LOMBOK UTARA - Setahun pascagempa melanda pulau Lombok, masyarakat terdampak hingga kini masih terus berusaha untuk bangkit.
Rasa takut dan trauma memang masih melekat, karena meskipun gempa dengan skala besar tidak lagi terjadi, namun guncangan-guncangan dengan skala kecil masih saja rutin menghampiri.
Seperti warga Dusun Luk Timur, Desa Sambik Bangkol, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, dari sekitar 600 kepala keluarga (KK) atau sekitar 1500-an jiwa, belum semua warganya yang kembali pulang.
Itu terjadi, selain pembangunan rumahnya yang rata dengan tanah akibat guncangan gempa belum tuntas dibangun akibat berbagai sebab, juga karena rasa takut masih menghinggapi.
Sehingga tidak heran kalau masih banyak diantara warga Dusun Luk Timur yang tinggal di pengungsian.
Peduli dengan para korban gempa di Lombok, Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) dan Pewarta Foto Indonesia (PFI), dengan menggandeng AJI Mataram dan Forum Wartawan Pariwisata NTB, ikut peduli dengan memberikan bantuan kemanusiaan, yang merupakan hasil pengumpulan dana dari proyek buku dan pameran foto Lombok Palu Donggala Rev!val.
"Ada tiga daerah di Lombok yang menjadi sasaran pemberian bantuan, yaitu Kabupaten Lombok Utara, Lombok Barat, dan Lombok Timur, senilai total Rp 50 juta. Untuk Lombok Utara, kita memberikan bantuan kepada warga Dusun Luk Timur, Desa Sambik Bangkol, Kecamatan Gangga," kata Koordinator Lapangan, Ahmad Subaidi, Jumat (9/8).
Bantuan yang diberikan, lanjut Pewarta Foto LKBN Antara Biro NTB ini, yaitu buku tulis, alat tulis, tas Sekolah, tandon air, Sembako dan uang tunai untuk renovasi Mushola Nurul Iman, Dusun Luk.
"Nilainya memang kecil dan tidak seberapa, namun kami berharap semoga bisa bermanfaat. Harapannya, kegiatan kemanusiaan seperti ini bisa diikuti oleh instansi atau lembaga lain, untuk membantu kebangkitan saudara-saudara kita korban gempa agar cepat bangkit," harapnya.
Sementara Saprudin, Ketua RT mewakili Kepala Dusun Luk Timur, mengucapkan terima kasih atas bantuan para wartawan.
"Jujur kami akui, banyak warga kami yang masih trauma. Bahkan sampai sekarang ada warga yang masih di pengungsian, atau di rumah keluarganya," ujarnya.
Dengan adanya bantuan seperti ini, sambungnya, paling tidak bisa membantu memulihkan mental warga yang terdampak bencana gempa, sehingga bisa segera bangkit dan aktifitas normal kembali.
"Saat ini, tahap pembangunan rumah kami belum optimal bisa dilakukan, masih 60 persen. Itu karena terkendala dengan bahan bangunan yang minim di lapangan. Kalaupun ada, harganya juga tinggi (mahal). Sementara di satu sisi, bantuan dari pemerintah untuk membangun rumah juga terbatas," terangnya.
Persoalan lainnya, karena hampir semua warga Lombok menjadi korban gempa, dan banyak yang rumahnya juga dibangun. Maka tukang bangunan atau pun tukang kayu sekarang menjadi langka.
"Coba lihat saja, hampir setahun gempa terjadi, bangunan rumah kami baru pondasi, tiang, dan atap saja. Mau lanjutkan pembangunan, giliran tukang yang tidak ada," keluh Saprudin. (*)