Ketua ASPPI NTB, Ahmad Ziadi. |
MATARAM - Heboh assosiasi pariwisata mengkritisi eksistensi Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) NTB terus bergulir. Kini giliran Assosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) NTB mengungkap kekesalannya.
Ketua ASPPI NTB, Ahmad Ziadi mengatakan, sejak dibentuk pada akhir 2018, kiprah dan kinerja GIPI NTB tak pernah dirasakan. Padahal seharusnya GIPI menjadi wadah yang menampung aspirasi assosiasi pariwisata dan mengkomunikasikan ke pemerintah.
BACA JUGA : Sejumlah Assosiasi Pariwisata Merasa Tak Terwakili GIPI NTB
Menurut dia, GIPI merupakan organisasi terpusat yang seharusnya mengakomodir dan menaungi semua assosiasi pariwisata. Namun di NTB, GIPI terkesan jalan sendirian.
"Kita (ASPPI) juga pernah dimasukin grup WA (GIPI NTB) saat pembentukan GIPI akhir 2018 lalu. Tapi grupnya dibubarkan, dan sejak itu kita nggak tahu apa kegiatan GIPI, dan kita nggak bisa juga sampaikan aspirasi ke GIPI," katanya.
Ziadi menambahkan, sejak terbentuknya pengurus GIPI NTB, pihaknya pun tak pernah dilibatkan baik dalam pertemuan informal maupun pertemuan resmi GIPI NTB.
"Kita juga nggak pernah ada hitam di atas putih untuk keanggotaannya. Jadi kita serba susah. Jadi, setelah pelantikan GIPI ini hilang begitu saja. Nggak ada yang kita dapat sama sekali dari GIPI, yang kita tahu ketuanya pak Awan, tapi siapa saja pengurusnya kita nggak pernah tau," tegasnya.
Ia mengatakan, wajar bila sejumlah assosiasi pariwisata mempertanyakan eksistensi GIPI NTB.
BACA JUGA : Giliran PUTRI Pertanyakan Kinerja GIPI NTB
Ahmad Ziadi mengatakan, saat ini ASPPI NTB tetap berfokus membantu pemerintah NTB dalam menyambut kondisi new normal pariwisata.
Tanpa melalui GIPI, ASPPI NTB juga sudah memberikan masukan dan saran kepada Gubernur NTB dr H Zulkieflimansyah terkait persiapan new normal.
Menurut dia, yang terpenting saat ini Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota segera merumuskan dan menetapkan SOP Protokol New Normal
"SOP ini yang harus segera, sehingga kita ada panduan. Sekarang kan agak sulit ita mau mulai bergerak kalau SOP belum ada," katanya.
SOP new normal pariwisata, menurut Ziadi harus benar-benanr detil dan sesuai dengan karakteristik destinasi wisata di NTB.
"Misalnya aturan satu bus pariwisata maksimal berapa penumpang, atau satu speed boat untuk ke Gili-Gili, itu berapa orang. Ini kan hal sederhana tetapi tetap harus diatru dalam SOP New Normal kita," katanya.
Penyusunan SOP juga sebaiknya melibatkan koordinasi dengan assosiasi dan pelaku industri pariwisata.
"Sebab, meski otoritas SOP itu di Pemda, tapi substansi tetap harus melibatkan pelaku wisata dan assosiasi. Karena kita ini yang di lapangan," katanya.