JUMPA PERS. Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah bersama Kepala Stasiun Geofisika BMKG Mataram, Agus Riyanto dalam jumpa pers Kamis malam (4/7) di Rumah Langko Mataram. |
MATARAM - Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah menggelar jumpa pers, Kamis malam (4/7), di Rumah Langko Mataram, menanggapi sejumlah berita tentang potensi gempa 9.0 Magnitudo di Selatan Lombok.
Gubernur didampingi Karo Humas dan Protokol Pemprov NTB, Najamuddin Amy, Kepala Dinas Penanaman Modal H Lalu Gita Aryadi, dan Kepala Stasiun Geofisika BMKG Mataram, Agus Riyanto.
"Kita sedang dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi (pasca gempa 2018), jangan sampai terjadi kepanikan lagi," kata Gubernur Zul.
BACA JUGA : Tingkatkan Mitigasi, UNU NTB Gelar Seminar Manajemen Kebencanaan !!
Ia mengatakan, NTB masih berjuang untuk bangkit pasca bencana tahun lalu. Dan saat ini geliat pariwisata mulai nampak membaik di daerah ini.
"Saya baru datang dari Australia, dari Perth itu tak satu pun kursi pesawat kosong, karena orang senang datang ke Lombok ini. Nah, geliat (pariwisata) yang mulai bagus ini, jangan sampai terganggu dengan kegaduhan yang nggak perlu lah," tukasnya.
Sebelumnya berita tentang potensi gempa bumi berkekuatan 9.0 Magnitudo disusul potensi Tsunami di Selatan Lombok, dilansir sejumlah media massa sejak Kamis siang (4/7).
Berita mengutip hasil kajian ahli gempa dan tsunami dari Departemen Ilmu Geologi, Brigham Young University Amerika, Profesor Ronald Albert Harris PhD, yang menyampaikan materinya dalam sebuah seminar manajemen bencana di Universitas NU NTB.
BACA JUGA : Lempeng Bumi di Selatan Lombok Menyimpan Potensi Gempa 9.0 Magnitudo !!
Gubernur Zul berharap masyarakat tidak perlu panik dengan berita tersebut, apalagi bila sumber berita adalah kajian dan diskusi ilmiah.
"Kalau dalam diskusi ilmiah biasa kok. Presentasi pakar-pakar kan memang mengerikan," katanya.
Ia menekankan, yang paling penting saat ini adalah dalam skenario potensi seperti itu bagaimana kesiapan mitigasi pemerintah dan masyarakat menghadapi bencana.
"Yang penting bagaimana kita, apa yang harus kita lakukan. Sehingga ketika (bencana) itu terjadi, kita lebih dari siap untuk mengantisipasi kemungkinan yang terjadi," tegasnya.
Ia memaparkan, kajian-kajian ilmiah soal potensi bencana jangan sampai membuat panik masyarakat.
Masyarakat juga diharapkan teliti dalam mencerna pemberitaan berbasis hasil penelitian.
"Dalam diskusi ilmiah biasa kok. Bahkan ada kan yang memprediksi kiamat tahun depan?," katanya.
Gubernur menambahkan, peningkatan literasi mitigasi terus dilakukan di NTB.
Proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa 2018 juga terus berjalan dengan baik.
Ia berharap, semua proses bisa berjalan lancar dan NTB bisa benar-benar bangkit.
"Di Indonesia, kita di NTB menjadi daerah percontohan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Jadi kalau anda melihat taman mawar jangan (hanya) lihat durinya lah," tukasnya.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Mataram, Agus Riyanto. |
Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika BMKG Mataram, Agus Riyanto menjelaskan, potensi gempa hingga 9.0 Magnitudo di Selatan Lombok merupakan hasil riset yang dilakukan ahli gempa dan tsunami dari Brigham Young University (BYU) Amerika Serikat, Prof Ronald A Harris PhD bersama timnya pada tahun 2012 silam.
"Jadi ini Tsunami pada masa lampau. Pada 2012, beliau (Prof Ronald Harris) bersama tim, dan bersama BMKG juga, itu melakukan penelitian menyisir pantai di Selatan Lombok, terus Bali, sampai ke Banyuwangi," papar Agus.
"Sehingga disimpulkan bahwa 500 tahun silam pernah terjadi tsunami di tempat itu," katanya.
Masih dalam rangkaian penelitian tersebut, pada penggalian kedalaman tertentu tim menemukan kembali pasir yang berusia 1000 tahun, sehingga disimpulkan bahwa 1000 tahun lalu pernah terjadi tsunami di temoat itu.
Gap waktu ratusan tahun itu kemudian dianalisa sebagai siklus gempa dan tsunami.
"Nah point dari (seminar manajemen kebencanaan) Prof Ronald Harris di Mataram tadi, sebenarnya bagaimana kajian-kajian ini membuat kita saat ini lebih waspada dan menyiapkan mitigasi untuk menghadapi potensi Tsunami yang ada di Lombok. Itu tadi pointnya," katanya.
Agus Riyanto yang juga hadir dalam Seminar Manajemen Kebencanaan di UNU NTB menilai, ada pesan yang tidak utuh yang dikutip sejumlah media sehingga berita yang muncul seolah akan terjadi gempa dan tsunami cukup besar di Lombok.