Bambang Mei Finarwanto SH. |
MATARAM - Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 menilai, gelaran Pilkada Serentak 2020 termasuk di 7 daerah Kabupaten dan Kota di NTB menjadi ajang jaring pengaman kepentingan politik yang sebenarnya di Pemilu Pileg dan Pilpres 2024 mendatang.
Pilkada Serentak 2020 ibarat test the water atau tiket pemanasan bagi para elit Parpol dan politisi di daerah untuk menuju pertarungan pesta demokrasi sesungguhnya tahun 2024.
"Jadi bisa kita lihat bahwa Pilkada Serentak, terutama di NTB ini akan menjadi ajang rivalitas dan adu kuat antar para 'Baron' Politik menuju 2024 nanti," kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto, Minggu (8/3) di Mataram.
Pria yang akrab disapa Didu ini menjelaskan, Partai Politik memiliki kepentingan membangun jaring pengamanan guna merebut hati masyarakat dalam Pilkada 2020 ini. Tujuannya agar, perolehan suara di Pemilu 2024 bisa sukses selaras dan paralel dengan Pilkada Serentak.
"Hal ini membuat para elit Parpol dan politisi harus cermat berhitung dalam menentukan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang akan diusung dalam Pilkada 2020 ini," tukasnya
Di NTB sendiri, papar Didu, sejumlah partai politik masih menahan diri dan belum memutuskan pasangan calon yang akan diusung. Selain PDIP yang sudah memutuskan Selly Andayani sebagai Calon Walikota Mataram dan Musyafirin sebagai calon Bupati Sumbawa Barat.
"Parpol masih mematangkan pilihan.Ini berkaitan dengan cost Pilkada yang tidak murah," kata Didu.
Berdasarkan pengalaman Pemilu dan Pilkada sebelumnya, cost politik akan sangat besar terserap terutama untuk mengorganisir para saksi di tiap TPS. Dana kampanye, Publikasi, APK, Survey, hingga ongkos politik blusukan.
Menurut dia, hal ini akan menjadi pertimbangan Parpol untuk mengusung pasangan calon yang memiliki komitment kuat dan juga dukungan finansial yang proporsional.
Selain itu, elit Parpol tentu berharap pasangan yang diusung akan menang, agar perjuangan Partai di Pemilu 2024 bisa berjalan lebih maksimal.
"Partai Politik tentu mempertimbangkan kelinearan Kepala Daerah yang terpilih dengan kepentingan politik 2024. Terutama parpol besar yang sudah bertarung habis-habisan di Pemilu 2018- 2019," katanya.
Analisa M16 menyebutkan, pertarungan tujuh Pilkada di NTB merupakan pertarungan adu kepiawaian politik antar 'Baron' Elit Politik di NTB.
Sebut saja Ketua DPD PDI Perjuangan NTB , H Rachmat Hidayat yang langsung membentuk badan untuk melakukan koalisi taktis dengan PKS untuk Pilkada Kota Mataram dan Sumbawa . Langkah PDIP NTB berkoalisi dengan PKS merupakan pilihan politik yang cerdik dan berkelas dalam konteks simbiosis mutualisme. Dengan koalisi ramping ini setidaknya PDIP dan PKS menjadi partai pertama yang sudah memberikan kepastian dukungan baik de facto atau de jure, khususnya Pilkada di kota mataram dan KSB.
Kemudian Gubernur NTB Zulkieflimansyah, yang menjadi Ketua Tim Desk Pilkada PKS yang manuver dan keandalan politik Dr Zul sudah teruji sebagai petahana anggota DPR RI tiga periode sebelum menjabat Gubernur NTB.
Gaya politik blusukan bersama Sitti Rohmi Djalilah yang pernah mengantar sukses di Pilgub NTB 2018, tentu akan digunakan Dr Zul dalam mengelola mesin PKS di Pilkada Serentak ini.
Didu menambahkan Gerindra sudah memastikan menempatkan Samurai Prabowo Subianto, H Bambang Kristiono (HBK) mengomandoi tujuh Pilkada di NTB. Posisioning HBK sebagai Panglima ibarat Rommel di Pilkada Serentak NTB yang harus diperhitungkan taktik dan strateginya dalam meraih pemenangan dalam konstestasi ini. Mengingat sebagai sosok yang tegas, HBK berhasil meraih suara terbanyak dan melaju ke kursi DPR RI dalam Pemilu Legislatif 2019 silam.
Selanjutnya Didu mengatakan, Ketua DPD Golkar NTB, HM Suhaili tentu tidak ingin kebobolan lagi dalam momentum Pilkada Serentak 2020. Hal ini berkaitan dengan prestise dan marwah Kepemimpinannya sekaligus Bupati Lombok Tengah.
"Sehingga Pilkada Serentak ini akan menjadi pertaruhan Gengsi dan Kehormatan Pimpinan elit Politik yang akan menjadi cermin serunya perhelatan 2024 mendatang," tukasnya.