Deretan berugak alami di kawasan Wisata Tani, Desa Kekeri, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat. |
LOMBOK BARAT - Pemerintah Desa Kekeri bersama Kelompok Tani Beriuk Meleq Maju (BMM) dan Solidaritas Perempuan Mataram (SP Mataram) menggelar launching Wisata Tani Desa Kekeri, Minggu (27/9) di Desa Kekeri, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat.
Selain menciptakan destinasi wisata baru, kegiatan ini juga memeriahkan peringatan Hari Tani Nasional (HTN) ke 60 yang jatuh pada 24 September lalu. Konsep Wisata Tani diharapkan mampu menekan laju alih fungsi lahan pertanian di Desa Kekeri, dan bisa menjadi model di Lombok Barat.
Ketua Badan Eksekutif SP Mataram, Eli Sukemi mengatakan, launching Wisata Tani Desa Kekeri ini sebagai upaya meminimalisir alihfungsi lahan pertanian di Desa tersebut.
Menurutnya, HTN tahun 2020 menjadi momentum penting bagi perempuan dan produsen pangan (petani, buruh tani, nelayan, peternak, agroindustri olahan pangan rumahan) dan seluruh pihak untuk menyuarakan situasi yang dirasakan, menyampaikan persoalan yang di hadapi untuk menggalang dukungan publik, serta mempengaruhi pengambil kebjakan untuk mengwujudkan kedaulatan pangan rakyat.
Momentum hari tani nasonal sangatlah penting untuk meninjau sejauhmana amanah Undang-Undang No. 5 Tahun 1950 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang mengingatkan kita telah lahir hari tani nasional yang diperingati setiap tanggal 24 September, terkait implemetasi pantasi UU masih diabaikan pemerintah.
Alih-alih mengurai permasalahan mendasar agraria di Indonesia dengan melaksanakan mandat UUPA, pemerintah justru lebih mengutamakan agenda investasi para pemilik modal yang akhirnya semakin memperparah ketidakadilan dan ketimpangan akses dan kontrol atas sumber-sumber agraria, sumber pangan, tanah sawah produktif, sumber mata air bersih dan benih/bibit lokal telah tergantikan dengan bibit rekayasa genetik yang telah sejak lama di kuasai investor yang didukung melalui lahirnya regulasi tanding yang diproduksi atas nama reforma agraria, telah secara nyata tidak berpihak kepada rakyat, khususnya perempuan dan produsen pangan.
Padahal perempuan dalam kehidupan sangat dekat dan dilekatkan pada peran memastkan konsumsi dan memastikan pangan tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.
"Dengan masifnya alih fungsi lahan menjadi perumahan petani, buruh tani terancam dan merasa resah kehilangan sumber hidup, lahan habis maka tidak ada lagi tempat bercocok tanam, melakukan proses produksi bahan bahan pangan sehat sesuai kebutuhan keluarga dan bahan pangan lokal," kata Eli.
Dari situasi yang ada sejak 2004 Solidaritas perempuan (SP) Mataram mendampingi dan mengorganisir, kampanye dan advokasi bersama kelompok perempuan petani, buruh tani dan produsen pangan di desa Kekeri. Mulai dari belajar pendidikan politik perempuan, perempuan harus berani bersuara menyampaikan pendapatnya dan didengar dalam keluarga, berani mengambil keputusan atas dirinya. Belajar berbagi tentang situasi yang di rasakan terkait situasi pertanian di desa, dampak dari globalisasi yang merampas kedaulatan perempuan atas pangan, merespon banyak anak yang mengalami gizi buruk/busung lapar sebagai dampak dari kekuarangan bahan pangan sehat dan bergizi, hak-hak perempuan atas pangan, straegy melawan alih fungsi lahan yang terus terjadi melalui adanya inisiatif pribadi maupun kolektif yang terbangun melalui diskusi yang diperkuat oleh SP Mataram.
Perempuan petani, buruh tani dan produsen pangan terbangun kesadaran kritis bergerak dan berjuang bersama, mengorganisir yang lain untuk untuk mengembangkan inisiatif kolekif untuk melawan alih fungsi lahan agar bisa merawat sumber pangan yang ada, sawah yang masih ada supaya tidak tergusur jadi BTN dengan mendorong pemeintah desa untuk menyusun kebijakan, awalnya mendorong adanya awiq-awiq tata kelola ruang desa yang mengatur terkait perlindungan lahan pertanian bekelanjutan dan sumber mata air pada tahun 2010 hingga 2016.
Namun awiq-awiq dirasa tidak mampu menghentikan alih fungsi lahan karena hanya mengikat warga desa saja sementara pemilik sawah banyak yang berasal dari luar desa Kekeri sehingga perempuan petani mendorong dan mendesak Pemdes membuat aturan legal berupa Perdes untuk perlindungan lahan sawah di desa Kekeri dari tahun 2017 hingga sekarang sudah ada komitmen untuk Perdes yang pada tahun 2018 SP Mataram dipercaya untuk menyusun usulan isi Draf Perdes.
"Harapannya dapat mempertahankan aktifitas bertani dan diatur melalui program wisata tani, sehingga mampu mempertahankan lahan dan akifitas pertanian yang berkelanjutan, dapat diterapkan melalui wisata tani ini," katanya.
Dengan wisata tani, maka pertanian menekankan pada kearifan lokal, menanam produk lokal sesuai kebutuhan dan konsumsi masyarakat setempat, pertanian yang tidak merusak alam, menjaga kebersihan dari sampah, membangun nilai gotong royong, keadilan dan kesetaraan, bahan kuliner yang dijual bersumber dari pertanian yang di produksi di Desa Kekeri.
"Dalam wisata tani ini Kelompok Tani Beriuq Meleq Maju (BMM), kapasitas membuat lahan kolektif/demplot untuk pembibitan dan bank bibit untuk bibit lokal yang berkelanjutan dan lainnya. Diharapkan ini akan mampu mendukung perempuan berdaulat terhadap pangan lokal," katanya.
Inisiatif kolektif mendorong Perdes yang dilakukan perempuan petani mendapat respon dari pemerintah Desa Kekeri untuk komitmen akan membahas dan menyusun Perdes Perlindungan Lahan Hijau melalui pengembangan Wisata Tani. Dalam program Wisata Tani ini disediakan 27 hektar lahan sawah produktif.
"Di Hari Tani Nasional tahun ini Pemerintah desa dan perempuan petani mengharapkan mendapat dukungan dari banyak pihak agar rencana tersebut dapat sukse," kata Eli.
Sementara itu, Kepala Desa Kekeri, Sultan SPdi mengatakan, Perdes Perlindungan Lahan Hijau di Desa setempat akan ditetapkan dan masuk dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa Kekeri tahun 2021 mendatang.
"Ini sebagai bentuk ikhtiar kita kepada warga Kekeri untuk perlindungan lahan hijau sekaligus meredam lajunya pembangunan perumahan yang begitu pesat di desa kita," kata Sultan.
Ia berharap dengan adanya Wisata Tani di Desa Kekeri, ke depan komitmen semua pihak semakin kuat untuk bersama-sama menjaga lahan hijau di Desa tersebut. Program Wisata Tani juga diharapkan bisa menjadi destinasi wisata alami di desa yang memberi manfaat ekonomis bagi masyarakat. (*)