AGENDA POLITIK PEREMPUAN. Jajaran Solidaritas Perempuan (SP) Mataram saat membahas isu perempuan dan agenda politik perempuan dalam Pemilu 2019, di Mataram, NTB. (Foto: Istimewa) |
MATARAM - Memperingati Hari Perempuan Internasional atau Internasional Women Day (IWD) dan momentum menghadapi Pemilu 2019 yang serentak akan dilakukan pada bulan April 2019 mendatang, Solidaritas Perempuan (SP) Mataram mendesak pemerintah dan legislatif untuk memasukkan agenda politik perempuan di Pemilu kali ini.
"(Pemilu 2019) Ini merupakan momentum yang baik bagi perempuan menyuarakan berbagai persoalan perempuan kepada pemerintah dan publik luas, serta mengajak seluruh masyarakat untuk dapat bergerak bersama memperjuangkan kedaulatan perempuan," kata Ketua Badan Eksekutif SP, Eli Sukemi, Jumat (8/3) di Mataram.
Dijelaskan, ada 10 agenda politik perempuan yang dikeluarkan Solidarittas Perempuan Mataram dalam momentum IWD dan merespon Pemilu yang serentak akan dilakukan bulan April 2019.
10 agenda politik itu antara lain :
- Memastikan penegakkan Hak Asasi Manusia/Hak Asasi Perempuan.
- Mendorong partisipasi strategis perempuan.
- Perlindungan serta Pemenuhan Akses dan Kontrol Perempuan atas Hidup dan Sumber Kehidupannya.
- Penyelesaian konflik dan pemulihan perempuan korban kekerasan.
- Mendorong implementasi kebijakan perlindungan yang melindungi lahan pertanian produktif dan menghentikan alih fungsi lahan produktif.
- Kebijakan perlindungan perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan di tegakkkan, termasuk perlindungan hukum pada perempuan.
- Memastikan program memperhatikan hak peremppuan, anak dengan optimalisasi program pendewasaan usia perkawinan dan mendorong kebijakan sosialiasi bahaya perkawinan usia anak
- Kebijakan program peningkatan pendidikan, termasuk pendidikan politik, ketrampilan dan penguatan ekonomi perempuan
- Kebijakan dan program perlindungan calon dan perempuan buruh migran dan keluarganya lebih terakomodir, layanan informasi, di mekanisme pelayanan di permudah, layanan dokumen-dokumen yang lengkap dan tidak di palsukan dengan mengoptimalisasi fungsi LTSA.
- Mendorong kebijakan dan program yang memperhatikan kesehatan perempuan, Sosialisasi efek KB, termasuk tidak memaksakan perempuan untuk ber KB dengan mengoptimalisasi sosialisasi dan pelaksanaan program KB laki-laki.
Eli memaparkan, sejauh ini telah banyak kebijakan ditetapkan sebagai upaya meminimalisir persoalan, ketidakadilan, kekerasan, penindasan pada perempuan.
Berbagai konvensi tentang perlindungan hak-hak perempuan telah disepakati secara internasional seperti Convention of the Elemination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) atau Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan bahkan diratifikasi secara nasional oleh pemerintah Indonesia dalam UU No. 7 Tahun 1984, dan ditetapkan kebijakan-kebijakan daerah.
"Namun, pada faktanya hingga saat ini perempuan masih berada pada situasi penindasan di berbagai ranah dan identitas. Sistem patriarki yang dilegitimasi dalam sistem negara dan sistem sosial terus membuat perempuan kehilangan kuasa atas dirinya," tukas Eli.
Menurutnya, meski pun peran perempuan sangat signifikan bukan hanya dalam ruang domestik namun juga pada ruang produksi dan publik, namun perempuan terus dipinggirkan dari level-level strategis, tidak ada pengakuan pada pengalaman, pengetahuan perempuan.
"Secara otomatis kepentingan dan persoalan perempuan tidak dilihat secara khusus, bahkan diabaikan," tegasnya.
Eli mengatakan, berdasarkan data SP Mataram, di Provinsi NTB khususnya di Lombok, kondisi yang ada saat ini menunjukan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat pembangunan belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat, terutama kaum perempuan.
"Persoalan perempuan sangat kompleks dan beragam, diantaranya masih sangat massifnya alih fungsi lahan pertanian pangan produktif yang menghilangkan sumber mata pencarian petani dan buruh tani perempuan di sektor pertanian," katanya.
Kondisi ini memaksa sebagian perempuan di NTB memilih bermigrasi, bekerja menjadi buruh migran perempuan ke luar negeri.
Di sisi lain, mereka berangkat dengan minimnya akses informasi, pengetahuan, ketrampilan dan dengan minimnya perlindungan hak-hak baik sebagai perempuan, warga negara, maupun buruh migran yang bekerja di sektor informal.
Akibatnya, perempuan rentan menjadi korban human trafficking dan diperdagangkan.
Selain itu pendidikan, peningkatan kapasitas, skill/ketrampilan perempuan juga masih rendah, perempuan yang menempati posisi strategis sangat minim, kesenjangan ekonomi perempuan masih terjadi ditambah lagi pasca gempa Lombok beban kerja perempuan bertambah.
"Akses layanan hak-hak pasca gempa minim diperoleh perempuan, meskipun telah banyak kebijakan perlindungan perempuan buruh migran, namun masih banyak yang mengalami ketidakadilan dan kekerasan dalam berbagai bentuk," katanya.
Dari sebagian contoh masalah itu, Solidaritas Perempuan (SP) Mataram telah melakukan Pendidikan Politik Pemilih Perempuan untuk memperkuat dan merumuskan agenda politik perempuan berpersfektif feminis bersama perempuan-perempuan pemilih di Komunitas berdasarkan pengalaman, pengetahuan yang dirasakan langsung di Komunitasnya.
"Kami harapkan kepentingan dan persoalan (perempuan) yang ada saat ini dijadikan dasar dalam merumuskan agenda politik perempuan yang didorong dan dijadikan prioritas pemerintah, legislatif dalam mentukan arah kebijakan yang berkeadilan dan berpihak pada perempuan ke depan," tegas Eli Sukemi.