COCONESIA. Ketua Kelompok Petani Kelapa Desa Sokong, Raden Sukawati bersama penggagas program Coconesia, Marta Jesionowska. (Istimewa) |
LOMBOK UTARA - Dua orang wanita berkebangsaan Polandia dan Slovenia menginisiasi program adopsi pohon Kelapa bernama : Coconesia, di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.
Program Coconesia ini memudahkan masyarakat dunia untuk mengadopsi pohon Kelapa dari jarak jauh, membagikan sejumlah dana yang dapat membantu para petani kelapa di Desa tersebut, untuk bangkit dan kembali berusaha menata perekonomian mereka.
Penggagas Coconesia, Marta Jesionowska, wanita berkebangsaan Polandia, menjelaskan program ini berawal dari rasa prihatin melihat kondisi korban gempa bumi di Lombok Utara, khususnya para wanita.
Bersama rekannya, Danica Badovinac yang berkebangsaan Slovenia, Martha kemudian menginisiasi program adopsi pohon Kelapa, Coconesia.
"Lombok Utara memiliki banyak pohon kelapa yang indah, dan (melalui Coconesia) kami akan memberikan kesempatan kepada orang-orang di seluruh dunia untuk mengadopsi mereka selama 6 bulan atau satu tahun," kata Marta, Minggu (1/9) kepada MandalikaPost.com.
Dana yang didapat dari para pengadopsi pohon Kelapa akan disalurkan untuk kelompok petani Kelapa di Desa Sokong, dan untuk membangun kembali pusat komunitas di desa setempat yang hancur akibat gempa bumi 2018.
Di lain sisi, para pengadopsi pohon Kelapa akan menerima produk seperti Virgin Coconut Oil (VCO), gula kelapa, minyak kelapa tradisional, dan juga kerajinan dari batok kelapa, dari pohon Kelapa yang mereka adopsi.
"Jadi bayangkan, anda tinggal di Amerika atau Eropa, dan anda memiliki pohon Kelapa di Lombok. Dan anda juga bisa menikmati minyak kelapa, gula kelapa dan produk lainya yang terbuat dari (pohon) Kelapa anda sendiri," ujar Marta.
Sejumlah wanita di Desa Sokong tengah mengolah Kelapa sebagai bahan minyak kelapa tradisional. |
Program Coconesia dimulai setelah Marta dan Danica bertemu dengan Raden Sukawati yang merupakan Koordinator Produksi VCO di Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara.
Raden bersama komunitas wanita di sana memproduksi salah satu minyak kelapa murni terbaik di Indonesia.
Mereka juga menghasilkan banyak produk yang bersumber langsung dari kelapa, seperti kerajinan mangkuk kelapa, gula kelapa, peralatan makan dari pohon kelapa dan lain sebagainya.
Tapi sayangnya, gempa bumi Agustus 2018 yang melanda Lombok, membuat semua berubah.
Raden Sukawati dan kelompok petani Kelapa yang ada hanya bisa pasrah. Hampir semua rumah penduduk rusak, dan pusat produksi beragam produk Kelapa bersama mesin produksi di Desa itu pun hancur.
Melalui Coconesia, Marta dan Danica ingin membantu kelompok petani Kelapa di Lombok Utara untuk kembali bangkit secara ekonomi.
"Kami meyakini keberhasilan program Coconesia ini, dan berharap bahwa orang-orang di seluruh dunia akan jatuh cinta pada keindahan Lombok dan juga Kelapanya," katanya.
Ketua Kelompok VCO Desa Sokong, Raden Sukawati mengapresiasi program Coconesia yang diinisiasi Marta dan Danica.
Ia berharap program ini dapat membantu kelompok petani kelapa di Desa tersebut.
"Sebab, selain rasa trauma (akibat gempa bumi), masyarakat kami juga membutuhkan modal dan peralatan untuk kembali menjalankan produksi olahan hasil Kelapanya," kata Raden.
Desa Sokong, merupakan salah satu Desa di Lombok Utara yang terkenal sebagai produsen Kelapa.
Belasan kelompok petani Kelapa di Desa Sokong, sebenarnya sedang berhasil mengubah nasib ekonomi mereka ketika bencana gempa bumi meluluhlantakan sebagian besar rumah penduduk di sana, Agustus 2018.
Menurut Raden, sejak tahun 2012 masyarakat setempat sudah mulai memproduksi minyak kelapa tradisional, gula kelapa, dan kerajinan Kelapa sederhana yang dijual ke pasar lokal.
Seiring waktu berjalan, sejumlah kelompok petani Kelapa pun berhasil memproduksi VCO dan juga sabun dengan kemasan yang modern.
Pengemasan produk Lombok VCO di Dusun Prawira, Desa Sokong, sebelum dilanda gempa bumi 2018. Kini butuh modal dan peralatan untuk memulai kembali. |
Raden mengatakan, pada tahun 2016 sudah terbentuk 12 kelompok petani Kelapa yang memproduksi beragam produk dari olahan Kelapa.
"Kami punya Lombok VCO yang sudah punya sertifikat Balai POM dan juga label halal. Tapi, setelah gempa bumi tahun lalu (Agustus 2018), semuanya hilang. Kami harus mulai dari nol lagi," kata Raden.
Saat ini, setelah satu tahun bencana gempa bumi, kehidupan kelompok petani Kelapa di Desa Sokong belum benar-benar pulih.
Masih banyak yang rumahnya hancur dan belum bisa membangunnya kembali.
Sementara dari sisi ekonomi, produksi VCO, minyak kelapa dan beragam produk lainnya terkendala modal dan juga peralatan.
Raden memaparkan, dengan program Coconesia diharapkan produktivitas para petani Kelapa ini bisa kembali berjalan normal.
"Pola adopsi pohon Kelapa yang ada di Desa kami ini. Harapannya ada warga luar, terutama dari luar negeri yang mau mengadopsi. Dan nantinya mereka yang mengadopsi (pohon Kelapa) akan mendapatkan hasil seperti minyak kelapa dan VCO yang kami produksi secara tradisional di Desa ini," kata Raden Sukrati.
Menurutnya, di Desa Sokong setidaknya ada lebih dari 150 pohon Kelapa yang siap diadopsi.
Pohon-pohon itu akan dinamai sesuai dengan nama pengadopsinya kelak, dan dirawat dengan baik oleh kelompok petani Kelapa setempat.
"Misalnya dari Malaysia pengadopsi bernama Ahmad, maka pohon Kelapa juga akan ditandai dengan nama Ahmad from Malaysia," katanya.
Dana yang diterima dari adopsi pohon Kelapa akan dimanfaatkan untuk modal dan peralatan produksi. Sementara, pengadopsi akan menerima beragam produk dari olahan Kelapa.
"Yang mengadopsi akan kita kirimkan produk seperti VCO, sabun, minyak kelapa, atau kerajinan, ke negara asal mereka," katanya.
Raden mengatakan, program Coconesia ini akan sangat membantu korban gempa bumi di Lombok Utara terutama bagi kaum wanita.
Membantu mengadopsi pohon Kelapa, juga akan mempererat hubungan emosional masyarakat setempat dengan para pengadopsi yang berasal dari negara-negara lain.
"Kami harap program Coconesia ini bisa berjalan baik dan mendapat dukungan banyak pihak," katanya. (*)