Wakil Gubernur NTB, Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah bersama Kalal BPBD NTB HM Rum, dalam silahturahmi bersama pers di Mataram. |
MATARAM - Wakil Gubernur NTB, Dr Hj Sitti Rohmi Djalilah mengatakan, peran pers sangat strategis dalam pembangunan daerah. Pers diminta bersikap kritis dalam mengawal pembangunan melalui pemberitaan, namun tetap harus mengedepankan kaidah-kaidah jurnalistik, proporsional dan juga bersemangat konstruktif.
"Harus diakui teman-teman pers ini sangat strategis, apalagi dalam pembangunan NTB yang baru saja mengalami musibah bencana. Untuk bangkit, untuk berlari membangun NTB ke depan, peran pers sangatlah penting," kata Wagub Sitti Rohmi, dalam silahturahmi bersama media massa, Rabu (6/2) di gedung Sangkareang, Kantor Gubernur NTB.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Kadis Kominfotik NTB Tri Budi Prayitno, Kalak BPBD NTB, HM Rum, Kadis Kesehatan NTB dr Nurhandini Eka Dewi, Kadis Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB, Budi Septiani, serta Karo Humas dan Protokol, Najamuddin Amy.
Wagub yang akrab disapa Ummi Rohmi mengatakan, tanpa pers maka apa yang sudah dilakukan Pemprov NTB tidak akan sampai ke masyarakat dan tidak mungkin bisa berjalan optimal. Namun sebaliknya, pers yang tidak berimbang dan tidak konstruktif juga hanya akan menghambat semangat pembangunan.
Ummi Rohmi berharap, pers di NTB bisa menjalankan fungsinya dengan profesional dan proporsional, memberitakan apa adanya sesuai kaidah jurnalistik tanpa tendensi politik dan kecurigaan berlebihan.
"Karena kadang-kadang (ada) berita yang tidak seperti apa yang sebenarnya terjadi. Banyak hal yang miss, entah karena yang menyampaikan kurang lengkap atau yang mendengar itu menafsirkannya berbeda," katanya.
Ia mencontohkan, dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa di NTB, cukup banyak pemberitaan yang terkesan menyimpulkan bahwa kinerja pemerintah dalam pembangunan hunian tetap (huntap) bagi korban gempa berjalan sangat lamban.
Sejumlah pemberitaan, menurut Ummi Rohmi, seolah menganggap bahwa proses pembangunan huntap itu semudah membalik telapak tangan. Di sisi lain, pemberitaan tidak memberi edukasi dan pemahaman pada masyarakat tentang proses dan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi yang sebenarnya.
"Ada juga pemberitaan yang tidak sesuai antara judul dengan fakta beritanya. Pemberitaan ini yang justru membuat masyarakat resah, apalagi situasi (psikologis) masyarakat sebagai korban," katanya.
Padahal, paparnya, proses rehab dan rekons praktis baru dimulai pada November 2018. Sebab, gempa bumi Juli-Agustus menyisakan gempa-gempa susulan hingga September.
"September itu pembersihan puing-puing, sehingga praktis proses rehab rekons ini baru kita mulai November. Tahapannya juga tidak semudah membalik telapak tangan, karena ada pendataan, verifikasi. Rumah yang dibangun juga harus berstruktur bagus agar tahan gempa. Selain itu harus dipertanggungjawabkan, harus akuntabel," katanya.
Ummi Rohmi menekankan, dalam tahap rehabilitasi dan rekonstruksi ini pemerintah pusat dan daerah sudah bekerja sangat maksimal. Dana bantuan stimulan dari pemerintah pusat senilai lebih dari Rp3,5 Triliun juga sudah hampir 100 persen masuk ke rekening masyarakat.
Menurutnya, jika dilihat dari sisi waktu, selama dua bulan terakhir progress rehab rekons sudah cukup baik berjalan. Hingga Rabu (6/.2) setidaknya lebih dari 5.500 unit rumah sudah mulai dikerjakan pembangunannya.
"Belum lagi yang sudah selesai administrasi dan siap-siap membangun, itu lebih banyak lagi. Artinya ini progress yang baik dan terus berproses," katanya.
Dalam rehab dan rekons di NTB, pemerintah memang menghajadkan membangun huntap berstruktur bagus dan tahan gempa. Selain itu, seluruh proses pembangunan juga harus bisa dipertanggungjawabkan, akuntabel.
"Tahapan ini yang kadang kurang dipahami. Sehingga seolah kita membangun huntap itu seperti membalik telapak tangan. Padahal tidak ada orang yang bisa membangun huntap dengan hitungan jam atau hari. Persiapannya butuh waktu, prosesnya butuh akuntabilitas, dan huntap yang didirikan dihajatkan struktur harus baik. Kenapa? Karena NTB dan Indonesia ini adalah wilayah yang rawan gempa terletak di cincin api. Sehingga jangan sampai rusak lagi ketika ada gempa dan pembangunan sia-sia," katanya.
Ummi Rohmi mengatakan, niat pemerintah untuk bisa meyakinkan bahwa yang nanti terbangun itu struktur bagus dan tahan gempa harusnya disambut positif semua pihak.
"Kalau hanya bangun cepat-cepat, asal-asalan yang penting cepat tapi struktur tidak bagus, maka kalau ada gempa rusak lagi. Ini kan sia-sia," katanya.
Proses rehab rekons pembangunan huntap di NTB, kata Ummi Rohmi, jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan Yogyakarta yang memerlukan waktu tiga tahun untuk kembali membangun huntap saat daerah itu dilanda gempa bumi 2008 silam.
Ummi Rohmi mengajak pers di NTB untuk bersama-sama saling mendukung dan menguatkan dalam proses rehab rekons menuju NTB bangkit kembali.
Ia mengimbau bagaimana agar informasi yang disampaikan pers ke masyarakat itu membuat masyarakat tenang.
"Jangan jadikan bencana ini menjadi komoditas politik, kasihan masyarakat. Apalagi orang dalam kondisi korban kan sangat cepat menerima hal yang belum tentu benar. Itu yang ingin saya sampaikan kepada kita semua, agar pemberitaan itu apa adanya saja, baik judulnya maupun isinya. Jangan sampai masyarakat bertanya seperti kata TGB, gimana sih koran ini yang benar hanya halaman 10 saja, waktu hari pers nasional dulu," katanya.
Selain rehab rekons, Ummi Rohmi juga mencontohkan pemberitaan terkait kasus rabies di Dompu yang mengesankan KLB rabies di Dompu terjadi juga di seluruh wilayah NTB.
"Efek berita ini luar biasa, apalagi ditaruh di headline soal "Anjing Gila". Orang (luar) langsung membayangkan kalau di NTB semua rawan rabies, padahal kan faktanya tidak begitu. Dan pemerintah juga sudah melakukan banyak hal untuk pencegahan dan minimalisir penyebarannya," katanya.
Menurutnya, hal ini juga yang terjadi dengan pemberitaan tentang gempa bumi beberapa bulan lalu. Di mana banyak orang membayangkan bahwa gempa bumi sudah meluluhlantakan seluruh wilayah NTB, dan orang jadi enggan berkunjung ke NTB.
"Orang yang baca (berita gempa) itu langsung membayangkan baru sampai di BIL/ZAMIA, baru sampai di (pelabuhan) Lembar, itu NTB hancur semua. Tapi pas datang ternyata kan hanya sebagian wilayah tertentu saja yang rusak terdampak gempa.
Ia mengatakan, kasus rabies memang harus diberitakan, namun tentu saja pemberitaan pun harus dengan porsi yang betul dan tepat.
"Artinya perlu komunikasikan lebih baik. Mari kita beritakan (NTB) dengan kenyamanan dan keamanan, karena itu syarat utama untuk orong bisa datang (ke NTB). Itu tugas pers juga, bagaimana agar NTB ini jadi tempat yang aman dan nyaman dikunjungi," katanya.
Ummi Rohmi menegaskan, pemerintah Provinsi NTB sangat terbuka dengan kritik, saran dan masukan yang bersifat konstruktif. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya sistem digital NTB Care, dan Jumpa Bang Zul dan Ummi Rohmi yang merupakan forum pertemuan pemimpin daerah dengan masyarakat NTB.
"Ada NTB Care, ada Jumpa Zul-Rohmi, kami sangat terbuka. Karena kita juga nggak bisa membangun NTB sendiri, butuh masukan semua pihak yang berkompeten untuk bagaimana membangun NTB yang lebih baik. Dalam koridor silahturahmi, persaudaraan, dan sekaligus juga pengawasan, sehingga hal-hal yang diawasi ini tetap pada porsinya sehingga tidak ada kecurigaan berlebihan," katanya.
Selain sebagai wadah silaturahmi, pertemuan Wagub NTB bersama insan pers yang digagas Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTB, Rabu (6/2), juga merupakan bentuk apresiasi Pemprov NTB menjelang peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh pada 9 Februari mendatang.
Kepala Biro Humas Setda Provinsi NTB, Najamuddin Amy mengatakan, HPN yang tahun ini akan diperingati di NTB dengan rangkaian Jumpa Bang Zul-Ummi Rohmi (JangZul-Mi) pada Jumat (8/2) esok di halaman Kantor Gubernur NTB.
"Pemprov juga akan meluncurkan inovasi kehumasan, Public Relation Command Center (PRCC). Kita harapkan dengan forum silahturahmi seperti ini, dan juga dengan PRCC nantinya, hubungan kemitraan Pemprov NTB dengan insan pers bisa lebih baik lagi," katanya.