Kepala BPBD NTB H Ahsanul Khalik saat menghadiri Diskusi Kebijakan 1 Tahun Pasca Gempa NTB, di Mataram. |
MATARAM - Penanganan dan percepatan pemulihan pasca bencana gempa bumi NTB 2018, perlu dilakukan secara holistik, bersinergi antar pihak, termasuk antar Pemda Kabupaten/Kota terdampak.
Apalagi dalam tahap transisi menuju tahap rehabilitasi dan rekonstruksi seperti saat sekarang ini.
Hal ini mencuat dalam dialog kebijakan setahun pasca gempa NTB 2018, yang digelar Walhi NTB dan jaringan, Jumat sore (30/8), di Cafe DeLima Mataram.
Diskusi dihadiri Direktur Walhi NTB Murdani, Ketua BPBD NTB H Ahsanul Khalik, perwakilan BPBD Lombok Utara, beberapa Camat di daerah terdampak, dan perwakilan jejaring Walhi NTB.
Dijumpai usai diskusi, Kepala BPBD NTB H Ahsanul Khalik mengatakan, penekanan dalam diskusi adalah bagaimana NTB bisa menghadapi bencana dan penanganan pasca bencana secara terpadu ke depannya.
"Yang pasti kita butuh kebersamaan untuk menghadapi situasi kondisi kebencanaan yang ada di NTB. Bukan saja pada saat gempa, tetapi bencana-bencana lainnya pun kita harus lebih siap ke depannya," kata Ahsanul.
Menurutnya, Perda Perencanaan Pembangunan Ramah Bencana harus kita wujudkan bersama. Dimana hal ini juga membutuhkan keikutsertaan dan partisipasi komunitas dan masyarakat dalam rangka mitigasi bencana, penanganan bencana, bahkan juga rehab rekon.
"Ini yang didorong dalam diskusi tadi, dimana ada satu formulasi ke depan agar kita di NTB lebih siap menghadapi hal-hal (kebencanaan) yang memang pasti atau bisa saja terjadi. Karena NTB ini kan punya potensi bencana yang besar," katanya.
Ahsanul mengatakan, diskusi semacam ini penting dilakukan. Bila perlu terjadwal rutin setiap tiga bulan sekali.
Terkait percepatan pembangunan di masa transisi, Ahsanul mengatakan, hal itu tetap dilakukan dengan upaya yang maksimal.
Menurutnya, pasca perpanjangan masa transisi yang semua berakhir 25 Agustus dan diperpanjang hingga 25 Desember, Pemerintah Provinsi NTB sudah meminta agar Pemda di Kabupaten dan Kota terdampak untuk turut berperan aktif dalam percepatan.
"Kami sudah mengeluarkan surat khusus yang ditandatangani oleh pak Gubernur. Yang pertama kita minta (Pemda) Kabupaten/Kota segera menuntaskan validasi data anomali di wilayahnya," katanya.
Validasi data itu kemudian akan direkomendasi oleh Gubernur untuk meminta tambahan anggaran ke pemerintah pusat.
Yang kedua, papar dia, surat tersebut juga meminta Pemda Kabupaten dan Kota untuk mengantisipasi berakhirnya masa transisi darurat nanti pada 25 Desember mendatang.
Sebab, data rumah rusak yang belum masuk maka akan ditanggung oleh APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani.
"Kita dorong Pemda Kabupaten/Kota juga bersiap. Sementara kita dorong yang sudah masuk di dalam data ini, setidaknya sudah progres pembangunan fisik (RTG) sehingga dana itu tidak bisa diambil kembali pusat," katanya.
Ia menambahkan, Pemda Kabupaten/Kota terdampak juga harus melakukan pendampingan terhadap pembangunan rumah tahan gempa (RTG) yang sedang proses ketika masa transisi darurat sudah habis.
"Maka dari sekarang pak Gubernur melalui surat itu meminta Kabupaten/Kota menyiapkan anggaran pendampingan," katanya.
Sementara itu, Direktur Walhi NTB Murdani mengatakan, yang menarik dalam diskusi kebijakan yang digelar itu antara lain muncul bahwa progres penanganan gempa dalam konteks transisi darurat dan rehab rekons bisa didapat gambarannya.
"Ini tentu memudahkan bagi kami untuk memberikan saran masukan," katanya.
Dipaparkan, dalam diskusi terungkap, saat ini progress pembangunan RTG sudah mencapai 23 persen yang sudah selesai dibangun, dan 65 persen lainnya sedang dalam proses pembangunan dengan rerata kemajuan mencapai 60-95 persen.
"Nah sekarang ini kan masa transisi darurat diperpanjang, masih ada waktu sekitar empat bulan ke depan untuk percepatan. Ini yang ingin kami kawal, semua pihak ikut terlibat mengawasi agar sesuai tepat waktu," katanya.
Murdani berharap sisa waktu empat bulan ini bisa dimanfaatkan dengan maksimal.
"Sebab kasihan masyarakat yang masih tinggal di hunian sementara. Apalagi sebentar lagi memasuki musim hujan," katanya.
Di sisi lain, secara psikologis masyarakat korban gempa juga tak mungkin melepas trauma selama kehidupan mereka belum normal.
"Selain itu mereka juga harus berjuang untuk pemulihan kondisi ekonominya," katanya.
Murdani berharap BPBD NTB bisa menggenjot percepatan pembangunan RTG dalam empat bulan ke depan.
Seperti diketahui, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menargetkan pembangunan lebih dari 222 ribu rumah yang rusak akibat gempa bumi 2018 di Lombok, NTB, akan tuntas pada akhir Desember 2019 mendatang.
Kepala BNPB Letjen TNI Doni Morado menjelaskan, pemerintah melalui rapat koordinasi di Kemenko PMK sudah memutuskan memperpanjang masa transisi darurat pasca bencana Gempa NTB.
Masa transisis darurat yang seharusnya selesai pada 25 Agustus 2019, diperpanjang hingga 25 Desember 2019.
"Hingga saat ini, dari sekitar 222 ribu rumah rusak, sudah 171 ribu yang berhasil diperbaiki dan dalam proses perbaikan. Sehingga dengan perpanjangan (masa transisi) kita masih punya waktu empat bulan untuk menyelesaikan 50 ribu sisanya sampai Desember 2019," Doni Morado, usai pembukaan Lokakarya Nasional tentang Shelter dan Pemukiman Pasca Bencana, Selasa (20/8) di Hotel Lombok Raya, Mataram.
Doni menekankan, pemerintah sangat peduli dan serius menangani dampak pasca bencana gempa bumi di NTB.
Menurutnya, kesan lambannya perbaikan rumah dan pembangunan kembali Rumah Tahan Gempa (RTG) di NTB karena memang jumlah kerusakan akibat gempa sangat banyak.
Gempa beruntun Juli-Agustus 2018 silam telah merusak lebih dari 222 ribu rumah tersebar di tujuh daerah Kabupaten/Kota di NTB. 75 ribu diantaranya rusak berat dan harus dibangun kembali dengan konsep RTG.
Pemerintah sudah menyalurkan dana sebesar Rp5,1 Triliun sebagai dana stimulan bantuan korban gempa untuk korban gempa yang rumahnya rusak. (*)