Jamin Akses Keadilan Perempuan dan Anak, Kejagung Luncurkan Pedomannya

MandalikaPost.com
Selasa, Maret 09, 2021 | 12.22 WIB Last Updated 2021-03-09T04:23:07Z

JAKARTA - Jaksa Agung RI Dr. Burhanuddin, S.H. MH. dari ruang kerja Jaksa Agung di Gedung Menara Kartika Adhyaksa) Kebayoran Baru Jakarta, Senin (8/3) membuka seminar secara daring (webinar) Peluncuran Pedoman Kejaksaan Republik Indonesia (RI) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana.


Webinar tentang Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana dilaksanakan atas kerja sama Kejaksaan Agung dengan USAID (Bantuan Amerika), The Asia Foundation, AIPJ2 (Australia Indonesia Partnership For Justice 2), Australian Goverment, Rutgers WPF Indonesia, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Indonesia Judicial Reseach Society (IJRS).


Hadir sebagai (keynote speaker) dalam webinar tersebut antara lain Stephen Scott dari Kedutaan Besar Australia, Dr. Sandra Hamid dari The Asia Foundation dan Jaksa Agung RI. Dr. Burhanuddin, SH.MH. serta bertindak sebagai Moderator Muhammad Rizal, SH. LLM.Ketua MaPPI FHUI. 



Dalam sambutannya Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, meskipun dilakukan secara virtual mengingat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan kita untuk berkumpul secara fisik, namun demikian tidak mengurangi semangat  untuk selalu terus bergerak dan berkarya demi kepentingan bangsa dan negara. 


"Untuk itu, atas nama pribadi maupun Pimpinan Kejaksaan, saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam penyusunan Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan Dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana, yang diinisiasi oleh Tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dengan asistensi Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) serta dukungan dari mitra pembangunan melalui program Australia Indonesia Partnership For Justice 2 (AIPJ2), USAID The Empowering Acces to Justice (MAJu), The Asia Foundation serta Rutgers WPF Indonesia dan pihak-pihak lainnya yang telah ikut andil dalam penyusunan pedoman tersebut," katanya.


Ia memaparkan, Pasal 1 Ayat (3) Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu ciri utama dari negara hukum. 


"Seperti kita ketahui bersama bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 dan meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990," ujarnya.


Konsekuensi diratifikasinya ketentuan dalam konvensi internasional tersebut, Indonesia harus menjalankan norma yang diatur dalam Konvensi itu sebagai suatu bentuk ketaatan (compliance). Perlakuan diskriminasi sendiri di Indonesia masih kerap ditemukan dan dialami oleh perempuan dan anak, seperti marjinalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, hingga terbatasnya akses perempuan dan anak dalam memperoleh hak-haknya, termasuk hak untuk memperoleh keadilan ketika berhadapan dengan hukum. 


Pada tahun 2018, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengeluarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja yang menunjukkan bahwa 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual. 1 dari 2 anak laki-laki dan 3 dari 5 anak perempuan pernah mengalami kekerasan emosional.


Selanjutnya 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 2 dari 3 anak dan remaja perempuan dan laki-laki di Indonesia pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya.


1 Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terdapat kebutuhan bagi negara untuk hadir dalam memberikan pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak sebagai salah satu kebutuhan hukum di masyarakat guna melindungi kepentingan hak perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum. 


"Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan memiliki tugas dan kewenangan diantaranya adalah melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu, serta kewenangan melekat lainnya, dalam menangani suatau perkara yang berkaitan dengan perempuan dan anak seringkali mendapatkan hambatan dalam menangani perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum," katanya.


Dalam melakukan pembuktian, Penuntut Umum kadang kala menemui kesulitan dalam membuktikan unsur pidana disebabkan minimnya saksi dan alat bukti, misalnya pada kasus-kasus kekerasan seksual, sering kali kasus tersebut tidak memiliki saksi selain korban sendiri. 


Selain itu, dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, sering kali saksi adalah anak yang masih di bawah umur sehingga keterangannya tidak dapat didengar di persidangan. Oleh karena itu, Kejaksaan menyadari bahwa perlindungan dan jaminan akses keadilan bagi perempuan dan anak di Indonesia merupakan hal yang patut diberi perhatian serius agar kualitas hidup perempuan, anak-anak dan generasi mendatang dapat jauh lebih baik. 


Jaksa Agung menekankan, tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN 2020-2024, pengarusutamaan gender adalah strategi untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam pembangunan nasional, serta untuk meningkatkan sistem perlindungan anak yang terintegrasi sehingga dapat menjamin pemenuhan hak dan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah lainnya. 


Menuju tujuan pembangunan tahun 2025 berupa peningkatan kualitas hidup perempuan diikuti dengan meningkatnya kesetaraan gender di seluruh bidang pembangunan. 


Pemberdayaan perempuan serta pencegahan dari kekerasan memiliki kontribusi yang signifikan dalam peningkatan kualitas hidup perempuan. 

Mendasari hal tersebut, sebagai bentuk komitmen dan langkah konkrit, Kejaksaan Republik Indonesia meluncurkan Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. 


“Ada harapan saya bahwa dengan adanya Pedoman ini dapat semakin menjamin dan memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak dalam proses hukum yang selama ini masih menghadapi hambatan dan tantangan terutama dalam pemenuhan haknya untuk mendapatkan akses keadilan," jelas Jaksa Agung.


Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 disusun dengan tujuan untuk optimalisasi pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai pelaku, korban dan saksi dalam penanganan perkara pidana, dengan ruang lingkup penanganan pidana yang melibatkan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 


Dalam pedoman ini juga turut diatur adanya Pertemuan Pendahuluan, yang akan sangat membantu saksi dan korban agar siap menghadapi proses persidangan. 


Tidak hanya dalam proses pemeriksaan, pedoman ini juga mengatur proses dan teknis pemulihan bagi korban tindak pidana, baik melalui ganti rugi, restitusi, dan kompensasi. 


Perhatian selanjutnya terdapat beberapa pedoman dalam hal melakukan permintaan keterangan atau pemeriksaan terhadap perempuan dan anak baik sebagai pelaku, korban, dan saksi dalam proses penyelidikan dan penyidikan serta optimalisasi peran Jaksa / Penuntut Umum perempuan dalam hal melakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan terhadap perempuan pelaku dan anak.


Telah diatur juga bagaimana penuntut umum dalam hal melakukan pemeriksaan kelengkapan formil dam materil suatu berkas perkara, penjatuhan tuntutan pidana tambahan, penjatuhan tuntutan tindakan yang melibatkan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum, serta perlindungan saksi dan korban. 

Pembaharuan selanjutnya dalam pedoman ini yaitu penghindaran uraian yang terlalu detail dan vulgar dalam penyusunan surat dakwaan, perlindungan identitas, pemeriksaan di luar pengadilan melalui perekaman elektronik, pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audio visual, dan pembuktian medis/forensik. 


Mengakhiri sambutannya Jaksa Agung berharap Pedoman ini dapat menjadi acuan bagi Jaksa dalam pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum dalam perkara pidana, memastikan langkah-langkah yang tepat dalam penanganan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum serta agar adanya peningkatan kualitas penanganan perkara demi kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak. 


“Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional tanggal 8 Maret 2021, saya ucapkan selamat atas terbitnya Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan Dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana, semoga dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan hukum nasional dan bermanfaat bagi para peserta sekalian dalam melaksanakan tugas dan pengabdian bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara," ucap Jaksa Agung mengakhiri sambutannya.


Sementara itu bertindak sebagai Narasumber dalam webinar tentang Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 antara lain :


1. Jaksa Agung Muda Tindak Umum Dr. Fadil Zumhana, SH. MH. dengan materi seminar Pedoman Kejaksaan RI Nomor 1 Tahun 2021 Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana; 

2. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Ali Mukartono, SH. MH. dengan materi seminar Pedoman Tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Khusus;

3. Peneliiti pada Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Bestha Inatsan Ashila dengan materi seminar Permasalahan Perempuan Berhadapan Dengan Hukum Dalam Mengakses Keadilan. 


Selanjutnya bertindak sebagai Penanggap atas penyampaian materi para Narasumber antara lain :


1. Taufik Basari, SH. S.Hum, LL.M, Anggota Badan Legislasi DPR RI ;

2. Dr. Sugeng Purnomo, SH. MH., Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Azasi Manusia Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan RI;

3. Hayati Setia Intan, S.IP. MH. Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komisi Nasional Perempuan;

4. Siti Mazuma, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta  (K.3.3.1)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Jamin Akses Keadilan Perempuan dan Anak, Kejagung Luncurkan Pedomannya

Trending Now