Ilustrasi. |
Dibenci, dirazia, tetapi dibutuhkan. Praktik penjaja wik-wik online di Kota Mataram dan sekitarnya diam-diam menyumbang sedikit "nafas" bagi sejumlah hotel yang kini dalam kondisi serba kesulitan di masa pandemi.
Barra Elank
Mandalika Post / Mataram
Seperti virus corona yang tak pernah nampak, praktik wik-wik online terus berjalan di Kota Mataram, Ibukota NTB yang sudah nampak sepi menjelang pukul 22.00 Wita malam.
Tarif hotel yang terpaksa banting harga karena sepinya wisatawan, membuat transaksi nikmat yang ditawarkan akan berjalan lebih aman.
Chika, sebut saja namanya demikian, sudah menjalaninya hampir dua bulan terakhir. Cewek 28 tahun asal Tasikmalaya ini, mengaku tak punya pilihan. Seminggu setelah kontrak kerjanya di sebuah hiburan malam di kawasan Senggigi berakhir, Chika mulai kelimpungan.
"Dua minggu habis putus kontrak, tabungan habis juga untuk bayar kos dan keperluan harian. Apalagi gaji terakhir nggak dibayar penuh. Akhirnya ya terjun beginian, open BO lah," ujar Chika, yang dijumpai di sebuah Hotel berbintang di Kota Mataram.
BACA JUGA : Cerita Wik-Wik Online, Hotel Remang Hingga Kos-Kosan
Biasanya Chika membooking kamar hotel untuk dua malam, sebelum berpindah ke hotel lainnya. Promosi layanan nikmat dilakukannya melalui aplikasi medsos Michat.
Meski di masa pandemi, dalam sehari Chika bisa melayani 2-3 orang tamu, om senang dan para hidung belang, mulai pukul 10 pagi hingga pukul 11 malam.
"Tarifnya ya tergantung, mau shortime atau longtime. Tapi rata-rata untung lah, bisa buat bayar hotel, makan, dan bisa buat sedikit menabung," akunya.
Chika bukan satu-satunya. Bersama Chika ada Lisa - nama samaran -, senior Chika yang mengajak Chika bekerja begituan. Tak banyak yang bisa digali tentang Lisa dari Chika. Tapi menurut Chika, cukup banyak mantan pekerja tempat hiburan yang "direkrut" Lisa.
Lisa ialah janda cantik dari Garut yang sudah bekerja di Lombok sejak 5 tahun silam. Lisa mengakhiri kerjaannya sebagai partner song di kawasan Senggigi, saat gempa Lombok terjadi 2018 silam. Setelah itu sempat membuka jasa spa, namun gulung tikar karena seringkali digerebek lantaran diduga tak berizin.
Chika tergiur bujukan Lisa. Apalagi menjadi penjaja wik-wik online ternyata cukup menjanjikan.
"Ya kata dia ibarat kuliner lah, kan konsumen yang lapar pasti ada setiap hari. Hasrat wik-wik juga kan kebutuhan manusiawi. Banyak juga yang pingin ganti menu, biar nggak bosen," ujarnya.
Dari aplikasi Michat yang dihidupkan di kawasan Cakranegara, akan sangat mudah menemukan lebih dari 60 akun wanita yang menawarkan jasa seperti Chika. Ada yang berbalut tawaran masas dan pijat kebugaran, tapi ada juga yang secara vulgar menawarkan kehangat wik-wik kepada calon pelanggan.
Tapi bukan berarti bisnis ini tak rentan penipuan. Baik yang dilakukan hidung belang, maupun yang dilakukan oleh jaringan wik-wik online.
Sinta pernah mengalami itu. Janda sintal berusia 32 tahun ini pernah dibooking verry longtime 3 malam di sebuah hotel berbintang di kawasan Cakranegara. Toh, di hari ketiga, hidung belang yang mengaku pengusaha sekaligus aktivis justru kabur meninggalkan Sinta.
Bukannya meraih keuntungan Rp3 juta seperti yang dijanjikan, Sinta malah merugi harus membayar sewa hotel untuk 3 malam.
"Itu pagi pas aku mandi. Dia pamit keluar katanya mau ke ATM, taunya nggak balik-balik. Dasar penipu," katanya.
Meski penipuan merupakan kejahatan yang berunsur pidana, namun untuk melaporkannya ke pihak berwajib menjadi dilema bagi penjaja wik-wik online seperti Sinta.
"Gila ajalah kalau ngelapor, ntar kita yang diciduk," ujarnya.
Mengaku masih trauma dengan kejadian itu, kini Sinta memilih praktik full online. Hidung belang yang berminat hanya bisa menerima jasa VCS bersama Sinta dengan tarif yang ditentukan sesuai durasi VCS.
BACA JUGA : Cerita Wik-Wik Online, Hotel Remang Hingga Kos-Kosan
Hidung belang berinisial G, juga pernah mengalami penipuan. Duit senilai Rp1,8 juta miliknya, melayang begitu saja. Sementara hasrat bisa menikmati kehangatan bersama wanita idaman, pupus menjadi penyesalan.
Kejadiannya bermula ketika G iseng menyalakan aplikasi Michat, saat santap siang di sebuah warung di dekat Kantor Gubernuran, di Kota Mataram.
Foto dan video profil dari akun bernama Siska membuatnya tertarik. Apalagi lokasi Siska terbaca berjarak hanya kurang dari 200 meter dari tempat G berada.
"Awalnya cuma ingin kenalan saja. Dua hari kemudian berlanjut lewat WhatsApp," kata G.
Siska benar-benar membuat G merasa nyaman dalam setiap percakapan whatsapp. Di hari pertama ia sudah berhasil membujuk G mengirimkan paket pulsa.
Hari berikutnya, G mulai tak tahan ingin bertemu Siska. Siska pun mengarahkan G untuk menghubungi seseorang, sebut saja Jes.
"Dia minta kalau mau ketemu hubungi si Jes ini. Saat saya hubungi, dia minta uang Rp450 ribu sebagai jaminan yang harus ditransfer. Ya saya transfer," kata G.
Dengan penuh semangat G kemudian menuju hotel tempat Siska menginap. Tapi, belum sempat bertemu Siska, sebuah panggilan telepon masuk dari Jes. Ia kembali meminta Rp450 ribu untuk membayar kawar hotel. Alasan Jes biaya sewa kamar Siska sebesar Rp900 ribu.
Hasrat untuk segera bertemu Siska membuat pikiran G tidak rasional. Tanpa pikir panjang uang yang diminta Jes segera ditransfer melalui mobile banking.
"Tapi setelah saya transfer lagi Rp450 ribu, kok dia bilang nggak bisa terkonfirmasi karena rekening pengirimnya berbeda. Disini saya mulai curiga," kata G.
G kemudian memutuskan untuk membatalkan transaksi dan menghubungi Jes untuk mengembalikan uang miliknya. Namun Jes berhasil meyakinkan G bahwa selangkah lagi, pasti bertemu Siska.
Wajah cantik dan body bohay di foto profil dan suara seksi menggoda Siska yang terus membayangi, akhirnya membuat kecurigaan G luntur.
"Si Jes ini bilang uang saya tidak bisa kembali yang Rp900 ribu karena rekeningnya beda. Nah untuk bisa kembali harus kirim dalam jumlah sama sekali lagi. Nanti uang yang Rp900 akan dikembalikan setelah saya selesai dengan Siska. Akhirnya saya kirim lagi (Rp900 ribu)," katanya.
Janji bertemu siang, namun sampai menjelang petang G tak juga menemukan wanita bernama Siska yang menghampirinya di lobby hotel.
Ia baru yakin benar sudah tertipu, setelah menanyakan petugas resepsionis hotel dan mendapat jawaban tak ada seorang tamu pun yang menggunaan identitas bernama Siska di hotel tersebut. Petugas hotel juga memastikan G tertipu, sebab modus seperti itu sudah beberapa kali terjadi dengan mencatut nama hotel tersebut.
"Iya, saya hilang Rp1,8 juta totalnya. Mau lapor-lapor juga malu jadinya. Saya juga yang salah, dan aplikasi s*tan ini," sesalnya.
Praktik wik-wik online masih bertahan di masa pandemi, sebagian mereka memanfaatkan hotel sebagai tempat bertransaksi kenikmatan. Tentu saja tanpa melibatkan dan tanpa sepengetahuan pihak manajemen hotel. (bersambung)