ASPAKO. Danrem 162/WB Kol CZI Ahmad Rizal Ramdhani didampingi Pembina Aspako Lombok Marskal Muda TNI (Purn) Gutomo S.IP, Ketua Aspako Lombok Samsul Bahri, dan Pengurus Aspako Lombok. (Istimewa) |
MATARAM - Asosiasi Pengusaha Kayu Olahan (Aspako) Lombok berkomitmen mengembalikan kearifan lokal hunian warga Kabupaten Lombok Utara.
Semangat ini sejalan dengan keinginan sebagian besar KLU yang ingin kembali membangun rumah tahan gempa (RTG) berbahan kayu.
Dibanding daerah terdampak gempa lain, KLU tergolong yang terparah. Hampir sebagian besar rumah warga KLU hancur.
Kini, proses rehab dan pembangunan kembali rumah korban gempa di Lombok Utara sudah dimulai.
Hanya saja, progres rehab dan rekon RTG di KLU masih lamban dibanding daerah lain di NTB.
Khusus untuk daerah Lombok Utara, masyarakat korban mendapat empat pilihan. Rumah instan baja (Risba), rumah instan konvensional (Riko), rumah instan sederhana sehat (Risha), dan rumah instan kayu (Rika).
Dari keempat jenis RTG itu, sebagian besar warga KLU menginginkan jenis Rika.
Maklum, warga Lombok Utara sudah sangat akrab dengan rumah kayu.
Disamping itu, masyarakat sudah menyaksikan sendiri bahwa rumah-rumah kayu tradisional masyarakat adat Lombok Utara sudah teruji tahan gempa.
"Alasan utama kami ingin kembali membangun rumah kayu karena kami sangat trauma dengan rumah beton atau rumah yang bahannya berat," kata Anto, warga Karang Bedil, Tanjung, Lombok Utara.
Hal itu dibenarkan Ketua Aspako Lombok, Samsul Bahri.
Menurut dia, animo masyarakat yang menjadi korban gempa untuk membangun kembali RTG jenis Rika paling tinggi.
Hanya saja, ketersediaan kayu yang terbatas menyebabkan sejumlah warga beralih ke RTG jenis lain.
Kini jelas Samsul Bahri yang akrab disapa Ramos ini, pihaknya bersama Aspako Lombok sudah hadir untuk menyediakan kebutuhan kayu untuk pembangunan RTG jenis Rika.
"Salah satu sarat kayu untuk pembangunan RTG jenis Rika adalah tidak boleh menggunakan kayu lokal. Artinya, kayu harus didatangkan dari daerah lain," jelas Ramos di Mataram, Rabu (3/7).
Nah, disinilah peran Aspako Lombok dalam menghadirkan kayu luar sesuai standar dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
"Intinya, Aspako Lombok hadir untuk membangun kembali kearifan lokal hunian warga Lombok Utara," tegasnya.
Ramos juga menjamin, kayu-kayu yang didatangkan dari Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan yang datangkan untuk pembangunam RTG jenis Rika ini resmi dan jelas. Artinya, kayu-kayu tersebut sudah clear and clean.
Di tempat yang sama Pembina Aspako Lombok, Marskal Muda TNI (Purn) Gutomo S.IP menegaskan, sebelum diketok petugas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), kayu tidak boleh dikeluarkan.
"Intinya, kayu yang digunakan harus jelas dan resmi. Sebelum diketok LHK, kayu tidak boleh dipakai," kata Gutomo, mantan TA Pengkaji Bidang Diplomasi Lemhanas.
Mantan Komandan Lanud Abdul Rachman Saleh dan Lanud Sulaiman Bandung ini juga menegaskan, kayu-kayu yang dipakai juga berasal dari hutan industri.
Nantinya sambung Gutomo, hutan industri tersebut akan dikelola menjadi hutan energi. Caranya, dengan menanam kembali dengan pohon kaliandra.
"Kaliandra ini adalah bahan baku energi terbarukan sebagai pengganti batu bara," terang Gutomo di Hotel Lombok Raya.
Masih di tempat yang sama, Danrem 162/Wira Bhakti Kolonel Czi Ahmad Rizal Ramdhani mengingatkan akan legalitas kayu yang dikirim.
Selaku Koordinator Lapangan Rehab dan Rekon RTG, Rizal menjelaskan, kayu yang digunakan untuk RTG jenis Rika tidak boleh menggunakan kayu lokal.
"Spek kayu yang digunakan untuk RTG jenis Rika ini adalah kayu kelas kedua. Dan jenis kayu kelas dua ini hanya ada di pedalaman Rinjani. Kalau dibiarkan menggunakan kayu lokal, hutan Rinjani akan rusak," terangnya.
Danrem juga membenarkan, bahwa masyarakat KLU banyak yang lebih menginginkan menggunakan rumah berbahan kayu. Tentunya, dengan kayu yang legal.
Di tempat terpisah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah KLU, H Muhadi membenarkan soal tingginya animo masyarakat KLU memilih RTG jenis Rika.
Awalnya kata dia, sekitar 90 persen korban gempa di KLU menginginkan RTG jenis Rika. Karena diawal-awal pembangunan ketersediaan kayu kelas dua untuk sembilan tiang utama sangat terbatas, banyak warga yang beralih ke jenis RTG lain.
"Masyarakat bebas memilih jenis RTG yang diinginkan. Dan sebagian besar warga KLU memang menginginkan jenis Rika,. Jika kayu sudah tersedia, saya yakin masyarakat KLU akan memilih Rika" tandasnya. (*)