BIJAK BERMEDSOS. Plt. Kepala Dinas Kominfotik NTB, I Gede Putu Aryadi saat memberikan materi Bijak Bermedia Sosial di Universitas Mataram. (Kolase/Istimewa) |
MATARAM - Media sosial sebagai trend turunan perkembangan teknologi ibarat pisau bermata dua. Akan bermanfaat bila digunakan dengan tujuan baik, sebaliknya akan merugikan jika disalahgunakan.
"Karena itu, mari kita gunakan ruang media sosial untuk sharing hal-hal yang produktif," kata Plt Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Kominfotik) Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos. MH, saat mengisi materi seminar "Bijak Bermedia Sosial", Kamis (15/8) di Audotarium Yusuf Abubakar Universitas Mataram (Unram).
Seminar melibatkan tak kurang dari 1.700 orang Mahasiswa Baru (Maba) FKIP Unram, digelar untuk lebih memantapkan peran mahasiswa agar dapat berkontribusi positif dalam bermedia sosial.
Aryadi memaparkan, syarat sebuah informasi layak untuk ditampilkan di akun media sosial ada tiga komponen utama.
Pertama, informasi itu akurat atau sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi dan penting diketahui oleh masyarakat.
Kedua, adalah informasi yang apabila di share akan memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan kemanfaatan atau mencerahkan bagi masyarakat.
"Dan ketiga adalah informasi yang apabila dipublish dapat memberikan ketenangan dan kesejukan. Bukan malah menimbulkan ketakutan, kekesalan bahkan menimbulkan kegaduhan atau konflik di tengah masyarakat," katanya.
Sehingga, lanjut Aryadi, jika ketiga syarat tadi tidak terpenuhi, maka jangan pernah men-share sesuatu informasi, baik foto, komentar ataupun vlog di akun media sosial.
Sebab, selain dapat menimbulkan keresahan sosial atau konflik dan pertikaian, pelakunya pun bisa terancam pidana.
Aryadi yang juga alumni FKIP Unram menegaskan bahwa teknologi sesungguhnya diciptakan untuk tujuan yang baik agar masyarakat lebih mudah dan cepat mendapatkan ilmu atau mengakses informasi sebagai sarana pengembangan aktualitas diri dan kepribadiannya.
"Saat ini, cukup dengan memegang gadget dan smart phone saja, kita sudah bisa mengetahui berbagai hal di seluruh belahan dunia," ujar Atyadi.
Menurutnya, jika kemudahan-kemudahan itu dimanfaatkan untuk hal-hal produktif, tentu bisa juga membantu banyak masyarakat di banyak sektor.
"Misalnya Medsos dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi tentang pendidikan, pertanian, pertambangan, pariwisata, ekonomi, memperkuat jaringan dan aktivitas bisnis lainnya, daerah kita NTB yang indah ini, pasti akan maju dan Gemilang," katanya.
Ia mengajak para mahasiswa Unram memanfaatkan Medsos untuk hal-hal yang produktif dan bisa membantu mewujudkan NTB Gemilang.
Apalagi, paparnya, lewat NTB Gemilang Pemda NTB saat ini telah mencanangkan 60 Program Unggulan di sektor Pendidikan, Kesehatan serta Industrialisasi yang bertumpu pada sektor Pertanian, Pariwisata dan UMKM.
"Mari mulai saat ini, akun medsos kita masing-masing dipenuhi dengan informasi atau foto-foto dan video/vlog yang mendidik dan menentramkan masyarakat, sehingga tidak ada ruang bagi hater yang merusak harmoni kehidupan kita," tukasnya.
Menurutnya, sebagai generasi muda cerdas berpendidikan, mahasiswa FKIP Unram harus menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat, dalam menggunakan media sosial secara cerdas dan bijak.
Misalnya untuk mempromosikan NTB ke dunia luar, seperti program pengembangan 99 Desa Wisata, mengenal kuliner dan lain-lain.
"Jangan hanya untuk game online apalagi hoax, hate atau provokasi lainnya, karena akan merusak kita semua," ujar mantan Irbansus Inspektorat NTB itu.
Mengenali dan Mengatasi Hoax
Dalam sesi tanya jawab, sejumlah mahasiswa Unram menanyakan sejumlah masalah terkait informasi dan komunikasi. Hal yang menonjol dipertanyakan adalah bagaimana mengenali dan mengatasi berita atau informasi hoax.
Menjawab hal tersebut, Aryadi menjelaskan, untuk mengenali hoax bisa dimulai dari melihat judul yang cenderung menggunakan kata-kata sensasional atau bombastis, sangat menarik simpati, tapi kalau diteliti lebih dalam, ternyata isi pesannya adalah di luar logika untuk bisa diwujudkan.
"Biasanya para pelaku kriminal di dunia maya, cenderung mengambil sebuah informasi resmi yang sudah basi, kemudian diubah dan ditambahi sehingga menjadi hoax, sebagai motif melakukan penipuan," katanya.
Untuk itu, ia meminta agar peran kaum milenial lebih mengedepankan upaya check and recheck, klarifikasi atau kalau dalam dunia pesantren lebih dikenal dengan istilah "Tabayyun" sebelum informasi dishare ke khayalak publik.
"Karena pembuat dan penyebar berita bohong tidak menutup kemungkinan akan berhadapan dengan masalah hukum, dalam hal ini UU ITE. Sehingga informasi yang tersebar di medsos harus di-chek dari sumber informasi dari media-media resmi," ungkapnya.
Ia mencontohkan, jika ada informasi tentang pemerintah maka harus dichek terlebih dahulu di website resmi pemerintahan.
"Begitu juga masalah kriminal dan lain sebagainya, karena semua website pemerintahan maupun website berita memiliki alamat domain yang mempunyai payung hukum yang berlaku," katanya. (*)