BANDUNG - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengekspor satu unit pesawat terbang CN235-220 Maritime Patrol Aircraft (MPA) untuk Senegal Air Force dalam kegiatan Ferry Flight, Jumat 19 Maret 2021, dari Hanggar Fixed Wing PTDI, Bandung, menuju Dakar, Senegal.
Hadir dalam pelepasan melepas Ferry Flight pesawat CN235-220 MPA yang nantinya akan dioperasikan oleh Senegal Air Force, Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro, KASAU Senegal, General Papa Souleymane Sarr, Direktur A.D. Trade Belgium Company, Max Abitbul, Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan & Keamanan, Slamet Soedarsono dan Direktur Pelaksana I Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank, Dikdik Yustandi.
Sebelumnya pesawat CN235-220 MPA tersebut telah diserahkan secara simbolis oleh Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto kepada KASAU Senegal, General Papa Souleymane Sarr, saat kunjungan ke PTDI pada tanggal 18 Maret 2021.
Capt. Esther Gayatri Saleh sebagai Test Pilot In Command dan Flight Instructor (acting as Chief of The Mission) dan Capt. Anjun Nugroho sebagai Copilot, menerbangkan pesawat CN235-220 MPA tersebut dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung menuju Medan (Indonesia), Chennai dan Mumbai (India), Doha (Qatar), Khartoum (Sudan), N’Djamena (Chad), Niamey (Niger) dan Dakar (Senegal) sebagai destinasi terakhir.
Dalam penerbangan tersebut turut serta Capt. Kane Mansour sebagai perwakilan dari Senegal Air Force.
Penandatanganan kontrak pengadaan 1 (satu) unit pesawat terbang CN235-220 MPA tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 08 Agustus 2017 dengan nomor kontrak PTD/0005/UT0000/08/2017 antara PTDI dengan A.D. Trade Belgium Company untuk end user Senegal Air Force.
PTDI juga memberikan warranty untuk 600 Flight Hours sejak tanggal diterbitkannya Certificate of Final Acceptance setibanya pesawat tersebut di Senegal, sebagaimana kesepakatan pada kontrak.
Ekspor pesawat CN235-220 MPA untuk Senegal Air Force pembiayaan sebagian modal kerjanya didanai oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank dengan skema National Interest Account (NIA). Penggunaan skema NIA dari LPEI/Indonesia Eximbank ini merupakan penugasan khusus dari Kementerian Keuangan RI untuk penyediaan pembiayaan ekspor pesawat udara dengan penetrasi pasar Afrika dan Asia Selatan. Pembiayaan ini juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial diantaranya penyerapan tenaga kerja lebih dari 4.000 tenaga kerja, peningkatan daya saing ekspor Indonesia, serta perluasan negara tujuan ekspor Indonesia ke pasar non tradisional.
“Ferry Flight pesawat CN235-220 MPA ke Senegal hari ini merupakan lanjutan dukungan kami terhadap PTDI setelah sebelumnya pesawat dengan jenis yang sama diekspor ke Nepal. Ekspor pesawat udara oleh PTDI didukung dengan pembiayaan skema NIA dengan total keseluruhan sebesar Rp354 Miliar melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 512/KMK.08/2018. Kami berharap dukungan ini dapat meningkatkan daya saing ekspor, khususnya di industri strategis,” ujar D. James Rompas, Direktur Eksekutif LPEI/Indonesia Eximbank.
Perluasan pasar tujuan ekspor ke negara-negara non tradisional tengah didorong Pemerintah meskipun memiliki beberapa risiko khusus yang kerap dihindari, baik oleh pelaku industri maupun perbankan nasional.
Menurut dia, peran Pemerintah melalui LPEI/Indonesia Eximbank dalam memberikan pembiayaan khusus untuk ekspor ke negara-negara non tradisional diharapkan dapat menstimulus industri nasional untuk melakukan perdagangan (ekspor) ke negara-negara non tradisional.
Pesawat CN235-220 MPA buatan PTDI. |
Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro menjelaskan, Pesawat CN235-220 MPA dengan serial number N69 tersebut telah melaksanakan Flight Acceptance dan tim Senegal Air Force sebanyak 11 orang telah menuntaskan seluruh rangkaian pelaksanaan Flight Training dan Customer Training pada tanggal 10 Maret 2021.
"Ini merupakan pesawat ketiga yang dikirim dari PTDI yang dioperasikan oleh Senegal Air Force. Sebelumnya, PTDI telah mengirimkan pesawat CN235 pertama dengan konfigurasi Military Transport pada tahun 2011 dan pesawat kedua dengan konfigurasi Multi Purpose Aircraft (MPA) pada tahun 2016," katanya.
Pesawat udara CN235-220 MPA ini memiliki beberapa keunggulan, yakni dapat lepas landas dengan jarak yang pendek, dengan kondisi landasan yang belum beraspal dan berumput, mampu terbang selama 8 jam dengan sistem avionik glass cockpit, autopilot dan adanya winglet di ujung sayap agar lebih stabil dan irit bahan bakar.
Pesawat udara CN235-220 Maritime Patrol Aircraft dilengkapi dengan Tactical Console (TACCO), 360o Search Radar yang dapat mendeteksi target yang kecil sampai 200 NM (Nautical Mile) dan Automatic Identification System (AIS), sistem pelacakan otomatis untuk mengidentifikasi kapal, sehingga dapat diperoleh posisi objek yang mencurigakan.
Pesawat dilengkapi pula dengan Forward Looking Infra Red (FLIR) untuk mendeteksi dan mengklasifikasikan target, serta mampu merekam situasi di sekitar wilayah terbang untuk evaluasi misi, baik dalam kondisi siang maupun malam hari.
Elfien mengatakan, PTDI telah berhasil memproduksi dan mengirimkan pesawat CN235 sebanyak 69 (enam puluh sembilan) unit untuk customer dalam negeri maupun luar negeri, dari total sebanyak 286 unit populasi pesawat CN235 series di dunia, dimana saat ini PTDI merupakan satu-satunya industri manufaktur pesawat terbang di dunia yang memproduksi pesawat CN235.
“Alhamdulillah dalam situasi ini PTDI berhasil melakukan ekspor pertamanya di awal tahun 2021. Dengan diserahkannya pesawat CN235 ketiga ini semoga dapat membantu meningkatkan kinerja Angkatan Udara Senegal dalam setiap pelaksanaan operasi udara. Kami merasa bangga atas kepercayaan yang telah diberikan oleh Pemerintah Senegal kepada PTDI selama ini, kami berharap kedepannya dapat terus mempercayakan PTDI dalam memenuhi kebutuhan matra udaranya, termasuk dengan pelayanan maintenance dari PTDI. Saat ini PTDI sedang menjajaki potensi pengadaan pesawat CN235 untuk Senegal Air Force yang ditargetkan dapat terlaksana perolehan kontraknya pada tahun 2022,” kata Elfien Goentoro, Direktur Utama PTDI.
Tentang PT Dirgantara Indonesia (Persero)
PTDI merupakan badan usaha milik negara yang didirikan pada tahun 1976, berlokasi di Bandung, Indonesia. Produk utama yang dihasilkan diantaranya adalah pesawat terbang, komponen struktur pesawat terbang, jasa perawatan pesawat terbang dan jasa rekayasa engineering.
PTDI teruji mampu memproduksi jenis pesawat terbang CN235 yang dilengkapi dengan berbagai mission sesuai konfigurasi yang dibutuhkan, antara lain: Angkut Militer, Cargo, Paratroop, Medevac, Patroli Maritim, bahkan VIP. Selain itu, PTDI juga memproduksi pesawat terbang NC212i yang juga dapat dilengkapi dengan berbagai mission sesuai konfigurasi yang dibutuhkan, antara lain: Angkut Militer, Rain Making, Patroli Maritim, Navtrain, termasuk Medevac. PTDI juga memiliki kolaborasi industri dengan Airbus Defence & Space (ADS) untuk pesawat CN295, serta dengan Airbus Helicopters dan Bell Helicopters untuk berbagai macam varian helikopter.
PTDI bekerja sama dengan LAPAN telah sukses membangun pesawat N219 dan telah resmi memperoleh Type Certificate pada tanggal 22 Desember 2020 dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasioan Pesawat Udara (DKPPU), Kementerian Perhubungan RI. Pesawat N219 merupakan pesawat penumpang dengan kapasitas 19 orang dengan dua mesin turboprop yang mengacu kepada regulasi CASR Part 23. Pesawat N219 memiliki kemampuan lepas landas di landasan pendek yang tidak dipersiapkan sehingga akan menjadi pendukung konektivitas antar pulau terutama di wilayah Perintis.
Tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank adalah lembaga keuangan yang secara khusus dibentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Sebagai Lembaga Keuangan Khusus yang didirikan Pemerintah, LPEI didirikan dengan tujuan untuk mendukung program ekspor nasional melalui (Pembiayaan Ekspor Nasional) dalam bentuk Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi, dan Jasa Konsultasi. LPEI juga dapat melakukan PEN atas penugasan khusus dari Pemerintah (National Interest Account – NIA). LPEI beroperasi secara independen, berdasarkan undang-undang tersendiri (Lex Specialist) dengan sifat sovereign status. Status ini membawa arti kewajiban Pemerintah untuk menjaga kecukupan modal LPEI sebagaimana diatur dalam Undang-Undangnya.
Saat ini, LPEI memiliki 8 jaringan kantor yang tersebar di Indonesia, yaitu 1 Kantor Pusat di Jakarta, 2 Kantor Wilayah (Jakarta dan Surabaya), 2 Kantor Cabang (Medan dan Makassar) dan 2 Kantor Pemasaran (Batam dan Balikpapan).
Kegiatan lain yang dilakukan LPEI dalam pelaksanaan mandatnya, yaitu penyediaan informasi khususnya kajian terkait ekspor baik pelaku, produk maupun pasar. Untuk itu, saat ini LPEI memiliki IEB Institute untuk melakukan kajian-kajian dan sejak tahun 2017 telah dibentuk jaringan universitas yang disebut UNIED (University Network for Indonesia Export Development) untuk membantu meningkatkan ekspor nasional dari sisi akademisi dengan menerbitkan berbagai kajian terkait komoditas maupun kajian potensi ekonomi secara regional dan sektoral.