HUNTARA SWADAYA. Amaq Pandiana dan keluarga beraktivitas di depan huntara swadaya di Dusun Dasan Tengak Timuk, Desa Sembalun Timba Gading, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur. (Foto: Rosidin/MP) |
MATARAM - Gempa bumi 2018 merusak lebih dari 222 ribu rumah penduduk di Nusa Tenggara Barat (NTB). Meski pemerintah pusat sudah menggelontorkan dana lebih dari Rp5 Triliun untuk bantuan stimulan, proses rehabilitasi dan rekonstruksi nampaknya masih berjalan lamban dan penuh kendala lapangan.
Setahun pasca Gempa, hingga 5 Agustus 2019, tercatat baru 60 ribu rumah berhasil dibangun kembali dan juga diperbaiki, serta 99 ribu lebih yang masih dalam proses pengerjaan.
Sementara 62 ribu sisanya, belum jelas nasibnya. Belum tersentuh maksimal program rehabilitasi dan rekonstruksi. Jika dikonversi tiap rumah minimal dihuni sebanyak 4 jiwa saja, maka bisa diperkirakan lebih dari 240 ribu jiwa masyarakat korban gempa 2018 di NTB, sampai saat ini belum bisa menempati hunian mereka seperti sediakala.
Masyarakat korban gempa bumi di sejumlah Desa di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur masih harus bertahan hidup di hunian sementara (Huntara) swadaya dan tenda darurat.
"Iya sudah satu tahun ini. Ya kami hidup di huntara swadaya ini, karena memang belum ada bantuan," kata Lukman (45) warga Dusun Baret, Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Selasa (6/8) kepada Mandalikapost.com di Sembalun.
Lukman dan keluarga menempati huntara swadaya dari bahan seadanya. Dindingnya dari bekas terpal di masa mengungsi dahulu, sementara atap juga terpal yang sebagian disisipi seng bekas atap bangunan rumah lama.
Rumah Lukman ambruk saat gempa bumi terjadi 29 Juli 2018 lalu. Sejak itu ia bersama istri dan tiga anaknya kehilangan tempat berteduh yang nyaman.
Lepas dari dinginnya pengungsian enam bulan yang lalu, Lukman dan keluarga kembali menempati huntara swadaya yang dibangun seadanya di pelataran di dekat bekas reruntuhan rumah lama mereka. Hingga saat ini.
Huntara swadaya milik keluarga Lukman di Dusun Baret, Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun. |
Di Dusun Dasan Tengak Timuk, Desa Sembalun Timba Gading, nasib yang sama dialami Amaq Pandiana (52). Bersama istri, dan juga anak serta menantu dan empat cucunya, Amaq harus rela berbagi tenda dan huntara swadaya.
"Sebelum (rumah rusak karena) gempa tahun lalu, memang anak dan menantu tinggal satu rumah dengan saya. Jadi sampai sekarang karena belum terima bantuan, ya kita juga tinggal sama-sama di rumah seadanya ini lah," kata Amaq Pandiana.
Seperti juga Lukman, Amaq Pandiana mengaku belum menerima bantuan stimulan untuk pembangunan rumah kembali. Meski sudah didata dan diverifikasi, hingga kini Amaq belum mendapatkan buku rekening tabungan bantuan stimulan.
"Sudah tanya ke (pemerintah) Desa, tapi Desa juga tidak ada jawaban. Kami pasrah saja akhirnya," kata Amaq Pandiana.
Lukman dan Amaq Pandiana hanya dua dari puluhan keluarga korban gempa bumi yang bernasib sama di Kecamatan Sembalun Lombok Timur. Mereka menjadi penyintas gempa yang terpaksa bertahan dengan kemampuan seadanya, walau dana stimulan yang seharusnya menjadi hak mereka sudah dikucurkan oleh pemerintah pusat ke daerah.
Sembalun dan Sambelia, adalah dua Kecamatan paling terdampak di saat gempa bumi pertama berkekuatan 6.4 Magnitudo mengguncang Lombok, pada Minggu pagi 29 Juli 2018, setahun yang lalu.
Di Kecamatan ini juga, Presiden Joko Widodo pertama kali menjanjikan bantuan stimulan Rp50 juta untuk tiap keluarga korban gempa yang rumahnya rusak. Satu tahun yang lalu.
BACA JUGA : Ada "Germo Aplikator" dalam Proses Rehab Rekons Pasca Gempa NTB, Gapeksindo Desak Pemerintah Lebih Tegas !!
Data BPBD NTB yang diterima mandalikapost.com Selasa (6/8) menyebutkan, gempa bumi beruntun yang terjadi di Lombok dan berdampak hingga Sumbawa pada Juli-Agustus 2018 silam telah menyebabkan kerusakan sebanyak 222.564 unit rumah, tersebar di 7 daerah Kabupaten dan Kota.
Jumlah rumah yang rusak tersebut terdiri dari 72.138 unit rumah rusak berat (RB), 33.373 unit rumah rusak sedang (RS), dan 114.053 unit rumah rusak ringan (RR).
Hingga Selasa (6/8), dari 72.138 unit rumah rusak berat (RB) tercatat sebanyak 15.283 unit rumah tahan gempa (RTG) selesai dikerjakan dan 42.944 unit masih dalam proses pengerjaan. Sementara 13.911 unit rumah lainnya atau selisih total RB dan komulatif RTG selesai dan dalam proses pengerjaan, tidak jelas dan tanpa keterangan. Besaran bantuan stimulan untuk setiap rumah RB yang ditetapkan pemerintah senilai Rp50 Juta.
Kemudian untuk 33.373 unit rumah RS, tercatat sebanyak 10.620 unit selesai dikerjakan dan 14.645 unit masih dalam proses pengerjaan. Sementara 8.108 lainnya, tidak jelas dan tanpa keterangan. Besaran bantuan stimulan untuk setiap rumah RS yang ditetapkan pemerintah senilai Rp25 Juta.
Sedangkan untuk 114.053 unit rumah RR, tercatat sebanyak 34.844 selesai dikerjakan dan 41.746 unit masih dalam proses pengerjaan. Sementara 38.363 unit lainnya, tidak jelas dan tanpa keterangan. Besaran bantuan stimulan untuk setiap rumah RR yang ditetapkan pemerintah senilai Rp10 Juta.
Dari data tersebut, jumlah total rumah rusak yang tidak jelas dan tanpa keterangan mencapai 62.382 unit, terdiri dari 13.911 RB, 8.108 RS, dan 38.363 RR.
Puluhan keluarga yang bernasib sama dengan Lukman dan Amaq Pandiana di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, bisa jadi masuk dalam 62 ribu lebih yang tidak jelas dan tanpa keterangan. Mereka sudah tercatat sebagai penerima dana stimulan bantuan pembangunan rumah korban gempa bumi dalam SK Bupati/Walikota, namun tak kunjung menerima bantuan.
Di Kota Mataram, sekitar 160 keluarga korban gempa bumi 2018 di lingkungan Gegutu Timur, Kelurahan Rembiga, Kecamatan Selaparang, juga mengaku belum tersentuh bantuan hingga kini.
Padahal, rumah mereka mengalami kerusakan akibat gempa bumi 2018 silam, dengan jenis kerusakan beragam mulai Rusak Ringan, Rusak Sedang, hingga beberapa di antaranya Rusak Berat (RB).
"Waktu pertama kali menyerahkan data itu ada sekitar 160 KK yang rumahnya rusak. Tapi sampai sekarang belum satu pun menerima bantuan," kata Ketua RT 02 Gegutu Timur, Farhan, kepada Mandalikapost.com.
Farhan menjelaskan, sejak pasca gempa Agustus 2018, masyarakat yang rumahnya rusak sudah menyerahkan data berupa KTP dan KK kepada pihak Kelurahan Rembiga. Namun beberapa bulan berjalan setelah itu, tidak ada kepastian.
"Di RT 02 sendiri ada 16 KK yang rumahnya rusak akibat gempa 2018," katanya.
Warga yang rumahnya rusak sempat menanyakan tindaklanjut bantuan kepada kepala lingkungan dan juga ke pihak Kelurahan Rembiga, namun jawabannya selalu saja diminta menunggu dan bersabar.
Menurut Farhan, jika mengacu data awal maka diperkirakan sekitar 160 KK korban gempa di Gegutu Timur belum menerima bantuan.
Kebanyakan dari mereka akhirnya berupaya memperbaiki kerusakan rumah secara mandiri. Namun, yang benar-benar tak mampu dan tak punya biaya hanya bisa pasrah hingga saat ini.
Dikonfirmasi Selasa (6/8) Kepala BPBD NTB, H Ahsanul Khalik menjelaskan, 62 ribu hasil selisih jumlah total rumah rusak akibat gempa bumi dan jumlah komulatif rumah selesai dikerjakan dan dalam proses pengerjaan, itu bisa jadi termasuk dalam data anomali.
"Ada data Anomali di dalamnya," kata Ahsanul.
Data anomali dimaksud misalnya, rumah sudah dibangun (untuk RB) atau diperbaiki (untuk RS dan RR) dengan upaya dan dana masyarakat sendiri, namun dana bantuan belum bisa dicairkan karena masih harus ada pemeriksaan khusus konstruksi dari tim khusus yang dibentuk Bupati/Walikota di masing-masing wilayah terdampak.
"Kalau data anomali ini sepertinya ada 40 ribuan, tersebar di 7 Kabupaten/Kota terdampak," katanya.
Ahsanul menampik masih banyak masyarakat korban gempa yang tidur di tenda. Menurutnya, tidur di hunian sementara swadaya pun sudah serasa tidur di rumah, karena huntara yang dibangun di halaman rumah dekat bekas rumah yang rusak.
"Kan (mereka) sudah tidur di rumahnya itu, dalam hunian sementara, tapi rata-rata sudah di halaman rumahnya yang lama," tukasnya.
BACA JUGA : BPBD NTB Terus Berupaya Percepat Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Gempa Bumi
Ahsanul menegaskan, proses percepatan tetap dilakukan. Berdasarkan data progress rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa NTB per tanggal 5 Agustus 2019 tercatat sebanyak 60.747 unit rumah selesai dibangun, dan 99.335 unit rumah dalam proses pengerjaan.
Kesan lamban proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana gempa NTB disoroti Le-Sa Demarkasi NTB.
"BPBD NTB harusnya mengevaluasi lagi, dimana masalah yang menghambat. Masih ada korban gempa yang tinggal dan tidur di tempat seadanya, kok dianggap biasa saja. Ini sudah satu tahun (pasca gempa), kalau mau refleksi ya lihat dulu apa semua korban gempa sudah menerima hak-hak mereka. Jangan refleksi setahun bencana bicara mitigasi-mitigasi saja, sementara masalah rumah korban gempa ini terabaikan," tegas Direktur Le-Sa Demarkasi NTB, Hasan Masat.
Hasan mensinyalir ada permainan mafia yang bekerja secara sistematis dari perencanaan, perbankan sampai kontraktor, dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi ini.
"Di sini pentingnya Gubernur dan Bupati serta Walikota benar benar turun langsung ke lapangan, lihat kondisi riil masyarakatnya. Kalau ditemukan pelanggaran terhadap aturan, copot saja para Kadis atau Kepala Badan yang bertanggungjawab terhadap program rehab rekons ini," katanya.
Hasan Masat menegaskan, Le-Sa Demarkasi juga akan bersurat ke aparat penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan bahkan ke KPK untuk mulai turun mengawasi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi di NTB.
"Saya pikir sudah saatnya APH bertindak pada dugaan praktek kejahatan kemanusiaan seperti ini," tukas Hasan Masat.
Hasan Masat menilai, bencana masih akan terus terjadi di Indonesia selama praktik menari diatas penderitaan para korban masih juga terjadi.
Setali tiga uang dengan harapan Lukman dan Amaq Pandiana, korban gempa bumi di Sembalun.
"Kalau kami sudah tidak khawatir lagi, mau gempa kecil atau besar sekali pun kami pasrah karena sudah setahun lebih juga kami tinggal tanpa rumah (yang layak). Malah lebih bagus kalau (ada) gempa besar lagi, biar semua merasakan apa yang kami rasakan saat ini," katanya. MP/Tim
Data Progress Rehabilitasi dan Rekonstruksi. (Sumber: BPBD NTB) |
Data Progress Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pertanggal 5 Agustus 2019 :
DANA BANTUAN
Dana Bantuan Yang Diberikan
Rp5.110.900.000.000
Dana Yang Telah Disalurkan ke Masyarakat
Rp4.864.139.000.000
Dana Yang Sudah Ditransfer ke Rekening POKMAS
Rp4.066.296.000.000
Dana Yang Masih di Rekening Masyarakat
Rp797.843.000
POKMAS TERBENTUK
9.150 pokmas Terdiri Dari 165.318 KK
Pokmas RB
5.034 pokmas 62.298 KK
Pokmas RS
1.116 pokmas 23.316 KK
Pokmas RR
3.000 pokmas 79.704 KK
RUMAH SELESAI
60.747 unit
Rumah Kategori RB
15.283 unit
Rumah Kategori RS
10.620 unit
Rumah Kategori RR
34.844 unit
RUMAH DALAM PENGERJAAN
99.335 unit
Rumah Kategori RB
42.944 unit
Rumah Kategori RS
14.645 unit
Rumah Kategori RR
41.746 unit
TENAGA FASILITATOR YANG TERSEDIA
Fasilitator Sipil 1.700 personil
677 personil RB
1.023 personil RS-RR
Fasilitator TNI 1.000 personil
Fasilitator Polri 700 personil
Tenaga Bantuan Satuan Zeni TNI
1.000 personil