UNTUK PEMILU DAMAI. Para Pemateri dalam FGD menolak hoax dan hate speech untuk Pemilu Damai, yang diselenggarakan Pemuda Pengawal Ideologi Bangsa di Mataram. |
MATARAM - Berita bohong alias hoax dan ujaran kebencian (hate speech), dinilai menjadi salah satu ancaman di tengah suhu politik yang meningkat menjelang Pemilu 2019.
Masyarakat terutama kaum muda millennials di Nusa Tenggara Barat (NTB) harus bisa menyatukan persepsi dan mengikat komitmen bersama untuk menolak hoax dan hate speech demi mewujudkan Pemilu damai, bermartabat, dan berkualitas.
Benang merah itu muncul dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Pemuda Pengawal Ideologi Bangsa, Selasa (12/2) di Hotel Bidari Mataram.
FGD yang menghadirkan pemateri dari KPU NTB dan pengamat politik, dan dihadiri puluhan peserta dari mahasiswa dan aktivis LSM, itu mengangkat tema Menangkal Isu Hoax, Hate Speech, Propaganda dan Radikalisme untuk mewujudkan Pemilu 2019 yang Damai, Sejuk dan Bermartabat di Provinsi NTB.
"Hoax dan isu Sara serta ujaran kebencian merupakan hal negatif yang bisa merusak Pemilu, sehingga kami menggagas acara Focus Grup Discussion ini," kata Ketua Panitia FGD, Arief Dai Sujai.
Arief berharap, dengan FGD tersebut para pemuda di NTB bisa menyatukan komitmen untuk menciptakan Pemilu Damai.
"Kita satukan komitmen untuk menciptakan pemilu yang damai," katanya.
Dalam diskusi, perwakilan KPU NTB Abdul Hilman mengatakan, hoax merupakan ancaman yang berbahaya yang akan mengancam semua sisi.
"Satu hal yang perlu kita lihat bahwa hoax menghantam semua sisi, tidak hanya lembaga penyelenggara namun semua sisi," katanya.
Trendnya pun semakin meningkat karena perkembangan teknologi informasi yang pesat telah membuat interaksi sosial melalui media sosial seolah tanpa tameng dan filter.
"Interaksi sosial yang sekarang tidak ada tameng, sehingga polarisasi interaksi bisa mendeskontruksi semua hal," katanya.
Menurut dia, salah satu cara mencegahnya, KPU membentuk Relawan Demokrasi untuk menyentuh masyarakat akar rumput hingga ke pelosok desa. Salah satu tugasnya adalah memberi edukasi pada masyarakat agar tak mudah terpancing dan percaya dengan informasi yang belum jelas sumber dan kebenarannya.
"KPU sudah membuat Relawan Demokrasi yang akan menyentuh beberapa golongan termasuk disabilitas," katanya.
Politisi Harus Memberi Teladan
Sementara itu, Pengamat Politik Dr Kadri menekankan, selain kesadaran masyarakat untuk menolak hoax dan ujaran kebencian yang perlu terus ditingkatkan, maka para politisi dan praktisi politik juga harus menjadi teladan dan contoh baik bagi masyarakat.
Ia menilai, kerab kali tensi politik memanas justru disebabkan ulah oknum politisi.
"(Oknum) politisi kita (saat ini) banyak sebagai pelopor hoax, politisi kita malah buat meme. Padahal mereka ini harusnya jadi teladan, politik itu (idealnya) melakukan ujaran yang baik bukan ujaran kebencian," katanya.
Kadri menukas, solusi jangka pendek untuk melawan hoax dan ujaran kebencian bisa dilakukan dengan terus mengedukasi masyarakat dan mendorong kesadaran bahwa politik adalah alat dan bukan tujuan.
"Harus ada kesadaran bersama, (bahwa) untuk menciptakan pemimpin yang baik maka harus menciptakan demokrasi (yang baik)," katanya.
Menurutnya, Pemilu 2019 banyak mengalami tantangan perubahan. Sehingga semua elemen masyarakat harus bersatu dan secara kolektif menciptakan Pemilu yang ideal.
"Polarisasi harus memperbanyak forum silaturahmi seperti forum diskusi tanpa muatan politik," katanya.
Kadri berharap ada generasi yang cerdas dan rasional ke depan.
"Bagaimana kita menjadi generasi yang rasional dan generasi yang Tabayyun," tukasnya.