LOMBOK BARAT - Menindaklanjuti dua pertemuan virtual sebelumnya terkait dengan rencana pembukaan pariwisata pada masa transisi menuju New Normal atau Kenormalan Baru, Dinas Pariwisata Lombok Barat menyelenggarakan forum group discussion (FGD).
FGD untuk mematangkan protokol kesehatan Covid-19 khususnya di bidang pariwisata ini dilaksanakan di Aula Utama Kantor Bupati di Giri Menang, Gerung, Senin (15/6).
Bupati Lombok Barat, H. Fauzan Khalid, yang didaulat membuka FGD mengatakan, saat ini kita sedang menuju ke era Kenormalan Baru atau berada pada masa transisi. Untuk itu, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menegaskan bahwa ada perubahan ungkapan dari yang sebelumnya sering didengungkan yaitu dari larangan berkumpul. Kalau pun boleh berkumpul namun dengan catatan.
“Dulu kita melarang orang kumpul, tapi sekarang boleh kumpul dengan catatan yaitu kita ingin mengatur dan memastikan orang kumpul itu menjalani protokol kesehatan Covid-19,” ujar bupati.
Protokol kesehatan yang dimaksud bupati yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjaga etika batuk dan bersin-bersin, dan sebagainya.
Dalam kesempatan itu, bupati berpesan agar memiliki komitmen dan konsisten dalam melaksanakan protokol kesehatan Covid-19. Untuk menjaga komitmen tersebut bupati menyerahkan pada peserta FGD apakah perlu menggunakan sanksi atau tidak.
“Dan untuk menjamin konsistensi ini saya kira nanti silakan diskusikan, apakah perlu ada sanksi, sanksinya ke siapa, ke individu orang yang berwisata atau pemilik (pelaku wisata, red),” ujar Fauzan.
Dalam hal ini, bupati meminta agar ada kerjasama antara TNI-Polri, unsur organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, termasuk para kepala desa.
“Setelah SOP ini jadi kemudian dibutuhkan koordinasi yang dimotori oleh para camat, dengan mengundang kepala desa,” tegas Fauzan.
Bahkan, untuk lebih memaksimalkan tercapainya tujuan pembukaan pariwisata di era transisi New Normal, bupati meminta adanya supervisor baik dari Dinas Pariwisata, Dinas Kesehatan, maupun Ikatan Dokter Indonesia, atau gabungan dari ketiganya.
“Untuk menjamin konsistensi perlu juga supervisor misalnya Dikes atau IDI, atau kolaborasi ketiganya, Tripartit, mereka juga harus siap menerima konsultasi pelaku wisata,” jelas Fauzan.
Bupati Fauzan juga berharap agar puskesmas-puskemas yang ada di Lombok Barat harus siap untuk membantu.
“Kalau kita lihat letak-letak Puskesmas kita di Kabupaten Lombok Barat alhamdulillah tidak terlalu jauh dengan lokasi-lokasi pariwisata, misalnya untuk Senggigi satu jalur dengan Meninting, kemudian Narmada ada dua bahkan rumah sakit juga ada, begitu juga dengan Sekotong dan tempat-tempat lain,” ujarnya.
Fasilitas-fasilitas kesehatan pemerintah ini, sebut Fauzan, harus siap mem-backup tempat pariwisata dalam kaitannya dengan kebijakan untuk menerapkan transisi kehidupan baru.
“Ini juga saya kira akan menjadi bahasan di dalam standar operasional yang akan kita bahas pada hari ini, kemudian selebihnya nanti saya sangat berharap akan banyak masukan, mungkin dari Dinas Kesehatan dan juga pelaku wisata dan nanti masukannya itu akan disaring oleh para petugas kesehatan kita mana yang harus ada, mana yang wajib ada sehingga betul-betul bisa menjamin kesehatan dan keselamatan para pelaku wisata kita,” tegas bupati.
Disebutkan bupati, posisi di Lombok Barat per hari ini (15/6), ada 186 orang yang positif, 121 orang sembuh, dan 9 orang meninggal dunia.
“Ini harus bisa kita kendalikan sehingga angkanya tidak menyentuh angka psikologis dan membahayakan kesehatan masyarakat kita, membahayakan ekonomi masyarakat kita dan juga membahayakan perkembangan kepariwisataan di daerah kita,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kab. Lombok Barat, H. Saepul Akhkam mengatakan, FGD yang merupakan public hearing tersebut disusun berdasarkan jenis usaha. Mereka dengan usaha yang sama didudukkan di satu meja untuk berdiskusi.
“Kami tidak ingin mendraf protokol kesehatan untuk memberatkan dan meringankan atau melonggarkan sehingga skema transisi menuju New Normal tidak tercapai. Kami tidak menginginkan ketika tempat wisata dibuka dengan seluruh fasilitas pendukungnya, kita malah berkontribusi menjadi lokus transmisi lokal (Covid-19), untuk itu kita ingin menghadirkan protokol sesuai jenis usaha,” ujar Akhkam saat memberikan laporan kegiatan.
Untuk itu, Akhkam meminta Dinas Kesehatan agar membantu mengkatalisasi dan memfasilitasi seluruh pelaku usaha untuk menelaah draf protokol, dan ketika sudah ada kesepakatan di internal grup, bupati bisa menetapkan menjadi surat keputusan yang akan mengikat semua.
“Tidak hanya dispar yang melakukan pembinaan ke bawah, tapi juga para pelaku yang utama. Karena bagaimana cara mendisiplinkan warga jika kita tidak memulai dari diri sendiri, tidak akan tercapai yang diharapkan,” ujarnya.
Akhkam berharap, kegiatan yang dilakukan bisa menjadi langkah awal bersama untuk segera bangkit dari keterpurukan.
“Para pelaku inilah nanti akan menjadi garda terdepan dalam membangkitkan pariwisata Lombok Barat, terdepan dalam menggeliatkan Kenormalan Baru dalam pariwisata. Kami berkeyakinan saat ini adalah peluang baru setelah fase stay at home,” tegasnya.
Akhkam mengajak agar pelaku wisata mendengungkan skema “mari gembira berwisata dengan Protokol Covid-19”.
“Saya berkeyakinan dengan kesepakatan yang kita bangun ini, kita akan bertanggung jawab, tidak sendiri tapi bersama-sama. Tidak ada siapapun yang bisa membangun pariwisata dengan sendiri, bukan pelaku, bukan dispar, tapi kita berkolaborasi,” ujar Plt Kepala Bagian Humas dan Protokol Lombok Barat ini.
Sementara dr. H. Ahmad Taufik Fathoni atau dr Tony dari Dikes Lombok Barat menjelaskan salah satu hal yang menjadi perhatian kami dikes adalah resiko-resiko tinggi terutama usia-usia rentan, misalnya seperti usia di bawah 12 tahun dan di atas 50 tahun.
“NTB adalah daerah nomer dua dengan kasus positif anak terbanyak di Indonesia, itu yang saya khawatirkan kalau usia-usia ini tidak diperhatikan,” ujarnya.
Untuk transisi New Normal, kata dr Tony, pengaturan hotel mungkin relatif lebih mudah. Berbeda dengan daerah wisata.
“Jika tempat wisata seperti misalnya di Sesaot yang pengunjungnya dalam satu waktu biasanya dalam jumlah besar, atau mungkin usaha karaoke juga, di sana sangat perlu pembatasan. Jangan sampai kita baru mencoba namun sudah membuka semuanya, bisa repot juga nantinya,” ujar dr Fathoni yang menyarankan agar wisata dibuka 50% dulu.
Toni menyarankan agar karyawan dalam lingkup kerja dipastikan dan dibuktikan mereka dalam kondisi sehat, sehingga tidak menularkan ke pengunjung.
“Jika ada satu kasus di tempat itu, maaf saja kami harus menutupnya, dan penutupannya lumayan lama karena harus dibersihkan total terlebih dahulu baru bisa dibuka lagi,” ujarnya.
“Dalam seminggu ini Lombok Barat trend-nya turun, dalam sehari di Lombok Barat kita swab sekitar 25 orang, dalam 25 orang itu paling yang positif dua orang, jangan sampai lebih. Harapan kami kasus di Lombok Barat terus menurun dan kita bisa menuju arah New Normal,” lanjut dr Fathoni.
Dalam kesempatan itu, hadir juga anggota DPRD Lombok Barat Fraksi PAN, Munawir Haris. Dikatakan Haris, dewan sepakat dengan ide/gagasan Kadis Pariwisata untuk menuju New Normal dalam berwisata dengan protokol kesehatan.
“Intinya kami dari DPRD sangat mengapresiasi kinerja Pak Kadis Pariwisata dalam hal ini,” ujar Haris.
Namun demikian, Haris juga menyarankan untuk membuat zonasi yaitu pelan-pelan, jangan sekaligus yang akan menyebabkan tidak mengindahkan protokol kesehatan.
“Saya juga sudah diskusi dengan Pak Kadis (pariwisata, red) untuk kapan memulai ini, kita harus sepakati dulu, termasuk standar keamanan, jangan sampai kita nantinya terjebak dengan saling menyalahkan,” ungkap Haris.
Selain pelaku wisata, acara ini juga dihadiri perwakilan Polres Lombok Barat dan Kota Mataram. Kasat Narkoba Polres Lombok Barat, AKP Yusuf Faisal Apriadi, mengatakan pihak kepolisian dalam kaitan penegakan Covid-19 ini tidak bisa melaksanakan upaya penindakan yang ada kaitannya dengan hukum.
“Tapi yang paling penting adalah yang harus diminta untuk tegas, bertindak, memberikan sanksi adalah dari pihak pemda, seperti Dinas Perijinan,” ujarnya.
General Manager Aruna Senggigi, Weni Kristanti yang menjadi salah satu peserta FGD mengatakan, kegiatan Public Hearing Protokol Kesehatan di tempat-tempat wisata yang di inisiasi oleh Dinas Pariwisata Lombok Barat merupakan langkah untuk menyambut New Normal, dimana para pelaku wisata berkomitmen untuk mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.
“Sehingga hal ini bisa meningkatkan level kepercayaan tamu agar melakukan kunjungan dan kegiatan di Lombok Barat,” kata Weni.