Mantan Kadistanbun NTB Husnul Fauzi ketika berada dalam kendaraan tahanan kejaksaan di Gedung Kejati NTB, Senin (12/4). (Foto : Courtesy Antara) |
MATARAM - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat menolak penangguhan penahanan Mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Kadistanbun) NTB Husnul Fauzi yang menjadi tersangka korupsi pengadaan benih jagung di tahun 2017.
Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya tetap menolak penangguhan penahanan Husnul Fauzi meskipun Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah tercantum sebagai penjaminnya.
"Jadi Kejati NTB tetap pada pendirian untuk melanjutkan penahanan tersangka HF (Husnul Fauzi) sebagaimana kewenangan yang ada pada kami dari kejaksaan," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa (20/4) di Mataram, seperti dikutip Antara.
Dikatakannya bahwa surat pengajuan penangguhan penahanan Husnul Fauzi diterima pihak kejaksaan pada akhir pekan lalu. Suratnya diajukan melalui penasihat hukumnya.
Dalam suratnya, Dedi membenarkan bahwa nama Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah tercantum sebagai penjamin Husnul Fauzi.
"Iya memang benar, saya sudah konfirmasi langsung dengan aspidsus (asisten pidana khusus), beliau membenarkan penjamin penangguhan penahanan HF itu Gubernur NTB," ucap dia.
BACA JUGA : Tersangka Korupsi Jagung Terpapar Covid-19, Kejati NTB Jadwalkan Pemeriksaan Ulang
Lebih lanjut, Dedi mengatakan bahwa tanggapan yang demikian juga akan berlaku bagi seluruh tersangka korupsi pengadaan benih jagung di tahun 2017.
"Jadi siapa pun dia penjaminnya, kita tetap pada pendirian, lanjutkan penahanan," ucapnya.
Dalam penanganan perkara ini, sudah ada tiga dari empat tersangka yang ditahan terhitung sejak Senin (12/4) lalu. Ketiganya ditahan di Rutan Polda NTB dengan status tahanan titipan jaksa.
Husnul Fauzi dalam perkara ini berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek. Husnul Fauzi menjalani penahanan bersama IWW yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017 dan juga direktur pelaksana proyek dari PT. Wahanan Banu Sejahtera (WBS), berinisial LIH.
Sedangkan untuk tersangka berinisial AP, direktur pelaksana proyek dari PT. Sinta Agro Mandiri (SAM) masih belum menjalani penahanan karena tak kunjung hadir memenuhi pangggilan jaksa dengan alasan terpapar COVID-19.
Sebagai tersangka, mereka berempat disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Dalam penanganannya, muncul kerugian negara hasil perhitungan mandiri penyidik kejaksaan. Nilainya mencapai Rp15,45 miliar.
Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.
Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. WBS muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. SAM Rp8,45 miliar.
Dari hasil penyidikan yang dilakukan sejak Oktober 2020 lalu, penyidik kemudian memastikan bahwa munculnya kerugian negara yang cukup besar itu diduga akibat ulah para tersangka.