Tuan Guru Bajang (TGB) KH M Zainul Majdi. |
JAKARTA - Beberapa hari terakhir, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan azan menggunakan lafal seruan jihad. Azan tersebut cukup viral di media sosial. Ulama-ulama silih berganti memberi komentar mengenai penyimpangan azan tersebut. Azan dengan ajakan jihad tersebut tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam siaran langsung di Kompas TV Petang, Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, TGB HM Zainul Majdi memberikan pandangan mengenai lafal azan yang dirubah.
TGB menjelaskan, azan itu jelas panggilan salat dengan lafadz yang sudah ditentukan. Dari generasi ke generasi lafadz itu digunakan untuk memanggil umat Islam untuk beribadah.
“Ketika azannya dirubah maka lafalnya menjadi rusak,” katanya, Rabu 2 Desember 2020.
Cucu Pendiri Nahdlatul Wathan ini melanjutkan, oknum-oknum yang merubah lafal azan itu telah mempermainkan agama. Padahal, lafal azan sudah ditetapkan tata cara oleh Rasulullah. Kekeliruan ini tidak boleh dibiarkan. Ia menilai begitu penting kepolisian mengusut hingga tuntas.
“Jangan sampai setiap orang seenaknya menambah ritual. Itu bisa memicu kekacauan,” tegasnya.
Doktor Ahli Tafsir Alquran ini menyebut, bisa jadi di kemudian hari ada yang kembali merubah lafal azan karena mendekati kegiatan agama. Misalnya, mendekati zakat fitrah, kemudian merubah lafal azan dengan tambahan zakat fitrah.
“Nanti ditambah, hayya alal zakat fitrah. Jangan sampai seperti itu,” sambungnya.
Tindakan merubah lafal azan, kata TGB, dengan menyelipkan kata jihad, memicu banyak distorsi. Merusak pakem yang disepakati ulama dan dipraktikan umat Islam selama berabad-abad. Kemudian mendistorsi jihad yang niat sesungguhnya mencari ridha Allah.
“Kemudian kata ini dimasukkan dalam azan. Azan menjadi rusak,” tandasnya.
Gubernur Nusa Tenggara Barat periode 2008-2018 ini menambahkan, tindakan mempermainkan agama tersebut menimbulkan keresahan. Padahal, ada pesan agama di dalam azan. Terdapat makna kedamaian.
“Ketika memasukkan hayyal alal jihad, menjadi resah. Pelaku harus diproses, memberikan hukuman yang setimpal,” sambungnya.
Disinggung mengenai motif, TGB mengungkapkan, perbedaan di dalam agama menjadi hal yang biasa. Yang membuat repot ketika terjadi perseteruan politik, menjadi tidak baik ketika menggunakan idiom keagamaan.
“Sudah cukuplah, mari kita gali nilai universal dari agama. Nilai yang membawa rahmah dan kedamaian untuk semua. Politik ada ruangnya tersendiri,” pesannya.
Mengenai seorang tokoh yang meminta maaf karena penyimpangan lafal azan karena dirasa menganggu masyarakat, TGB menilai ini sebagai awal yang baik. Ia mengajak semua pihak meliterasi masyarakat disaat ghirah beragama yang tinggi.
“Jangan kemudian ghirah ini dibelokkan untuk satu tujuan yang tidak selaras. Mari dengan kebersihan hati meliterasi masyarakat untuk beragama yang sehat. Jauh dari hal-hal yang memprovokasi dan menimbulkan keresahan di masyarakat,” katanya. (Tim Dakwah TGB)