BERHARAP KEADILAN. Sejumlah warga Lombok Tengah pemilik lahan Bandara Lombok mengaku tanahnya belum lunas dibayar dan berharap atensi Presiden Joko Widodo. (Foto: Fitri) |
MATARAM - Puluhan warga Desa Penujak dan Desa Tanak Awu, Lombok Tengah yang mengklaim sebagai pemilik tanah di kawasan Bandara Internasional Lombok (BIL) akan mengajukan upaya banding, setelah gugatan perdata yang mereka layangkan ditolak Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Praya, Lombok Tengah.
Warga juga mengaku akan bersurat ke Presiden Joko Widodo untuk turun tangan membantu menyelesaikan masalah ini.
"Kami akan lakukan upaya banding untuk klien kami ini," kata kuasa hukum warga, Hamdan SH, kepada wartawan Rabu (20/2) di Mataram.
Sebelumnya warga mengaku tanah milik mereka yang masuk dalam kawasan areal bandara, hingga kini belum lunas pembayarannya oleh pihak PT Angkasa Pura I. Mereka pun melayangkan gugatan melalui PN Praya dengan nomor perkara : 39/Pdt.G/2018/PN.Pry pada 2018 lalu. Namun dalam putusan majelis hakim PN Praya tertanggal 13 Februari, gugatan warga ditolak.
Menurut Hamdan, putusan majelis hakim yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Asri SH penuh kejanggalan. Pasalnya, pertimbangan yang digunakan PN Praya bahwa apabila terjadi perbedaan luas tanah antara hasil ukur BPN dan luas tanah yang tertera di SPPT atau pipil atau Buku Letter C maka yang jadi patokan atau yang di jadikan rujukan adalah hasil ukur BPN.
"Dengan dasar ini, karena warga selalu penggugat tidak dapat membuktikan gugatannya maka gugatan para penggugat ditolak. Ini janggal, karena putusan itu tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum," katanya.
Hamdan memaparkan, menurut PP nomor 24 tahun 1997 pengganti PP nomor 10 tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, pengukuran melibatkan para pihak dalam hal ini pemilik tanah, prinsipnya wajib untuk menentukan luas tanah, batas dan lokasi fisik tanah yang akan dilakukan ganti rugi/jual beli.
Sementara dalam persidangan terungkap BPN Lombok Tengah sebagai tergugat 7 tidak mampu menghadirkan saksi tentang adanya pengukuran tanah yang melibatkan pemilik tanah asal, pada saat pembebasan tanah tersebut.
"Bahwa ditolaknya gugatan para penggugat menurut pertimbangan majelis hakim adalah karena para penggugat tidak mampu membuktikan pengukuran BPN Lombok Tengah tanpa melibatkan pemilik tanah atau Para Penggugat sebagai pemilik 26 bidang tanah pada saat dilakukan pengukuran oleh BPN Lombok Tengah sehingga gugatan para Penggugat ditolak, dan hal ini tanpa mempertimbangkan 19 orang saksi yang mendukung dalil para penggugat bahwa ke 19 saksi tersebut mengatakan tidak ada pengukuran atau BPN pada saat melakukan pengukuran tidak melibatkan pemilik tanah," kata Hamdan.
Hamdan mengatakan, selain itu majelis hakim juga tidak mempertimbangkan bukti hasil temuan pemilik lahan dalam hal ini Lalu Ramli dkk, sebagai anggota investigasi Tim I bentukan Bupati Lombok Tengah terhadap catatan staf BPN Kabupaten Lombok Tengah atas Nama H Muhlis bahwa ada perbedaan luas tanah dan luas tanah yang dibayarkan kepada pemilik tanah.
Disamping itu, BPN sebagai tergugat 7 juga tidak mampu menghadirkan saksi untuk membuktikan telah terjadi pengukuran oleh BPN tanpa melibatkan Pemilik tanah atau Para Penggugat pada saat BPN Lombok Tengah melakukan Pengukuran terhadap tanah milik Para Penggugat.
"Putusan ini sangat janggal dan tidak memihak kepada masyarakat," tegas Hamdan.
Puluhan warga dari Desa Penujak, Kecamatan Praya Barat, dan Desa Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah ini merupakan pemilik sebagian tanah yang saat ini sebagai lokasi Bandara. Proses pelepasan tanah sejak 1995 silam dikatakan belum tuntas, dan belum lunas terbayar.
"Tanah kami seluas 7 hektar 10 are di kawasan BIL belum dibayar oleh Angkasa Pura I," kata salah seorang pemilik lahan, Lalu Ramli.
Selain akan melakukan upaya banding, Lalu Ramli dan warga lainnya juga meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menjembatani masalah yang dialami warga ini.
"Kami minta tolong, Pak Presiden (Jokowi) bantu kami agar tanah kami segera dibayar, sudah 23 tahun kami menuntut hak kami hingga saat ini tidak mendapat kepastian. Kalau bukan kepada Bapak Presiden kemana lagi kami akan menuntut keadilan di negeri ini?," tukas Lalu Ramli. FIT