H Rohman Farly. |
MATARAM - Pemanfaatan trotoar sebagai jalur pedestrian atau pejalan kali di Kota Mataram, belum bisa maksimal lantaran penataannya dinilai belum serius.
Maraknya pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di badan trotoar, juga membuat keindahan Kota Mataram berkurang. Selain itu, hak para pedestrian pun terganggu.
Padahal, semakin banyak jalur pedestrian dibuat dan digunakan sudah pasti akan mengurangi tingkat penggunaan kendaraan bermotor dan mereduksi potensi kemacetan lalulintas di Kota ini.
Melihat kondisi tersebut, Bakal Calon Walikota Mataram, H Rohman Farly (HRF) menawarkan gagasannya untuk mengangkat program penataan trotoar ke depan.
"Kami lihat kondisi penataan trotoar yang tidak tepat juga membuat masyarakat menjadi malas berjalan kaki. Padahal jalan kaki sangat berguna bagi kesehatan dan mengurangi intensitas berkendara yang memicu kemacetan. Jadi perlu kita tata kembali dan maksimalkan fungsi jalur pedestrian di Kota Mataram ini," kata HRF, Senin ( 16/12 )
Merujuk sebuah riset dari Stanford University yang dimuat di The New York Times pada 2017, HRF memaparkan, kondisi penataan trotoar di Indonesia yang buruk membuat orang Indonesia malas berjalan kaki.
Dari 111 negara yang diteliti, orang Indonesia rata-rata hanya berjalan sebanyak 3.513 langkah kaki per hari.
"Jumlah tersebut jauh jika dibandingkan dengan Hong Kong yang penduduknya rata-rata berjalan 6.880 langkah per hari atau Cina dengan rata-rata 6.189 langkah per hari," ungkapnya.
Menurut HRF, penataan trotoar dan jalur-jalur pedestrian yang baik juga akan menambah keindahan Kota Mataram yang saat ini menjadi destinasi wisata MICE.
Bukan hanya sentuhan keindahan ornamen saja, tetapi juga kelengkapan penerangan di sepanjang jalur pedestrian.
Para wisatawan domestik dan mancanegara yang berkunjung ke Kota ini, bisa lebih merasakan kehangatan warga Kota Mataram, jika berjalan kaki dari hotel tempat mereka menginap ke pusat perbelanjaan atau pusat oleh-oleh di Kota ini.
"Tapi kalau tidak tertata rapi, dan kalau malam terkesan gelap, maka tamu pun akan enggan jalan kaki, walau tujuan mereka dekat dari hotel atau penginapannya," kata HRF.
Revitalisasi Cidomo
Selain soal jalur pedestrian, HRF juga akan melakukan program revitalisasi angkutan tradisional Cidomo yang ada di Kota Mataram.
Mulai dari pendataan dan peremajaan Cidomo hingga pengaturan jalur-jalur lintasannya.
Menurut HRF, jika dikelola dengan baik, keberadaan Cidomo di Kota Mataram ini bisa menjadi ikon menarik dan khas bagi sektor pariwisata Kota Mataram.
"Saat ini kan Cidomo dianggap sebagai kesan kumuh perkotaan dan penyebab macet lalulintas di jalur tertentu. Tapi kalau ini bisa dikelola sebenarnya Cidomo ini justru kekuatan Kota ini di sektor pariwisata," Tegas Rohman Farly.
Apalagi tidak semua Kota Wisata di Indonesia mempunyai transportasi tradisional yang menggunakan tenaga kuda seperti Cidomo, atau delman di Yogyakarta.
Kota Bandung justru membuat Cidomo dengan "kuda buatan" berupa sepeda motor yang dikreasikan dengan kepala kuda buatan.
"Di Bandung kereta Cidomonya malah ditarik dengan sepeda motor yang dimodifikasi dan dibuat membentuk kepala kuda. Nah, Mataram punya Cidomo dengan kuda asli, ini kan potensi kita," imbuh HRF
Ke depan Cidomo akan dipercantik dan kelengkapan semakin baik sehingga kotoran kuda tidak berceceran di jalan raya.
Jalur-jalur lintasan khusus juga akan dikembangkan, untuk wisata keliling Kota Mataram.
"Kita bisa berdayakan Cidomo, para kusir kita bekali dengan kepariwisataan, kemudian jalur kita siapkan. Misalnya di jalan Lingkar Selatan atau jalan-jalan lain yang memungkinkan untuk berwisata Kota," tukasnya.