H Husnul Fauzi. |
MATARAM - Rencana pemerintah menaikan cukai tembakau dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap penyerapan pasar tembakau virginia Lombok dan berdampak pada nasib petani tembakau.
Setelah Pemprov Jawa Timur dan Jawa Tengah mengajukan permohonan penundaan kenaikan cukai tembakau, NTB juga akan segera melayangkan surat permohonan penundaan.
"Iya, kami sudah dipanggil pak Gubernur bersama APTI untuk masalah ini. Kita juga akan menyusul Jatim dan Jateng, kita akan minta penundaan juga," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, H Husnul Fauzi, Rabu (6/11) di Mataram.
Seperti diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menetapkan kenaikan cukai hasil tembakau dan harga jual eceran (HJE) yang akan berlaku pada Januari 2020 mendatang.
Ketentuan tersebut termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Adapun besaran Kenaikan cukai rokok tersebut sekitar 22% dan harga eceran sebesar 35%.
Husnul memaparkan, jika kenaikan cukai ini berlaku maka ongkos produksi rokok menjadi naik mencapai 100 persen. Hal ini juga akan berdampak pada kenaikan harga jual rokok, sekaligus mengurangi konsumsi rokok nasional mencapai 15 persen.
Hal ini akan menyebabkan perusahaan pabrikan rokok tentu akan melakukan efisiensi dan rasionalisasi penyerapan tembakau dari petani.
Menurutnya, rencana kenaikan cukai tembakau saat ini pun sudah mulai dirasakan dampaknya oleh petani tembakau di Lombok.
"Saya turun ke lapangan, petani kita mulai mengeluh, nggak ada saudagar pak," katanya.
Ia menilai, lamban terserapnya hasil panen tembakau petani tahun ini juga disebabkan masalah ini, dan bukan karena over produksi petani.
Tembakau virginia Lombok tercatat sebagai tembakau virginia berkualitas terbaik bersama tembakau virginia Brazil.
Dengan produksi rerata 40 ribu ton per tahun virginia Lombok juga menjadi pemasok utama untuk kebutuhan tembakau nasional.
Husnul mengungkapkan, untuk mengatasi masalah tembakau, Pemprov NTB berencana melakukan revisi Perda. Sebab, Perda sebelumnya yang diterbitkan pada 2006, belum mengakomodir petani tembakau swadaya.
"Sistem kemitraan dan pemasaran akan kita benahi untuk peningkatkatan kesejahteraan petani tembakau kita. Perda akan kita revisi 2020, dan juga akan dibentuk sistem informasi pertembakauan," katanya. (*)