Yudi Sudiyatnya SH. |
MATARAM - Kisruh kepengurusan Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi NTB, makin memanas.
Menduga ada kepentingan lain yang mencoba melengserkannya dengan intrik tertentu, Ketua HIPMI NTB, Sawaludin, pun segera berbalik melakukan perlawanan.
Aweng, sapaan akrab Sawaludin, pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Mataram.
"Benar Ketum HIPMI NTB, Sawaludin atau akrab kita sapa Aweng mengajukan gugatan. Karena memang dari sisi hukum perdata, Aweng masih menjadi Ketua HIPMI yang Sah," tegas Ketua Tim Kuasa Hukum Sawaludin, Yudi Sudiyatnya SH, saat menggelar jumpa pers, Rabu malam (25/11) di Mataram.
Yudi bersama enam pengacara lainnya Munaris SH, Lalu Rangga Satria Wijaya SH, Yuda Aditya Ma'atfa SH, Surya Bakti SH, Andiyadi Iktamalah SH MH, mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) itu ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram dengan Nomor Perkara : 256/Pdt.G/2020/PN Mtr. Sidang perdana akan mulai digelar pada 17 Desember mendatang.
Yudi memaparkan, empat pihak tergugat antara lain pihak BPP HIPMI sebagai tergugat I, penjabat Ketum HIPMI NTB, Lalu M Iswadi Athar sebagai tergugat II, penjabat Sekretaris HIPMI NTB, I Putu Dedy Saputra sebagai tergugat III, dan Ketua OKK HIPMI NTB Budi Wawan sebagai tergugat IV.
"Kami mengajukan gugatan agar organisasi HIPMI khususnya di NTB ini bisa berjalan dengan taat aturan, taat azas hukum. Sawaludin masih menjadi Ketua Umum BPD HIPMI yang Sah untuk periode 2018 sampai April 2021. Ini akan kita uji dan pastikan di pengadilan nanti," ujar Yudi.
Dipaparkannya, kisruh di tubuh HIPMI NTB diduga lantaran ada kepentingan tertentu.
Pasca Sawaludin dikabarkan mengundurkan diri sebagai Ketum HIPMI NTB, sejumlah pengurus HIPMI menggelar rapat penunjukan penjabat Ketum dan Sekretaris HIPMI NTB. Kepengurusan baru ini pun berencana menggelar Musda dalam waktu dekat.
"Proses Musda dipercepat ini maksudnya apa? Apa alasan mempercepat, karena ada upaya menampung seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai Ketum," tegas Yudi.
Ia mengungkapkan, kisruh HIPMI ini bermula dari masalah internal organisasi yang harusnya diselesaikan bersama antar pengurus. Namun karena ada kepentingan tertentu, diduga ada oknum pengurus yang sengaja melimpahkan semua masalah ini sebagai tanggungjawab Ketum HIPMI NTB, Sawaludin.
Pada Agustus lalu, Sawaludin pun dipanggil oleh pihak BPP HIPMI dalam pertemuan di Bali. Bersama sejumlah Ketum BPD HIPMI daerah lainnya, mereka diundang untuk konsolidasi dan koordinasi organisasi.
Tapi ternyata bukan konsolidasi, justru Ketum HIPMI NTB Sawaludin diberikan pilihan pihak BPP HIPMI 2 opsi, yakni untuk mengundurkan diri atau dipecat dari jabatan Ketum HIPMI NTB. Sehingga dibawah tekanan, Sawaludin akhirnya membuat pernyataan mengundurkan diri.
Yudi menegaskan, pemberian opsi oleh BPP HIPMI tersebut merupakan tindakan yang tidak sah dan melawan hukum karena tidak sesuai dengan mekanisme yang ada pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah (AD/ART) Organisasi HIPMI.
Selain itu, papar dia, saat membuat pernyataan tersebut Sawaludin dipandu oleh Bidang OKK BPP HIPMI untuk membuat Surat Pernyataan yang isinya untuk menyelesaikan permasalahan HIPMI dan berisi pengunduran diri sebagai Ketua BPD HIPMI NTB.
"Artinya pernyataan yang berisi pengunduran diri tersebut ditulis oleh Sawaludin dibawah tekanan dan paksaan. Dalam hukum perdata, istilahnya ada pemanfaatan keadaan yang dilakukan Bidang OKK BPP HIPMI untuk Sawaludin saat membuat pernyataan tersebut," katanya.
Menurutnya, kalau pun pernyataan mundur itu benar, maka BPP HIPMI harus menerbitkan SK pemberhentian Sawaludin sebagai Ketum HIPMI NTB. Namun faktanya, hingga saat ini SK tersebut belum diterbitkan.
"Sawaludin diangkat sebagai Ketum HIPMI NTB itu ditetapkan melalui SK resmi, dan sampai sekarang belum ada SK yang memberhentikannya. Jadi dia tetap Ketum HIPMI NTB yang Sah. Jika ada kegiatan yang mengatasnamakan HIPMI NTB tanpa sepengetahuan Sawaludin, maka saya katakan itu kegiatan illegal," tegas Yudi. (Bersambung)