Sofyan Basir di Gedung KPK di Jakarta. |
JAKARTA - Dirut PLN Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka keempat oleh KPK dalam kasus korupsi pembangunan PLTU Riau 1. Sebelumnya dia memiliki rekam jejak mentereng: membawa BRI jadi perusahaan kelas dunia.
Sofyan Basir menjadi sorotan setidaknya sejak tahun lalu. Direktur Utama PT PLN (Persero) itu dibidik awak media sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumahnya pada Minggu, 15 Juli 2018, dan Kantor Pusat PLN di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, sehari setelahnya.
Penggeledahan tersebut merupakan buntut dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 13 Juli 2018.
Dari OTT itu, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dan pemilik saham PT Blackgold Natural Resources, Johannes B. Kotjo sebagai tersangka.
Mereka juga menetapkan bekas Menteri Sosial Idrus Marham. Ketiga orang ini telah divonis dan terbukti bersalah terkait proyek PLTU Riau-1.
Johannes B. Kotjo yang bertindak sebagai penyuap divonis dua tahun delapan bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hukuman ini kemudian diperberat jadi 4,5 tahun oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 11 Februari 2019.
Eni Saragih menyusul. Dia dihukum penjara enam tahun pada 1 Maret 2019.
Terakhir Idrus Marham. Selasa siang 23 Maret 2019, dia baru saja divonis penjara tiga tahun dan denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan.
Hakim menyatakan Idrus Marham telah terbukti menerima uang Rp2,25 miliar bersama-sama dengan politikus Golkar lainnya, Eni Maulani Saragih, dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Kotjo.
Uang itu diberikan agar Blackgold mendapatkan proyek pembangunan PLTU Riau-1 di Indragiri Hulu, Riau.
Idrus meminta Rp2 miliar ke Kotjo melalui Eni untuk kepentingan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang digelar 2017.
Sementara Rp250 juta lainnya, diminta Idrus ke Kotjo untuk kepentingan Pilkada suami dari Eni Saragih, Muhammad Al-Khadziq.
Sofyan Basir lantas jadi tersangka keempat, meski dia sempat mengelak.
Dia baru saja ditetapkan KPK, Selasa sore 23 Maret 2019.
Sofyan Basir diduga telah menunjuk Johannes B. Kotjo secara sepihak untuk mengerjakan PLTU Riau-1.
Sofyan Basir dijerat Pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
"KPK kemudian meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka SFB (Sofyan Basir)," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Rekam Jejak Sofyan Basir
Sebelum ditunjuk sebagai Dirut PLN, Sofyan merupakan salah satu bankir yang cukup disegani.
Sofyan merintis kariernya di dunia perbankan sejak 1981 di Bank Duta.
Pria yang lahir di Bogor 4 Mei 1959 itu bergabung dengan Bank Bukopin pada 1985.
Di sana dia sempat menduduki beberapa posisi strategis, seperti pimpinan cabang di sejumlah kota besar, Group Headline of Business, Direktur Komersial, hingga akhirnya ada di posisi Direktur Utama.
Reputasinya di Bank Bukopin berhasil terus dijaga.
Dari situ, ia kemudian dipercaya menjadi Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk pada 17 Mei 2005, di saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Lima tahun setelahnya, tepatnya 20 Mei 2010, Sofyan Basir terpilih kembali sebagai Direktur Utama BRI. Kinerja Sofyan di BRI mentereng.
Di bawah kepemimpinannya, BRI bertransformasi menjadi perseroan besar dengan aset lebih dari Rp1.000 triliun. BRI yang pada awalnya identik sebagai bank desa akhirnya menjadi bank besar, memiliki jumlah ATM terbanyak, dan bahkan memiliki satelit sendiri.
Beberapa keputusan strategis Sofyan menjadikan BRI lebih modern. Salah satunya dengan memperluas jangkauan ke perkotaan dengan pertimbangan persaingan yang semakin ketat dan wilayah pedesaan yang tidak lagi menjadi monopoli BRI.
Pengakuan kepada BRI di bawah Sofyan Basir pun sempat disematkan.
Di bawahnya, BRI jadi salah satu perusahaan terbuka paling besar di dunia versi majalah Forbes (Forbes Global 2000).
Pada 2011, BRI yang saat itu berfokus pada UMKM berada di posisi 692 dengan pendapatan sebesar 4,078 miliar dolar AS.
Nama BRI tetap ada dalam daftar itu setahun setelahnya, bahkan peringkatnya naik. Pada April 2012, BRI ada di posisi 479 dengan nilai kapitalisasi sebesar 18,37 miliar dolar AS.
Dari berbagai aspek, seperti laba dan aset, pun tercatat membaik hanya dalam kurun waktu setahun.
Setelah menjabat dua periode, Sofyan akhirnya terpilih menjadi Direktur Utama PLN pada 2014.
Pengangkatan Sofyan dilakukan langsung Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM kala itu, Sudirman Said, pada 23 Desember 2014.
Menteri Rini berharap penunjukkan Sofyan bisa meningkatkan kinerja perseroan dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional.
"Pak Sofyan Basir memiliki rekam jejak yang bagus saat membawa BRI hingga menjadi korporasi perbankan berskala besar. Prestasi yang kami anggap bagus, sehingga diharapkan beliau juga mampu memperkuat PLN dan memberikan jasa kepada seluruh masyarakat dengan tidak ada lagi pemadaman," kata Rini.
Sayang, rekam jejak itu tak bisa Sofyan Basir pertahankan, setidaknya sampai dia membuktikan kalau dirinya memang tak bersalah.
Dilansir dari Tirto.id