DIDUGA LANGGAR PERDA. Lokasi pembangunan perumahan yang diduga melanggar Perda Sawah Abadi di Desa Sembung, Narmada, Lombok Barat. (Istimewa) |
LOMBOK BARAT - Pembangunan proyek perumahan bersubsidi Sembung Palace di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, diduga melanggar aturan.
Pasalnya, rencana pembangunan perumahan tersebut, berdiri di lokasi sawah abadi atau sawah berkelanjutan.
Dari pantauan mandalikapost.com pada Sabtu (20/7) kemarin, memang terlihat belum ada pembangunan unit rumah.
Namun lahan yang sudah diratakan tersebut jelas terpasang baliho bertulis perumahan bersubsidi Sembung Palace.
Pada baliho tersebut menawarkan pemesanan unit rumah bersubsidi pada masyarakat, dengan pengembang PT Maulana Raya Lombok.
Terpantau, alat berat yang digunakan masih berada di lokasi. Namun proyek pembangunan perumahan bersubsidi tersebut belum dilakukan lantaran terkendala izin.
Diketahui, lokasi rencana pembangunan perumahan tersebut merupakan lokasi persawahan yang masuk kategori sawah abadi atau berkelanjutan.
Artinya, tidak diperkenankan adanya pembangunan permanen di lokasi tersebut, semisal perumahan.
Dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi NTB, ada klausul yang mengatur tentang syarat pembangunan perumahan, di mana pembangunan dilarang di lokasi sawah abadi.
Selain Perda, aturan hukum lebih tinggi di atasnya juga melarang pembangunan perumahan di lokasi lahan produktif. Aturan-aturan tersebut di antaranya, Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 50 tahun 2001 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air), Undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, dan Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum Nomor 33 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A.
Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Lombok Barat (Lobar), H Lalu Winengan, sebelumnya dihubungi melalui sambungan telepon membenarkan belum menerbitkan izin rencana pembangunan perumahan di sana.
Dia memahami betul risiko menerbitkan izin di lahan yang produktif.
"Sampai hari ini, kami belum pernah mengeluarkan izin apapun khusus pengembangan perumahan di wilayah desa Sembung, kecamatan Narmada," kata Winengan yang dikonfirmasi melalui telpon selulernya, Minggu.
Pemerintah terus mengupayakan perlindungan terhadap sektor pertanian dengan menggunakan konsep RTRW yang harus memiliki sawah. NTB salah satu daerah yang mendapat prioritas untuk sawah abadi, sehingga pengembangan properti harus mematuhi segala aturan jika ingin terhindar dari sanksi.
Terpisah, salah satu warga desa Sembung, Kecamatan Narmada, Nuriyanti membenarkan jika lahan perumahan itu berdiri di areal persawahan milik warga.
"Sekarang ini, para pemilik sawah tengah melakukan negoisasi dengan pengembang untuk pembayaran tanahnya," kata Nuriyanti.
Ibu dua anak ini mengaku, harga kisaran tanah yang dijadikan areal perumahan itu antara Rp30-50 juta per arenya.
Menurut dia, ia juga memiliki sekitar 4 are tanah yang masuk lokasi pengembangan perumahan.
Namun, kata Nuriyanti dirinya belum mau melepas tanahnya untuk dijadikan areal perumahan oleh perusahaan tersebut meski sejumlah karyawan perusahan telah mendatanginya berulang kali.
"Kalau saya enggak mau melepas bukan berarti enggak mau uang. Tapi, dari tanah yang saya punya itu lagi ditanami padi dan itu saya pakai untuk biaya sekolah anak-anak," tandas Nuriyanti.
Sementara itu, hingga berita ini dipublish, pihak PT Maulana Raya Lombok selaku pengembang belum berhasil dihubungi untuk konfirmasi. MP/Tim