Muhammad Fihiruddin. |
MATARAM - Setelah mengajukan surat permohonan informasi dan data terkait sejumlah proyek di DPRD NTB ke Sekretariat Dewan, kini Logis kembali soroti anggaran renovasi rumah dinas Pimpinan DPRD NTB.
Logis membandingkan dengan besaran anggaran renovasi rumah dinas Gubernur DKI Jakarta senilai Rp2,5 Miliar dengan anggaran renovasi rumah dinas pimpinan DPRD NTB.
"Di Jakarta, yang Rp2,5 Miliar saja diributkan dan jadi sorotan masyarakat. Kenapa yang di NTB yang jumlahnya Rp3 Miiar lebih, justru sepi dari sorotan," Direktur Eksekutif Logis, M Fihiruddin, Kamis sore (31/10) di Mataram.
Fihir memaparkan, akhir-akhir ini pemberitaan media nasional banyak menyoroti kebijakan anggaran Pemprov DKI Jakarta yang kesannya tidak rasional dan tepat sasaran.
Mulai dari membengkaknya anggaran untuk biaya influencer media sebesar Rp5 M, anggaran jalur sepeda RP 73 M, anggaran lem Aibon RP 82 M dan Rumah dinas jabatan gubernur sebesar RP 2,5 M.
Menurutnya, Logis tidak akan membahas masalah anggaran DKI Jakarta tetapi sedikit tergelitik dengan anggaran renovasi rumah dinas jabatan gubernur DKI Jakarta yang nilainya hanya Rp 2,5 M.
Sebab, di mata publik pemerhati anggaran DKI Jakarta menilai bahwa Rp2,5 M itu merupakan anggaran yang sangat besar untuk merenovasi sebuah rumah dinas di ibukota.
"Tapi jika dibandingkan dengan anggaran rumah dinas pimpinan DPRD NTB yang mencapai Rp3 Miliar, anggaran Pemprov DKI Jakarta itu tidak ada apa-apanya. Mengingat luas rumah induk dinas Gubernur DKI Jakarta hampir 3 kali lipat luas bangunan induk rumah dinas pimpinan DPRD NTB," paparnya.
Fihir mengungkapkan, luas induk rumah dinas Gubernur DKI Jakarta adalah 1000 meter persegi, sedangkan rumah dinas pimpinan DPRD NTB hanya 300 meter persegi bangunan induk dan 300 meter persegi bangunan penyokong.
"Anehnya, publik NTB kurang peka terhadap nomenklatur anggaran fantastis rumah dinas pimpinan DPRD NTB tersebut. Malah semua cuek bebek terkait anggaran anggaran yang tidak penting/mubazir yang sudah diketok oleh wakil-wakil rakyat kita di udayana," tukasnya.
Fihir mengatakan, dari hasil penelisikan yang dilakukan Logis beberapa waktu terakhir ini, cerita dibalik layar proses penganggaran rumah dinas pimpinan Dewan ini, diduga merupakan kongkalikong pimpinan dewan sebelumnya.
"Caranya diduga dengan menaruh anggaran di satu mata anggaran dan diduga akan dijadikan bahan bancakan oknum pimpinan dewan tersebut," katanya.
Ia menjelaskan, harga perkiraan satuan untuk renovasi rumah dinas atau jabatan di prov NTB sekitar Rp 1.500.000,00.
Jika Rp 1.500.000,00 dikalikan 600 M2 maka akan muncul di angka Rp 900.000.000,00. Maka akan ada sisa Rp 2.100.000.000,00.
"Pertanyaannya sisa anggaran itu akan dikemanakan? Pertanyaan yang tidak susah dijawab. Jika ada sisa maka akan dibuatkan anggaran baru dari sisa anggaran yang sudah ada untuk dibagi bagi dalam paket kecil untuk menghindari tender," katanya.
Fihir menduga, sang bohir juga sudah menggelontorkan dana untuk mempermulus penganggaran dana tersebut," katanya.
"Ini ironis dan kita sayangkan mental mental inlander oknum pimpinan-pimpinan wakil rakyat kita. Di tengah defisit anggaran dan kondisi kekeringan serta kemiskinan yang melanda masyarakat kita. Kita berharap mereka sebagai corong pembawa aspirasi rakyat bukan menjadi garong-garong uang rakyat," tegas Fihir.
Menurutnya, Logis akan terus fokus melakukan serangkaian investigasi dan pengumpulan data dan informasi untuk mengungkap dugaan KKN dalam proyek di DPRD NTB tersebut. (*)