Kabid Pengelolaan Hutan Dinas LHK NTB, Julmansyah S.Hut., MAP. (Istimewa) |
MATARAM - Seolah bekerja dalam senyap, selama setahun terakhir Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB berhasil menginisiasi pengembangan industri minyak atsiri berbasis desa lingkar kawasan hutan di NTB.
Kepala Dinas LHK NTB melalui Kepala Bidang Pengelolaan Hutan Dinas LHK NTB, Julmansyah S.Hut., MAP mengungkapkan, setelah selama setahun melakukan persiapan, saat ini industri minyak atsiri sudah berjalan di Desa Kerta Gangga, Desa Santong dan Desa Gumantar di Kabupaten Lombok Utara.
"Hampir setahun Dinas LHK menyiapkan dalam sunyi, kini cikal bakal industri kehutanan dalam bentuk minyak atsiri) itu akan segera terwujud," kata Julmansyah, Jumat (9/8) di Mataram.
Minyak atsiri yang diproduksi di tiga DEsa ini terutama untuk jenis Clove Oil (minyak
Cengkeh), Cajuput Oil (minyak Kayu
Putih) dan Citronela Oil (Serai Wangi).
Putih) dan Citronela Oil (Serai Wangi).
"Kita memang mulai dari Kabupaten Lombok Utara dimana kawasan ini epicentrum gempa bumi setahun lalu. Saat ini produktivitas mereka cukup baik, dengan total tungku penyulingan minyak sebanyak 8 unit," kata Julmansyah.
Tungku penyulingan Clove Oil (minyak Cengkeh) di Lombok Utara. (Istimewa) |
Ia menjelaskan, Dinas LHK NTB memilih daerah Lombok Utara dipilih sebagai cikal bakal indutsri ini, sebagai salah satu upaya percepatan merecovery perekonomian masyarakat di sana, terutama pasca gempa.
Menurutnya, NTB ke depan akan menjadi produsen produk minyak atsiri, terutama untuk jenis Clove Oil (minyak cengkeh), Cajuput Oil (minyak kayu putih) dan Citronela Oil (Serai Wangi).
"Semua produk ini akan kita eksport ke Eropa, selain memenuhi kebutuhan pasar nasional. (Industrialisasi Kehutanan) Inilah salah satu implementasi ikhtiar pemerintahan Zul-Rohmi dalam NTB Gemilang," katanya.
Julmansyah mengatakan, pada September 2019 mendatang unit processing industri kehutanan ini akan menjadi kado satu tahun pemerintahan NTB Gemilang.
Produk ini akan menjadi produk kehutanan di Pulau Lombok dan Sumbawa sekaligus jawaban atas kondisi saat ini.
Proyeksi bisnis industri minyak atsiri ini, menurut Julmansyah cukup menjanjikan.
Apalagi bahan baku untuk mendukung industri minyak atsiri di NTB cukup memadai dan tersedia di Lombok juga Sumbawa. Terutama untuk tanaman Cengkeh, Kayu Putih dan Serai Wangi.
Berdasarkan data potensi Dinas LHK NTB, Kayu putih dan Nilan tersedia di wilayah KPH Rinjani Barat di Pulau Lombok. Sedangkan Serai wangi ada di Lombok Utara, KPH Ampang Plampang dan KPH Puncak Ngengas Batulanteh di Pulau Sumbawa.
"Bahan baku dari industri ini pun hanya ditanam sekali, baik tanaman Cengkeh, Kayu Putih dan Serai Wangi, kemudian sepanjang tahun bisa dipanen. Jadi dari sisi bahan baku sangat mendukung," katanya.
Ia menjelaskan, industri minyak atsiri di Lombok Utara dikembangkan Dinas LHK NTB bersama PT Natura Aromatik Nusantara, sebuah perusahaan yang menjalin kerjasama kemitraan dengan masyarakat setempat.
"Perusahaan ini juga memberdayakan masyarakat, misalnya mereka bisa bekerja untuk memungut atau memanen daun cengkeh kering," katanya.
PT Natura Aromatik Nusantara juga merupakan perusahaan vendor untuk ekspor minyak atsiri ke sejumlah negara di Eropa.
Laman Wikipedia menyebutkan Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eterik (aetheric oil), minyak esensial (essential oil), minyak terbang (volatile oil), serta minyak aromatik (aromatic oil), adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami.
Di dalam perdagangan, hasil sulingan (destilasi) minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi. (*)