MITIGASI BENCANA. Kepala BPBD NTB, H Ahsanul Khalik. (Istimewa) |
MATARAM - Meski sudah banyak dilakukan, namun upaya-upaya peningkatan sistem mitigasi kebencanaan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) perlu terus dilakukan dan ditingkatkan.
Dalam jangka panjang perencanaan pembangunan di NTB juga harus mulai berbasis kebencanaan.
"Terkait mitigasi bencana ini, ke depan harusnya semua perencanaan pembangunan di NTB menggunakan pendekatan perencanaan berbasis kebencanaan," kata Kepala BPBD NTB, H Ahsanul Khalik, Jumat (12/7) di Mataram.
Perencanaan berbasis kebencanaan menurutnya, mulai dari struktur dan pemetaan bangunan yang ramah bencana, pemetaan sturuktur tanah, dan hal-hal lain yang terkait langsung dengan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap setiap kemungkinan bencana yang bisa terjadi kapan saja.
Ahsanul menegaskan, NTB harus secara komprehensif mempraktekkan manajemen resiko bencana, mulai dari pencegahan bencana dan juga mitigasi bencana.
Sebab, dari 14 jenis bencana yang ada, di wilayah Provinsi NTB ada potensi 11 jenis bencana yang bisa saja terjadi.
"Prinsipnya NTB yang mantap dan tangguh dalam misi mewujudkan NTB Gemilang harus paham betul jenis ancamannya dan bagaimana mengatasinya," tukasnya.
Namun, Ahsanul menambahkan, proses menuju ke sana tentu tidak bisa serta merta, karena dibutuhkan sinergitas, peningkatan SDM, dan juga pendanaan.
"Untuk menuju ke sini butuh sumber dana yang cukup dan sumber daya yang handal. Tapi kita optimistis ini pasti bisa kalau semua bersinergi," katanya.
Penyediaan Sarana Mitigasi Terus Dilakukan
Ahsanul mengatakan, sebagai daerah dengan cukup banyak potensi jenis bencana, NTB sudah dan akan terus melakukan upaya mitigasi.
Selain rutin melakukan edukasi dan mitigasi ke sejumlah elemen masyarakat di kawasan rawan bencana, penyediaan sarana pendukung mitigasi juga sudah banyak dilakukan.
Ia mencontohkan, untuk sarana evakuasi bencana Tsunami, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama dengan Badan nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, sudah memasang sekitar 80 titik rambu-rambu jalur evakuasi jika terjadi tsunami.
Rambu rambu penunjuk arah atau titik kumpul tersebut dipasang tersebar di sejumlah lokasi yang berpotensi rawan.
Titik-titik lokasi itu antara lain, sepanjang pesisir pantai di wilayah Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, kawasan Tiga Gili (Gili Trawangan, Meno dan Gili Air) di Kabupaten Lombok Utara (KLU), di Lombok Tengah, Lombok Barat, Sumbawa Barat, Dompu, Kabupaten Bima dan di
Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur.
“Ada sekitar kurang lebih 80 titik yang sudah dipasang dan tersebar sejak empat tahun lalu di sepanjang pantai dari Ampenan, Tiga Gili hingga Labuhan Haji," jelas Ahsanul.
Dipaparkan, rambu jalur evakuasi ini dibuat untuk memudahkan masyarakat untuk mengungsi atau menentukan di mana titik kumpul manakala terjadi bencana atau hal-hal yang tidak diinginkan.
"Nantinya, masyarakat akan diarahkan ke tempat lebih tinggi sebagai bagian dari upaya penyelamatan sementara. Artinya sudah ada upaya mitigasi yang dilakukan," katanya.
Menurutnya, khusus di kawasan Tiga Gili, Lombok Utara, titik kumpulnya ada di Pelabuhan Bangsal di Pemenang.
Sementara, di wilayah lainnya difokuskan pada daerah ketinggian yang sudah ada rambu terpasangnya.
Ditambahkan, BPBD NTB bekerjasama dengan BMKG juga telah memasang sirene peringatan dini tsunami.
"Dalam waktu dekat BMKG juga akan menyerahkan alat EWS (Early Warning System) yang sudah dipasang di beberapa lokasi yang menjadi bagian dari peringatan bagi masyarakat sehingga ada pencegahan terhadap jatuhnya korban yang lebih banyak," imbuhnya.
Pembentukan Desa Tangguh Bencana
Selain sarana mitigasi, Ahsanul menambahkan, saat ini di NTB juga sudah terbentuk sedikitnya 36 Desa Tangguh Bencana.
Desa Tangguh Bencana itu tersebar di pulau Lombok dan Sumbawa, terutama di kawasan-kawasan yang berpotensi dalam 11 jenis kebencanaan.
Ia merincikan, 36 Desa Tangguh Bencana itu antara lain dua Kelurahan di pesisir Kota Mataram, yakni Kelurahan Jempongbaru di Kecamatan Sekarbela dan Kelurahan Ampenan Selatan di Kecamatan Ampenan.
Di Lombok Utara, ada di Desa Pemenang Barat, Desa Gili Indah, Desa Pemenang, dan Desa Bentek di Kecamatan Gangga.
Di Kabupaten Lombok Barat, desa tangguh bencana terdapat di Desa Senteluk, Desa Lembar Selatan, Labuan Terang, desa Guntur Macan, Kecamatan Gunungsari, desa Lembuak dan Badrain di Kecamatan Narmada.
Di Lombok Timur, ada Desa Lenting di
Kecamatan Sakra Timur, Desa Timbanuh di Kecamatan Pringgasela, Kelurahan Selong dan Desa Mekar Sari di kecamatan Suela.
Sementara di Kabupaten Lombok Tengah desa pesisirnya terdapat di desa Mertak, Kecamatan Pujut dan tiga desa lainnya.
“Khusus di Pulau Sumbawa, terdapat tiga
desa di Sumbawa Barat, tiga desa di Kabupaten Bima, tiga kelurahan di Kota Bima, tiga kelurahan di Kabupaten Dompu dan satu desa di Kabupaten Sumbawa, yakni desa Pelat di Kecamatan Unter Iwes,” papar Ahsanul.
Menurutnya, seluruh desa dan kelurahan
yang tangguh bencana itu sudah mendapatkan edukasi, sosialisasi dan pemahaman tentang bencana sejak tahun 2011 hingga tahun 2018 lalu.
"Mereka juga dilatih dengan berbagai kegiatan untuk penanganan bencana," katanya. (*)