Nauvar Furqony Farinduan. (Istimewa) |
MATARAM - Pembahasan dan penetapan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) Provinsi NTB Tahun 2020 yang dinilai tergesa-gesa dengan waktu sangat singkat, kini menuai polemik.
Apalagi KUA PPAS 2020 yang ditetapkan sebesar Rp5,6 triliun lebih, selanjutnya akan ditetapkan sebagai APBD NTB 2020, yang pasti berkaitan dengan kepentingan pembangunan daerah dan masyarakat NTB.
Anggota DPRD NTB terpilih Dapil KLU - Lombok Barat, Nauvar Furqony Farinduan mengatakan, secara prinsip pihaknya berharap untuk Eksekutif baik Gubernur dan SKPD atau pun anggota DPRD NTB demisioner untuk tidak bersikap terkesan "superior" terkait penetapan KUA PPAS yang sangat tergesa-gesa ini.
"(Kalau tergesa-gesa) bagaimana bisa KUA PPAS 2020 ini benar-benar menggambarkan representasi program dan kebijakan yang mewujudkan visi misi NTB Gemilang ke depan?," tukasnya, saat dimintai tanggapan, Kamis 15/8) di Mataram.
Politisi muda yang akrab disapa Farin ini menekankan, harus dipahami bahwa hubungan kerja antara Eksekutif dan Legislatif secara konseptual adalah seperti Principal dan Agen sebagaimana konsep Bergman & Lane.
"Makna Principal dalam hal ini adalah dimana kami para dewan baru yang terpilih, merupakan pembawa mandat dan harapan baru bagi masyarakat khususnya mandat di mana Dapil Masyarakat kami memilih," katanya.
Menurutnya, KUA PPAS 2020 seharusnya perlu ditelaah dengan baik dan cermat, agar KUA PPAS 2020 ini benar-benar menggambarkan representasi program dan kebijakan pemerintah dan benar-benar dirasakan masyarakat.
"Kebetulan saya memiliki pengalaman sebagai penyusun anggaran (pada saat di Kementerian Pendidikan). Jadi jangan kemudian pemerintahan ini malah melakukan kebiasaan-kebiasaan administrasi saja, tanpa ada inovasi dan kreasi sebagaimana harapan baru masyarakat ke depan," tegasnya.
Farin memaparkan, perlu dikaji secara detil bahwa anatomi APBD 2020 harus benar benar memperhatikan prioritas belanja, jenis belanja, dan ukuran hasil.
Selain itu perlu juga ditelaah dengan melakukan elaborasi yang baik ke dalam dimensi output, sub output, komponen, hingga sub komponen, sehingga anggaran tersebut telah benar benar mengakomodir segala aspek pertimbangan yang sebijak-bijaknya.
Pasca KUA PPAS ini ditetapkan, lanjutnya, kemudian akan ada ruang ruang pembedahan di Banggar dan Komisi-Komisi yang kemudian akan membahas RKA-SKPD di mana ruang tersebut akan membahas hingga per digit belanja kegiatan.
"Perlu dipahami juga, ini adalah masa transisi, sehingga jangan sampai kemudian ada ketidakpahaman banyak pihak yang bisa menimbulkan distrust yang akan berimbas kepada banyak pihak dan kemudian malah memperlambat proses pembangunan ke depannya," ujar Farin.
Ia menekankan, yang dikhawatirkan dengan terburu buru penetapan KUA PPAS ini dapat menimbulkan yang disebut dengan slack anggaran.
Artinya, pemerintah cenderung memperbesar anggaran belanja dengan indikator kerja hanya serapan, tapi antitesanya adalah mengindahkan potensi pemanfatan anggaran yang bisa memberikan ruang pendapatan atau pemasukan yang lebih besar bagi daerah.
"Saya berharap para pihak jangan berfikir kerdil bahwa ini hanya cuma permasalahan pembagian kue anggaran. Tapi saya secara pribadi khawatir sesuatu yang lebih besar dan memiliki resiko yang ujung-ujungnya masyarakat kemudian justru tidak merasakan keberadaan kita semua bagi mereka," pungkas Farin. (*)