H Rohman Farly. (Istimewa) |
MATARAM - Program unggulan Pemprov NTB, Zero Waste dinilai akan memiliki multiplier efect ke depan jika diimplementasikan dengan cermat dan tepat sasaran.
Konsep penanganan sampah secara komprehensif dari hulu ke hilir ini, menurut H Rohman Farly merupakan konsep yang ideal. Hanya saja, praktik pelaksanaannya harus jelas berjenjang dan diatur dalam zonasi-zonasi yang melibatkan para pihak, termasuk masyarakat.
"Permasalahan sampah ini menjadi masalah di hampir semua daerah. Semangat program NTB Zero Waste sudah sangat bagus, hanya saja implementasinya harus melibatkan banyak pihak, karena pemerintah tidak mungkin bisa mengatasi sendiri," kata Sekda Lombok Timur ini, Senin (2/9 ) di Mataram.
H Rohman Farly (HRF) mencontohkan, di Kota Mataram misalnya. Saat ini sudah ada gagasan-gagasan baik yang berupaya mengubah mindset masyarakat tentang management pengelolaan sampah.
Sebut saja Sekolah Lingkungan dengan Sampah Nihil (LISAN) yang baru-baru ini diluncurkan Gubernur NTB bersama Walikota Mataram.
"Sekolah LISAN ini merupakan salah satu upaya Pemda melibatkan masyarakat dalam hal edukasi dan merubah mindset," kata pria kelahiran Mataram ini.
HRF memaparkan, ada cukup banyak hal yang bisa diinisiasi di Kota Mataram. Terutama tentang bagaimana mengatasi permasalahan sampah, khususnya diperkampungan padat penduduk dengan membagi zonasi dan menggunakan pola penanganan yang bertahap, dari Kampung/ Lingkungan, Kelurahan, hingga Kecamatan.
Menurutnya, pilot project pengelolaan sampah terintegrasi bisa dilakukan di satu Kelurahan di masing-masing dari enam Kecamatan yang ada di Kota Mataram.
Misalnya dengan mengambil lokasi lingkungan atau Perkampungan yang padat penduduknya, seperti Dasan Agung, Ampenan, Gomong dan juga sebagian Cakranegara.
Sebab, papar HRF penanganan sampah di permukiman yang padat tentu berbeda tantangannya dengan permukiman perumahan komplek.
"Ada pemukiman yang akses jalannya sangat sempit, hanya bisa sepeda motor yang masuk. Tentu ini harus dipikirkan bagaimana cara pengelolaan sampahnya. Pendekatannya tentu berbeda. Ini hal sederhana yang membuat pola zonasi harus dilakukan," katanya.
Nilai Ekonomi Limbah Sampah
HRF mencontohkan pengelolaan sampah terintegrasi yang sudah dilakukan di Kota Surabaya, Jawa Timur. Di beberapa lingkungan padat penduduk, diterapkan pola penanganan sampah terintegrasi.
Masyarakat setempat diberi akses untuk aktif terlibat dalam menyelesaikan masalah sampah di wilayah mereka. Pemerintah menjadi fasitator agar masyarakat bisa mengelola secara mandiri sampah rumah tangganya. Di lingkungan itu juga kelompok wanita diberi pelatihan dan pendampingan untuk memproduksi kerajinan dari bahan barang bekas yang didaur ulang.
"Ini bisa diadopsi juga di Kota Mataram. Dan saya yakin, dengan pola ini penanganan sampah bisa lebih efektif, karena secara tidak langsung kita juga sudah mengubah mindset masyarakat itu sendiri, bahwa dengan peduli lingkungan dan mengelola sampah dengan baik bisa bermanfaat ekonomis pula," katanya.
Secara gamblang HRF memaparkan, konsep zonasi dan pengelolaan sampah terintegrasi tidak hanya menumpu kepada Kepala Daerah atau OPD yang bertanggung jawab saja. Dengan pola ini, semua lapisan punya peran dan tanggungjawab.
"Misalnya di tingkat lingkungan ada Kaling, kemudian ada Lurah di atasnya, terus ada Camat. Nah para pemangku kebijakan pemerintah ini bisa optimal dilibatkan dan punya peran, jika pola zonasi kita terapkan," jelasnya.
Penanganan Sampah berbasis Tehnologi
HRF menambahkan, kemajuan teknologi juga harus dimanfaatkan dalam program penanganan sampah perkotaan. Aplikasi pelaporan dan pengaduan masyarakat secara online bisa dikembangkan. Tujuannya untuk bisa memudahkan masyarakat menyampaikan keluhan dan masukan kepada pemangku kebijakan dan stakeholders lainnya.
"Aplikasi ini bisa menjadi semacam call center untuk masalah sampah perkotaan. Masyarakat bisa menginformasikan secara online dan real time, dan penanganan juga bisa lebih cepat," katanya.
Maju sebagai kandidat potensial Calon Walikota Mataram 2020 , HRF menegaskan, untuk masalah lingkungan dan penanganan sampah, visi yang ia bayangkan sederhana saja, yakni penanganan sampah dan pelestarian lingkungan memang harus melibatkan semua pihak dan menitikberatkan pada semua aspek, holistik dan bersinergi.
"Sebab soal sampah ini nggak bisa terus-terusan kita berwacana. Harus ada action, harus ada teladan, dan kegiatan riil yang kita lakukan," tegasnya.
Melengkapi sarana dan prasarana terkait kebersihan lingkungan dan armada sampah tetap harus dilakukan.
Namun menurut HRF, yang paling utama ialah membangun kesadaran bersama, dan melibatkan partisipasi aktif seluruh masyarakat.
"Di negara-negara yang sudah berhasil menangani sampah, hal yang pasti harus ada adalah perubahan perilaku masyarakatnya. Kesadaran kolektif ini yang harus terus menerus dibangun," papar Rohman Farly
Dari sisi lingkungan, Kota Mataram sendiri pernah meraih kebanggaan dengan menerima penghargaan Adipura dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2013 silam. Namun, tahun-tahun berikutnya gagal mempertahankan penghargaan tersebut.
Rohman Farly menekankan, dengan pengelolaan persampahan yang baik dan dampak lingkungannya terukur, bukan hal yang mustahil jika Kota Mataram akan kembali meraih kebanggaan sebagai Kota Adipura di tahun-tahun mendatang.
"Tapi, semangat kita jangan sekadar penghargaan. Kalau sudah mindset dan perilaku masyarakat kita ubah dan membaik, Insya Allah meraih dan mempertahankan Adipura itu menjadi hal yang sederhana saja," tukasnya. (*)