MATARAM - Lebih dari 30 warga NTT yang mudik dari sejumlah daerah di Jawa, melalui jalur darat terhadang di pelabuhan Sape, Bima, Sabtu (18/4) saat hendak menyeberang menggunakan ferry tujuan Labuhan Bajo, Flores, NTT.
Puluhan warga Nusa Tenggara Timur (NTT) ini terancam "terdampar" di wilayah Bima, menyusul kebijakan sejumlah daerah Kabupaten di Provinsi NTT yang menutup pintu kedatangan bagi warga dari luar daerah dan luar negeri untuk mencegah penyebaran Covid-19.
"Kami dapat laporan dari ASDP Sape Bima. Ada sekitar 30 warga NTT yang mau menyeberang tetapi tidak bisa karena larangan masuk ke NTT. Saat ini masih dikoordinasikan bagaimana penanganan selanjutnya," kata Kepala Dinas Perhubungan Provinsi NTB, H Lalu Bayu Windia, Sabtu (18/4) di Mataram.
Saat ini pihak ASDP Sape, Bima tengah berusaha mengatasi dan mencarikan solusi sementara bagi puluhan warga NTT tersebut. Sebab, informasi dari Pemprov NTB melalui Dinas Perhubungan NTT menyebutkan kebijakan untuk tidak melayani penumpang dari Sape sampai 30 Mei mendatang.
Puluhan warga NTT yang masih "terdampar" di Sape itu umumnya adalah karyawan swasta dan mahasiswa yang berniat pulang ke kampung halamannya. Mereka berangkat dari sebagian kota di Pulau Jawa, lantaran semua aktivitas kerja dan pendidikan mereka dihentikan menyusul pandemi Covid-19.
H Lalu Bayu Windia. |
Bayu mengatakan, saat ini pihak ASDP Sape, Bima dan stakeholders terkait tengah mencarikan solusi sementara untuk para warga NTT ini.
Ia menyayangkan kebijakan sejumlah Pemda di NTT yang menutup pintu lautnya, di tengah masa pendemi Covid-19 ini. Apalagi hal itu berdampak bagi warga NTT sendiri yang hendak pulang kampung.
"Ini kan kasihan. Apalagi sekarang, banyak orang di-PHK dan ingin pulang kampung karena tidak ada penghasilan di daerah tempat kerjanya," katanya.
Menurut Bayu, kebijakan lintas Provinsi termasuk akses dan jalur transportasi, baik darat, laut dan udara harusnya diputuskan dengan koordinasi bersama antar wilayah dan dengan persetujuan Kementerian Perhubungan.
"Jadi bukan soal berapa jumlah warga NTT yang akan terdampar di wilayah NTB, tapi lebih ke soal penutupan pintu masuknya," katanya.
Apalagi papar Bayu, untuk memastikan dan meminimalisir penyebaran Covid-19 Dinas Perhubungan NTB dan stakeholders terkait sudah benar-benar memperketat pemeriksaan kesehatan di setiap pelabuhan laut di wilayah NTB. Sehingga NTT bisa lebih aman menerima kedatangan warganya.
Di Pelabuhan Sape, misalnya, pihak ASDP sudah menertibkan aturan agar penumpang yang membeli tiket penyeberangan menyertakan surat kesehatan bebas Covid-19, ber-KTP sesuai alamat tujuan, dan wajib dilakukan disinfektan dan menggunakan masker selama di atas kapal.
"Artinya NTB sudah membantu dengan melakukan pengetataan pemeriksaan penumpang warga NTT yang hendak pulang kampung, sehingga Pemda di NTT tidak perlu khawatir berlebihan. Sebab kalau pintu masuk ditutup ini bahaya, bisa terjadi penumpukan warga NTT di NTB dan bisa menjadi masalah sosial baru," katanya.
Bayu menambahkan, untuk mengatasi potensi masalah ini, Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah sudah bersurat ke Gubernur NTT Victor Laiskodat agar meninjau kembali kebijakan Pemda di wilayahnya.
"Gubernur sudah komunikasi dengan Gubernur NTT terkait masalah ini. Mudah-mudahan NTT mengubah sikap dan kebijakannya. Lagipula "anak sendiri" mau pulang, kok ditolak," katanya.
Menurut Bayu, kebijakan Pemprov NTB yang tetap membuka pintu masuk, namun dengan pengetataan pendataan, pemeriksaan, dan pemantauan bisa menjadi acuan kebijakan di NTT. Sehingga selain pencegahan Covid-19 bisa terlaksana, dan sisi kemanusiaan menyangkut hak-hak warga sendiri tidak terabaikan. (*)