PENERTIBAN PETI. Petugas gabungan melakukan penertiban Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di kawasan Puna Tongo Loka, Kecamatan Sekongkang, Sumbawa Barat. |
SUMBAWA BARAT - Aparat gabungan TNI-Polri yang tergabung dalam Satgas Pemberantasan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) melakukan penertiban PETI, Kamis siang (28/11) di kawasan pegunungan Puna Tongo Loka, Desa Tatar, Kecamatan Sekongkang, Sumbawa Barat, NTB.
Kawasan pegunungan Puna Tongo Loka termasuk dalam lahan konsesi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), sebuah perusahaan tambang tembaga dan emas nasional di Sumbawa Barat.
Operasi penertiban melibatkan sekitar 80 personil gabungan dari Satuan Sabhara Polres Sumbawa Barat, Satuan Reskrim, Satuan Brimob Sumbawa Barat, dan anggota Koramil Sekongkang.
Kapolres Sumbawa Barat, AKBP Mustofa SIK mengatakan, penertiban dilakukan setelah sebelumnya pihak kepolisian dan stakeholders terkait melakukan sosialisasi kepada para penambang illegal.
"Selain untuk mengantisipasi dampak bahan berbahaya seperi Merkuri dan Sianida, penertiban juga dilakukan karena aktivitas tambang emas illegal ini dilakukan di wilayah konsesi PT AMNT," katanya.
Upaya penertiban lokasi PETI sempat dihadang puluhan massa di jalan utama Desa Tatar, jalur menuju lokasi PETI.
Massa meminta agar aparat dan Pemda Sumbawa Barat menunda penertiban hingga ada solusi lapangan pekerjaan bagi mereka.
Namun karena sosialisasi dan imbauan sudah kerapkali dilaksanakan, maka penertiban tetap dilakukan.
"Sudah kita sosialisasi agar masyarakat pelaku PETI menghentikan aktifitasnya beberapa waktu lalu. Dan saat ini, kita tertibkan," kata Kasatreskrim Polres Sumbawa Barat AKP Muhaemin SIK, yang memimpin operasi.
Dalam penertiban tersebut sedikitnya sebanyak 15 tenda para penambang dirubuhkan, dan sedikitnya 16 buah lubang galian tambang ditutup.
Tidak ada pelaku yang diamankan dalam penertiban, lantaran sebagian besar pelaku sudah turun dari lokasi.
Tujuh orang pelaku yang masih berada di lokasi PETI kemudian diminta untuk meninggalkan lokasi.
Muhaemin menjelaskan, penertiban PETI dilakukan menindaklanjuti tugas Satgas Pemberantasan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) tingkat Provinsi NTB yang dibentuk Pemprov NTB bersama Polda NTB.
"Selain menertibkan PETI ini kita juga konsen dalam menindak pelaku perdagangan gelap bahan berbahaya Merkuri dan Sianida pendukung PETI ini," katanya.
Pegunungan Puna Tongo Loka di Desa Tatar merupakan satu dari sekitar 6 lokasi PETI di Kabupaten Sumbawa Barat. Lokasi lain yang cukup besar adalah di Lemongkit, Kecamatan Brangrea, dan di Lamunga di Kecamatan Taliwang.
Sebagian besar titik PETI di Sumbawa Barat terjadi di lokasi lahan konsesi perusahaan. Seperti juga di kawasan Lamunga yang merupakan konsesi PT Sumbawa Barat Mineral.
Faktor Ekonomi dan Dampak Lingkungan
Kelompok pemerhati lingkungan LSM Barisan Muda Membangun (Barma) Sumbawa Barat mencatat aktivitas PETI di Sumbawa Barat sudah dimulai sejak 2014 silam. Kondisi ini makin masif hingga awal 2019 lalu.
Rangkaian proses penambangan masyarakat ini hingga menjadi emas pun memberikan dampak ekonomi dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Faharuddin, salah seorang pekerja di kawasan PETI pegunungan Puna Tongo Loka mengaku bisa mengantungi Rp600 ribu per hari, hanya dengan membantu mengangkut material batu hasil tambang.
"Istilah disini ojek Batu, tapi kita ojek dengan pikul. Ongkosnya Rp150 ribu setiap karung, jadi dalam sehari bisa Rp600 ribu untuk empat karung," kata Fahar, kepada The Jakarta Post di lokasi PETI Puna Tongo Loka.
Lokasi PETI cukup jauh dari jalan utama, perlu waktu dua jam berjalan kaki dan menyeberangi lima buah sungaim dengan medan menanjak.
Seperti Faharuddin, puluhan pria di sekitar lokasi juga hanya mampu mengangkut 2-4 karung berisi material setiap hari.
Batu-batu material kemudian dibawa menggunakan sepeda motor ke lokasi gelondongan. Proses gelondong inilah yang menggunakan bahan merkuri.
Ketua LSM Barma Sumbawa Barat, Fauzan Azima mengatakan, saat ini setidaknya tercatat ada 6.019 unit gelondongan yang tersebar di beberapa Kecamatan di Sumbawa Barat.
Mesin gelondongan ini lebih banyak berada di lokasi pemukiman penduduk.
"Setiap beroperasi memproses material tambang, bisa dibayangkan berapa banyak merkuri yang mengancam mencemari daerah ini," kata Fauzan.
Ia mengakui dampak ekonomi bagi masyarakat sangat terasa akibat PETI. Kaum wanita di sekitar lokasi gelondongan bisa mendapat upah Rp10 ribu setiap memecah sekarung batu menjadi kerikil. Rata-rata para wanita bisa mengerjakan hingga lima karung batu dalam sehari.
Namun dampak lingkungan tetap mengkhawatirkan dalam jangka panjang.
Apalagi lumpur sisa gelondongan akan diproses lagi menggunakan Tong yang prosesnya menggunakan Sianida.
"Jadi dampak ekonominya ada, tapi bahaya lingkungannya juga mengkhawatirkan," katanya.
Dampak lingkungan akibat PETI di NTB juga terjadi di wilayah Sekotong, Lombok Barat, dan Gunung Prabu, Praya, Lombok Tengah.
Pemprov NTB sudah membentuk Satgas
Pemberantasan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) NTB, kerjasama Pemprov NTB dan Polda NTB sejak Agustus 2019 lalu.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Purnama SIK menjelaskan, tugas Satgas ini dilakukan secara preemtif dan persuasif, sebelum dilakukan tindakan penertiban.
Sejak Agustus lalu, operasi penertiban juga sudah dilakukan di Sekotong Lombok Barat, dan Gunung Prabu di Lombok Tengah.
"Yang di Sekotong dan Gunung Prabu sudah kami tertibkan, dan sudah ditutup. Yang sekarang masih memang di Sumbawa Barat karena ada di beberapa titik lokasi. Tapi akan terus ditertibkan," katanya.
Purnama menjelaskan, selain penertiban lokasi PETI, peredaran gelap bahan berbahaya merkuri dan sianida juga terus dipantau pihak kepolisian. (*)