PENULIS. M Fihiruddin, Direktur Lombok Global Institute (LOGIS). |
SUDAH setahun lebih dunia dilanda wabah Covid-19. Ini membuat kondisi perekonomian semua negara di belahan dunia babak belur. Pertumbuhan ekonomi melambat bahkan stag. Jika hal ini tetap kita biarkan maka sudah dipastikan bahwa negara bisa masuk dalam jurang resesi berkepanjangan.
Sektor pariwisata, tak bisa dipungkiri, paling terdampak dalam pandemi Covid-19 setahun terakhir. Pembatasan untuk bepergian antara negara dan antar wilayah membuat trafic wisatawan terpangkas. Angkanya terjun bebas jika dibanding tahun-tahun sebelum pandemi.
Berdasarkan data organisasi pariwisata Dunia (UNWTO) tingak jumlah kunjungan wisatawan di seluruh dunia menurun 44 %, jika di bandingkan dengan tahun sebelum Covid -19 melanda.
Di Indonesia, data dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjukkan terjadi penurunan yang sangat signifikan. Yang semula disaat normal mencapai 18 juta wisatawan tapi saat ini hanya tembus di angka 2,4 -3 juta wisatawan. Sebuah situasi yang sangat menghawatirkan untuk bisnis pariwisata di negeri ini.
Anjloknya angka kunjungan ini praktis berimbas kepada pemasukan pelaku pelaku pariwisata di daerah. Namun pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan untuk berbenah dan berupaya dalam pemulihan sektor pariwisata kita. Untuk itu diharapkan terobosan terobosan yang nyata dalam menghadapi pandemi ini.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu daerah destinasi superprioritas yang masyarakatnya banyak bergantung dari sektor pariwisata harus bisa mencari celah dan terobosan baru untuk bertahan di era yang sulit seperti saat sekarang ini.
Inovasi menjadi penting, sebab akan diadakannya berbagai event internasional di daerah ini seperti balap Motor Super Bike, Moto GP di KEK Mandalika yang akan membuat mata orang di dunia akan tertuju pada NTB.
Kondisi saat ini, hotel mulai dari melati sampai berbintang, rumah makan sederhana sampai restaurant, masih harus berjibaku bertahan. Tamu masih sepi.
Ibarat pepatah melayu ; hidup segan mati tidak mau. Pemilik hotel dan restaurant harus putar otak memikirkan gaji karyawan, operasional dan cicilan hutang di bank. Lantaran saat ini pemasukan tidak sesuai dengan pengeluaran, bahkan di beberapa ketika, tidak ada pemasukan sama sekali karena tak ada kunjungan yang datang. Di sinilah dunia pariwisata kita diuji.
Pandemi saat sekarnang ini seharusnya menjadi titik start kita untuk berbenah mempersiapkan semua sumber daya yang kita miliki untuk kita eksplor ke depan di saat pandemi mulai melandai dan tatanan kenormalam baru mulai berjalan.
Persiapan sumber daya manusia, yang dimulai dari pelatihan masyarakat di lingkar Mandalika khususnya dan NTB pada umumnya terkait persiapan kita sebagai tuan rumah pada event berskala internasional sehingga kita bisa bermartabat di daerah kita sendiri dan bisa menjadi tuan rumah yang baik buat para wisatawan domestik maupun mancanegara. Sehingga mereka menemukan kenyamanan selama tinggal di daerah kita.
Peran sentral media digital di era pandemi harus dimasifkan dalam memberitaan pemberitaan tentang NTB sebagai daerah yang nyaman dan tentram untuk dikunjungi. Media harus mampu mengeksplor obyek-obyek wisata baru yang eksotis dan belum pernah dikunjungi sehingga calon wistaawan penasaran dengan obyek tersebut.
Apabila dua hal ini dilakukan dengan sematang-matangnya dan ketika masyarakat dunia sudah menemukan heard immunity maka saya pastikan NTB akan menjadi magnet baru pariwsiata di bumi nusantara dengan berbagai obyek wisata yang ada baik laut, gunung, sungai dan danau.
Sinergitas dan kolaborasi semua pihak, terutama unsur pentahelix kepariwisataan menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan dalam kondisi seperti sekarang ini. Dengan mengerahkan semua potensi yang ada demi kemajuan pariwisata kita di NTB.
Mari kita bergandengan tangan antara pemerintah dan asosiasi pariwisata yang ada di daerah, kita saling bahu membahu dalam menghidupkan kembali pariwisata kita yang sudah berada di ambang jurang kematian. (*)