Direktur SOMASI NTB Dwi Aries Santo. |
MATARAM - Kritikan terus berdatangan terhadap program unggulan Nusa Tenggara Barat (NTB), Zero Waste. Program tanpa sampah tersebut dikritik banyak pihak lantaran kondisi NTB saat ini dipenuhi tumpukan sampah.
Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (SOMASI) NTB menilai program tersebut kurang sinergi antara provinsi dan kabupaten/kota.
"Soal zero waste ini semestinya provinsi membuka ruang kerjasama dengan kabupaten/kota. Karena kabupaten/kota yang memiliki wilayah," kata Direktur SOMASI NTB, Dwi Aries Santo, Senin, 15 Februari 2021 di Mataram.
Dia mengatakan, Pemprov NTB dalam menjalankan program terkesan tidak melibatkan kabupaten/kota dalam mengeksekusi. Termasuk soal anggaran terhadap kabupaten/kota dalam menjalankan program tanpa sampah tersebut.
"Provinsi dalam implementasi terkesan tidak melibatkan kabupaten kota dalam mengeksekusi," ujarnya.
"Kalau soal tata kelola sangat mungkin program yang dijalankan provinsi disinergikan dengan kabupaten/kota. Kesannya provinsi mengeksekusi sendiri," ujar Aries.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Madani Mukarom, menjelaskan program tersebut tercapai. Itu karena keterlibatan banyak pihak termasuk kabupaten/kota.
“Tanpa Kabupaten/Kota, tidak mungkin capaian zero waste yang berwujud hari ini bisa dicapai. Kami ucapkan terima kasih kepada bupati/wali kota, kepala desa, dan seluruh komunitas warga atas kolaborasinya,” ucap Madani.
Meski demikian dia mengakui keterbatasan kewenangan dan anggaran, sehingga dari sisi proporsi anggaran 70 persen sampai 87 persen dari alokasi anggaran, diperuntukkan untuk Tempat Pemrosesan Akhir Regional (TPAR).
Menanggapi itu, Direktur SOMASI mengatakan fakta di lapangan justru sampah masih menumpuk di mana-mana.
"Secara nampak apa yang bisa kita katakan berhasil. Sampah hampir di setiap sudut kabupaten/kota," katanya.
Dia mengatakan, seharusnya indikator kesuksesan program tersebut diukur dari dampak terhadap masyarakat, bukan hanya semata program tersebut terlaksana tanpa ada dampak yang ditimbulkan.
"Kalau dikatakan program terlaksana itu gampang saja. Dalam logika perencanaan kita merencanakan beberapa jenis, ketika dilaksanakan selesai. Tapi dampak dari pelaksanaan program itu apa?" cetusnya.
"Pertanyaan ketika program direncanakan dan dilaksanakan, dampaknya apa? Masyarakat bisa melihat sampah masih ada di mana-mana. Sama seperti sebelum program zero waste disusun," katanya.
Dia meminta Pemprov NTB ke depannya harus terus bersinergi dengan kabupaten/kota. Termasuk soal anggaran, sehingga jika kabupaten/kota berhasil sukseskan zero waste, kesuksesan tersebut tidak diklaim sebagai kesusksesan Pemprov semata.
Sementara terkait pernyataan Wagub NTB, Sitti Rohmi Djalillah yang mengatakan program zero waste sukses akibat banyak masyarakat yang mulai alergi dengan sampah, kemudian kritikan mereka sampaikan ke Pemprov. Menurut Aries, itu bukan menjadi ukuran terhadap keberhasilan zero waste.
"Kritik dipandang sebagai bukti tatanan pemerintahan yang demokratis, iya. Tapi kalau sebagai bukti dalam sebuah program tertentu yang dikritik, berarti ada persoalan. Bukan sebagai tanda keberhasilan," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Madani Mukarom, mengatakan program zero waste melibatkan pemerintah daerah. Bahkan dia menilai program tersebut tercapai.
“Tanpa Kabupaten/Kota, tidak mungkin capaian zero waste yang berwujud hari ini bisa dicapai. Kami ucapkan terima kasih kepada bupati/wali kota, kepala desa, dan seluruh komunitas warga atas kolaborasinya,” ucap Madani.
Tidak hanya pemerintah daerah, kata Madani Pemprov NTB secara paralel menggandeng seluruh komunitas lingkungan, bahkan difasilitasi Pemda kabupaten/kota berinteraksi dengan desa/kelurahan.
Keterbatasan kewenangan dan anggaran juga disadari Pemprov, sehingga dari sisi proporsi anggaran, 70 persen – 87 persen dari alokasi anggaran, diperuntukkan untuk Tempat Pemrosesan Akhir Regional (TPAR).
Madani mengatakan dari sisi regulasi persampahan, ada dua model kewajiban pengelolaan sampah, yakni pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Target dari kedua jenis pengelolaan sampah ini sudah ditetapkan secara nasional, melalui Perpres 97/2019 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (SRT) dan Sampah Sejenis Rumah Tangga (SSRT).
Provinsi dan kabupaten/kota yang diwajibkan menetapkan Jakstrada (Kebijakan dan Strategi Daerah) SRT dan SSRT juga sudah dilakukan, sisa satu kabupaten saja yang belum memiliki Jakstrada, yakni Dompu.