H Muhammad Suruji. (Foto: Ariyati Astini) |
MATARAM - Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di wilayah Provinsi NTB berjalan lancar di hari pertama, Senin (25/3).
"Semua sekolah menerapkan UNBK baik yang swasta maupun negeri, termasuk di daerah terdampak gempa bumi 2018 lalu, seperti Lombok Barat, Lombok Utara dan Lombok Timur, semua berbasis komputer," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, Muhammad Suruji, Senin (25/3) di Mataram.
Dijelaskan untuk UNBK di NTB tahun 2019 ini tercatat sebanyak 72.635 siswa peserta UNBK. Jumlah itu terdiri dari 20.531 siswa SMK, 23.234 siswa SMA, dan 19.870 siswa Madrasah Aliyah (MA).
Menurut Suruji, sejumlah sekolah di Lombok Utara dan Lombok Timur yang terdampak gempa bumi 2018 lalu, diberi perhatian khusus dengan cara menggabungkan peserta UNBK dari sekolah yang belum pulih ke sekolah lain yang siap.
"Misalnya menggabungkan komputer yang masih bisa dipakai dengan satu sekolah yang lain, bersama sama digunakan. Karena sebenarnya untuk UNBK tidak mesti semua sekolah memiliki komputer yang cukup untuk yang jumlah siswa siswinya banyak, tetapi bisa menggabung artinya di satu tempat bisa beberapa sekolah melaksanakan UNBK itu," katanya.
Begitu pun dengan bangunan sekolah yang terdampak gempa bumi dan masih dalam perbaikan, disiasati dengan memindahkan lokasi UNBK ke sekolah lain yang lebih siap.
"Ini digabung ke sekolah lain. Kan ada juga sekolah swasta yang tidak punya fasilitas bukan karena faktor fisik yang tidak layak, tapi juga ada sekolah yang mungkin jumlah siswanya sedikit. UNBK ini kan minimal 20 orang siswa di satu kelas," katanya.
Suruji mengatakan, selain itu para siswa di daerah terdampak gempa bumi juga mendapat kemudahan soal ujian yang berbeda dengan daerah lainnya yang tidak terlalu terdampak bencana.
"Soal UNBK diberikan oleh Kementerian Pendidikan, tapi dengan tingkat kesukaran yang berbeda, lebih rendah dibandingn dalam kondisi normal tanpa ada bencana. Jadi soal yang sekarang secara umum lebih gampang, tingkat kesukaran lebih rendah dibandingkan tahun lalu, terutama di darah terdampak bencana," katanya.
Perbedaan perlakuan di daerah bencana sudah disepakati bersama Kementerian Pendidikan.
Menurutnya kebijakan itu standar di mana ada bencana yang menggangu proses belajar mengajar dalam waktu yang panjang, mesti ada perlakuan khusus. Sebab tidak mungkin meminta kondisi dan kualitas yang sama untuk kondisi yang berbeda.
"Termasuk Lombok Utara, itu diberikan soal yang berbeda. Beda dengan Kota Mataram karena sekolahnya baik SMA dan SMK lebih siap," katanya. MP05/Ari