa. Abdurahim mengatakan sejak gempa aktivitas bandara tidak seramai biasanya.
"Sejak gempa sepi ditambah sekarang tiket mahal, bagasi bayar, makanya penumpang pada lewat bawah," ujar Abdurahim.
Abdurahim mengatakan mahalnya harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar semakin menambah penderitaan Lombok yang sedang berjuang pulih dari dampak bencana.
"Tiket mahal dan bagasi bayar, tamu (penumpang pesawat) sepi, otomatis jualan kita juga sepi, lama-lama kita pelihara kambing dan kerbau di sini kalau begini terus," kesal Abdurahim.
Baiq Samsiyah mengungkapkan hal senada. Perempuan berusia 50 tahun itu mengaku bingung dengan kondisi saat ini. Samsiyah mengatakan hasil dari berdagang aneka jajanan ringan dan nasi bungkus sudah cukup membantu untuk membiayai anaknya sekolah. Namun itu sebelum gempa.
"Sebelum gempa lumayan untuk biaya anak sekolah dan jajan anak-anak, sekarang jujur saja, tiga hari yang lalu, saya hanya dapat Rp 7 ribu dan Rp 5 ribu," kata Samsiyah.
Sepinya penumpang, kata Samsiyah, membuat dia kerap menutup warungnya lebih cepat dari biasanya. Jika pada sebelumnya, dia membuka warung hingga malam, kini maksimal setelah Magrib dia sudah menutup warungnya.
Samsiyah mengaku sedikit bernapas lega saat ada penerbangan untuk rombongan calon jamaah umrah. Pasalnya, dalam tradisi Sasak Lombok rombongan calon jamaah umrah kerap diantar oleh keluarga dan sanak saudara ke bandara. Samsiyah berharap pemerintah, baik pemerintah daerah dan pemerintah pusat mendapatkan solusi agar kondisi LIA kembali normal.
"Kita minta tolong distabilkan biar ada yang beli. Tolong solusinya pemerintah. Bagi kami, ndak ada penumpang berarti ndak ada yang ke sini, dan anak-anak kita ndak bisa sekolah nanti. Saya tidak ingin anak anak seperti saya yang hanya mampu berjualan kopi," harap Samsiyah.
Jasa Transportasi Ikut Sepi
Sepinya bandara LIA tak hanya dirasakan para pedagang, melainkan juga para sopir taksi dan travel. Seorang sopir travel resmi bandara, Hendra mengaku sudah dua hari tidak mengantar penumpang, meski selalu bersiap di konter yang berada tepat di depan pintu kedatangan penumpang.
"Sepi sejak gempa, sekarang tiket naik dan bagasi bayar yang membuat semakin sepi," ucap Hendra.
Perusahan travel tempatnya bekerja menyediakan lima armada di LIA. Namun, sudah dua hari terakhir, kelima armada tersebut praktis tidak ke mana-mana lantaran tidak ada penumpang.
Hendra menyebutkan, selain dampak bencana, harga tiket pesawat, penerapan bagasi berbayar, dan low season, keberadaan travel liar juga menjadi persoalan tambahan.
Kata Hendra, travel liar yang ada di LIA membuat para travel resmi kelabakan. Dia mencontohkan, travel resmi yang memiliki konter di depan pintu kedatangan penumpang mematok tarif untuk satu mobil dari bandara ke Mataram mulai dari Rp 200 ribu.
Sedangkan, travel liar menawarkan harga jauh di bawah tarif tersebut. Belum lagi tindakan para travel liar yang berebut menawarkan jasa membuat para travel resmi tidak berkutik.
"Sistem menunggu di konter resmi berantakan, travel liar maju menawari penumpang dan memainkan harga kita bisa mati, kita yang resmi terbengkalai," ucap Hendra.
Hendra juga pernah mendapat keluhan dari wisatawan mancanegara (wisman) terkait aktivitas para travel liar yang berebut mendapatkan penumpang.
"Turis-turis terutama yang asing juga risih. Pernah penumpang saya (wisman) bilang, ini bandara apa terminal," kata Hendra.
Sopir dari Koperasi Taxi Mataram (Kotama), Sudirman, mengatakan, saat gempa dia kerap antar-jemput penumpang. Saat itu, banyak relawan datang ke Lombok. Pun turis asing yang hendak meninggalkan Lombok. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama.
Sebelum gempa, dalam sehari minimal dua kali Sudirman bisa mengantar penumpang yang baru tiba di LIA. Hal itu berdasarkan antrean konter Kotama di bandara. Kondisi tersebut tak lagi terjadi saat ini.
"Dulu (sebelum gempa) sehari dua kali, sekarang dua hari paling dapat satu kali mengikuti antrean konter. Kadang-kadang dapat dan enggak dapat, ya seperti begini sampai siang belum dapat (penumpang)," ungkap Sudirman.
Sudirman mengaku banyak orang bergantung pada sektor pariwisata Lombok. Sepinya penumpang pesawat akan berimbas pada orang-orang seperti dia. Pascamengalami gempa beruntun, Sudirman mengaku sering menuliskan komentar di akun Facebook-nya tentang kondisi Lombok yang aman dan layak untuk kembali dikunjungi. Sudirman mengaku hanya itu yang bisa dia lakukan untuk membantu memulihkan citra pariwisata Lombok.
"Kadang kita komen (komentar) di FB (Facebook) kalau Lombok sudah aman, mudah-mudahan ada yang baca," kata Sudirman.
Sudirman berharap pemerintah memiliki kebijakan khusus terkait harga tiket pesawat dan bagasi berbayar untuk Lombok dan wilayah yang terkena bencana lainnya. Selain itu, Sudirman juga mendorong pemerintah menggencarkan event-event pariwisata di Lombok yang akan membantu percepatan pemulihan sektor pariwisata Lombok.
"Kalau punya kebijakan kaji dulu, tolong pikirkan daerah pariwisata seperti kita, kan banyak juga produk oleh-oleh, kalau bagasinya bayar, yang mau beli nanti mikir," pinta Sudirman.
Sudirman juga menyoroti masih adanya travel atau taksi liar yang mengancam pemasukan travel dan taksi resmi di LIA. Kata Sudirman, para travel liar menawarkan harga hingga Rp 100 ribu dari bandara ke Mataram atau di bawah tarif normal taksi resmi yang sekira Rp 150 ribu.
"Jadinya perang harga seharusnya pihak bandara menertibkan tapi sepertinya cuek saja. Yah kita di sini pasang sabar saja," ucap Sudirman.
Sudirman mengaku prihatin dengan kondisi ini karena berdampak besar bagi pemasukan rekan-rekan sopir taksi resmi di bandara. Sudirman memiliki seorang anak yang sudah bekerja dan mandiri mungkin bisa sedikit rileks, namun tidak bagi rekan-rekannya.
"Kasihan teman-teman taksi lain yang punya anak masih SD untuk biaya sekolah dan jajan kan enggak bisa enggak punya uang," kata Sudirman.
Dampak harga tiket tinggi dan bagasi berbayar terhadap arus penumpang di Bandara LIA, diakui pihak terkait.
General Manager (GM) LIA Nugroho Jati mengatakan pergerakan pesawat di LIA pada Februari masih sama dengan yang terjadi pada awal tahun.
Jati menyebutkan, penurunan tingkat penumpang pesawat pada Januari mencapai 23 persen dibandingkan Januari 2018. Malah, selama Januari hingga Februari, terjadi 40 pembatalan penerbangan setiap hari dari total sekira 100 pergerakan pesawat per hari di LIA.
"(Februari) masih sama, belum ada peningkatan (dari Januari)," ujar Nugroho Jati.
Banyak Penerbangan Cancel di LIA. |
Selain pembatalan penerbangan, sejumlah maskapai juga mengurangi frekuensi penerbangan ke LIA pada awal tahun ini.
Jati mengatakan, rute penerbangan Lombok-Kuala Lumpur menggunakan AirAsia yang sebelumnya dua kali penerbangan sehari, saat ini hanya satu kali penerbangan dalam sehari. Sedangkan, rute Lombok-Singapura mengunakan Silk Air yang sebelumnya tujuh kali penerbangan dalam sepekan kini menjadi hanya empat kali dalam sepekan.
"Intinya semua masih sama seperti Januari, namun AirAsia sudah mengajukan penambahan frekuensi yang lama, mau aktif lagi kembali ke normal," kata Jati.
Jati mengatakan, penurunan jumlah penumpang pesawat terjadi di seluruh Indonesia, tidak hanya di Lombok.
Dia menilai, kondisi ini dipengaruhi sejumlah hal, mulai dari masa low season, kenaikan harga tiket pesawat, dan minat wisatawan berlibur ke Lombok pascabencana. Jati menilai, kondisi minat penumpang untuk berwisata ke Lombok dan sejumlah destinasi di daerah lain saat ini memang relatif berkurang.
"Kenaikan harga tiket itu juga mungkin ada pengaruh menurunkan minat penumpang sehingga ketika tiket itu tidak terjual maka banyak jadwal penerbangan yang drop dan ini rata di seluruh Indonesia," ucap Jati.
Mengenai keberadaan travel liar, Jati yang baru menjabat sebagai GM LIA pada awal Januari mengatakan sedang melakukan kajian dan evaluasi mendalam. Manajemen LIA, dia katakan, sedang melakukan sejumlah pembenahan agar memberikan kenyamanan bagi para pengguna jasa bandara.
"Masih dalam tahap evaluasi karena hal ini (travel liar) perlu dikaji secara menyeluruh," kata Jati menambahkan.
Pantai Kuta Tak Seramai Dulu
Sepinya penumpang pesawat berbanding lurus dengan kondisi di destinasi wisata. Termasuk di pantai Kuta, kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika yang merupakan destinasi wisata yang relatif dekat dari LIA dengan jarak 19 km atau kurang dari 30 menit.
Aktivitas KEK Mandalika, terutama di sepanjang Pantai Kuta relatif sepi. Hanya terlihat beberapa wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) yang jumlahnya bisa dihitung jari.
Inaq-inaq pedagang kerajinan tangan khas Lombok praktis hanya duduk-duduk di bawah pohon sembari berharap datangnya pengunjung.
Seorang tukang parkir motor di Pantai Kuta, Dinah, mengaku tingkat kunjungan wisatawan menurun drastis pascagempa. Jika hari-hari biasa, motor yang parkir di tempatnya bisa mencapai puluhan motor, kini hanya ada belasan motor saja. Tarif parkir dipatok Rp 5 ribu per motor.
"Sejak gempa sepi sampai sekarang, dapat Rp 50 ribu saja sudah bagus sekarang," kata Dinah.
Resepsionis JM Hotel Kuta Lombok, Ema, mengatakan tingkat okupansi kamar hotel relatif rendah saat low season ini. Hotel yang berada di Jalan Pariwisata Pantai Kuta ini memiliki 24 kamar dan hanya terisi setengahnya. Mayoritas tamu, kata Ema, adalah wisman yang memiliki kecenderungan menginap cukup lama, berkisar dua pekan hingga satu bulan.
"Kondisi sekarang bisa dibilang sudah lumayan dibandingkan saat gempa yang sepi sekali (tamu). Lumayan ada tamu asing soalnya mereka menginap bisa sampai satu bulan," ucap Ema.
Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Awanadhi Aswinabawa berpandangan kenaikan harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar datang pada waktu yang tidak tepat karena terjadi pada saat low season.
"Berpengaruh sangat signifikan, pengaruhnya besar waktunya tidak pas karena //low season// yang biasanya orang sudah tidak terlalu antusias berwisata, ditambah ini (tiket dan bagasi berbayar) semakin malas orang pergi," ujar Awan.
Awan menyebutkan, penurunan jasa perjalanan wisata dan pemesanan tiket dari sekira 70 anggota Astindo NTB mencapai paling sedikit 40 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Ia mengungkap, aspek penerbangan menjadi komponen utama dalam sektor pariwisata Lombok, terutama dalam penyusunan paket jasa perjalanan wisata. Tingginya harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar tidak sekadar menurunkan jumlah wisatawan ke Lombok, melainkan juga berdampak pada tingkat penjualan oleh-oleh dan kerajinan tangan yang ditawarkan para pelaku UMKM.
"Semua dampak berantai karena kalau pariwisata kan hajat hidup orang banyak. Sekarang ini kita (pelaku industri wisata) berusaha survive saja dulu, sekarang bisa bertahan saja sudah bagus," kata Awan.
Pemerintah Provinsi (NTB) juga memiliki kekhawatiran terhadap naiknya harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar akan berdampak bagi sektor pariwisata.
Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Rosiady Sayuti mengatakan, tingginya harga tiket pesawat dan penerapan biaya bagi bagasi dinilai berdampak besar bagi penurunan tingkat kunjungan wisatawan ke Lombok saat ini.
"Yang jadi masalah kita hari ini adalah penerbangan," ujar Rosiady.
Rosiady menilai, kondisi ini akan berdampak buruk bagi rencana wisatawan untuk berlibur ke Lombok. Adanya aturan bagasi berbayar juga akan memengaruhi penjualan oleh-oleh dan kerajinan tangan khas Lombok.
"Artinya kemahalan lah harga tiket pesawat yang mungkin jadi pengaruh juga, masa low season yang biasanya memang sepi jadi tambah sepi lagi saat ini," kata Rosiady.
Rosiady meminta Dinas Pariwisata NTB untuk berkomunikasi dengan manajemen maskapai agar bisa menurunkan harga tiket pesawat ke Lombok. Rosiady berharap manajemen maskapai bisa memberikan harga tiket pesawat ke Lombok yang lebih terjangkau untuk menarik minat wisatawan. Rosiady menilai, Lombok tidak bisa disamakan dengan daerah lain lantaran sedang dalam masa pemulihan pascagempa.
"Kita tidak bisa berdiam diri, kita harus mendorong maskapai agar ada kebijakan khusus bagi daerah kita karena masih dalam pemulihan akibat bencana," kata dia menambahkan.
Rosiady mengatakan, Pemprov NTB akan bersurat kepada pemerintah pusat untuk meminta adanya kebijakan khusus bagi tarif pesawat ke Lombok.
"Minggu ini (surat akan dikirim), terkait perbanyak harga promo atau penurunan harga tiket pesawat, terutama rute Jakarta-Lombok," ujar Rosiady.
Selain penurunan harga tiket pesawat, Pemprov NTB juga meminta maskapai dalam negeri, Garuda Indonesia dan Citilink untuk tidak mengurangi frekuensi penerbangan ke Lombok.
"Kami juga berusaha mencegah pengurangan frekuensi, sekarang Garuda kurang sekali," kata Rosiady.
Rosiady memahami manajemen maskapai tentu memiliki pertimbangan bisnis dalam menaikan harga tiket pesawat. Namun, Rosiady meminta adanya perlakuan khusus bagi NTB yang sedang berjuang dalam pemulihan sektor pariwisata pascagempa yang melanda wilayah ini pada tahun lalu.
"Kita berharap maskapai milik negara, Garuda dan Citilink bisa berempati terhadap dunia pariwisata di NTB pascagempa dengan memperbanyak tiket harga promo atau penurunan harga tiket pesawat," ungkap Rosiady.
Pemprov NTB sendiri tidak tinggal diam. Sejumlah upaya dilakukan agar sektor pariwisata kembali pulih. Salah satu cara yang dilakukan ialah dengan menggelar pesta diskon, Lombok Sumbawa Great Sale (LSGS) 2019 yang semula digelar pada 27 Januari hingga 28 Februari kemungkinan akan diperpanjang menjadi dua bulan hingga akhir Maret.
Dinas Pariwisata (Dispar) NTB ditugaskan menggaungkan promosi LSGS 2019 lebih maksimal. Ajang yang sudah memasuki tahun ketiga ini merupakan program andalan Pemprov dalam menarik wisatawan saat masa low season dengan memberikan potongan harga hingga 70 persen dari hotel, travel, pusat perbelanjaan, restoran, hiburan, dan UMKM.
Kadispar NTB, Lalu Moh Faozal. |
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Muhammad Faozal mengatakan, ajang yang digelar selama sekira sebulan, dari 27 Januari hingga 28 Februari, akan diikuti sekira 120 tenant dari hotel, travel, pusat perbelanjaan, restoran, hiburan, dan UMKM. Jumlah peserta LSGS 2019 mengalami peningkatan dibanding LSGS 2018 yang hanya diikuti 70 tenant.
"LSGS tahun ini tidak hanya berpusat di Mataram, tapi juga diikuti dari desa wisata dan homestay di luar Mataram seperti Tete Batu dan Senggigi," ujar Faozal.
Faozal menargetkan, transaksi selama penyelengaraan ajang LSGS 2019 mampu menyentuh angka Rp 20 miliar. Dengan perpanjangan waktu LSGS, tentu nilai transaksi diperkirakan akan semakin meningkat.
"Ya ini salah satu upaya kami dalam menghadapi low season dan juga percepatan pemulihan sektor pariwisata NTB pascagempa tahun lalu," kata Faozal.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah tidak menampik kesulitan yang dihadapi pariwisata NTB akibat kenaikan harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar.
Zul, sapaan akrab Zulkieflimansyah, mengatakan kondisi ini tidak hanya dialami NTB, melainkan juga daerah lain di Indonesia. Zul mengaku sudah berbicara soal persoalan ini kepada Menteri Pariwisata Arief Yahya, direksi maskapai Garuda Indonesia, dan Lion Air Grup.
"Secara telepon sudah ngobrol sama Pak Menteri (Pariwisata), Garuda dan Lion," kata Zul.
Zul akan berbicara lebih jauh terkait hal ini kepada Menpar Arief Yahya yang akan menghadiri Festival Pesona Bau Nyale di KEK Mandalika pada akhir Februari mendatang.
"Mudah-mudahan karena kita (daerah) destinasi wisata bisa mendapat lebih perhatian dari pemerintah," harap Zul.