Sarasehan Pengelolaan Pendakian Kelas Dunia yang digelar Balai TNGR di Hotel Nusantara, Sembalun, Lombok Timur. (Foto: MP/Rosyidin) |
LOMBOK TIMUR - Gunung Rinjani segera diusulkan menjadi destinasi wisata minat khusus pendakian, dengan menerapkan standar internasional. Status Rinjani yang masuk dalam jaringan UNESCO Global Geopark dan semakin tingginya animo wisatawan mancanegara, menjadi salah satu penguat usulan tersebut.
Hal ini terungkap dalam Sarasehan Pengelolaan Pendakian Kelas Dunia yang digelar Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), 1-2 April 2021, di Hotel Nusantara, Sembalun, Lombok Timur.
Sarasehan dihadiri Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) Direktorat Jenderal (Ditjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dr. Nandang Prihadi, Kepala Balai TNGR Dedy Asriady, perwakilan Pemda Lombok Timur, perwakilan APGI, Federasi Mountineering Indonesia (FMI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Forum Citra Wsata Rinjani (FCWR), Assosiasi TO lingkar Rinjani, Kelompok Guide atau Porter, Kelompok Pencinta Alam dan Komunitas serta Masyarakat lokal di lingkar Rinjani dan pihak terkait lainnya.
BACA JUGA : Pendakian Gunung Rinjani Dibuka, Eksotismenya Menanti Para Pecinta Tantangan Adrenalin
Kepala Balai TNGR Dedy Asriady menjelaskan, sarasehan pendakian kelas dunia dilaksanakan untuk membahas dan merumuskan standar yang harus dimiliki oleh wisata gunung untuk menuju pengelolaan yang berkelas dunia.
"Tujuannya sarasehan adalah agar tersusun standar kualifikasi pengelolaan pendakian kelas dunia yang akan diterapkan di Gunung Rinjani," katanya.
Ia memaparkan, saat ini Rinjani yang masuk dalam kawasan TNGR serta lansdcape di sekitarnya telah ditetapkan sebagai bagian dari UNESCO Global Geopark (UGG), selain status sebagai Cagar Biosfer, dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang mendukung Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Lombok.
Label ini membuat Rinjani menjadi semakin dikenal dan diminati oleh wisatawan. Bukan saja wisatawan domestik tetapi juga wisatawan mancanegara.
Berdasarkan data 2016-2020, papar dia, jumlah pengunjung Rinjani rata-rata meningkat 50 persen per tahun.
"Animo kunjungan ke TNGR setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal itu mencerminkan minat pengunjung ke TNGR masih cukup tinggi dan diminati, termasuk pengunjung mancanegara," katanya.
Menurutnya, karena segmen pasar wisata minat khusus Gunung Rinjani bukan hanya wisatawan nusantara (Wisnu) tetapi juga wisatawan mancanegara (Wisman), maka sudah saatnya pengelolaan pendakian dilakukan dengan standar internasional. Agar Rinjani menjadi destinasi wisata berkelas dunia.
"Untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengunjung, sehingga terwujudnya Zero Waste dan Zero Accident di jalur wisata pendakian, maka perlu adanya standar atau kualifikasi pendakian," katanya.
Saat ini telah ada standar kualifikasi terhadap pengelolaan pendakian gunung di Indonesia yakni, SNI nomer 8748 tahun 2019. Namun hal itu dirasakan perlu ditingkatkan ke standar pendakian yang memastikan pengelolaan destinasi pendakian Indonesia yang bertaraf Internasional.
Dedy mengatakan, Balai TNGR akan mengusulkan Rinjani sebagai pilot project pengelolaan pendakian kelas dunia ke Dirjen KSDAE.
"Kesepakatan bersama mencari model pendakian menuju kelas dunia dengan TNGR ini sebagai awal mendapatkan draft standar pendakian kelas dunia. Juga menetapkan dan memastikan minimal dua TN untuk dijadikan site pengelolaan pendakian dengan standar kelas dunia yang nantinya di SK-kan oleh Dirjen KSDAE," jelas Dedy.
Ia menegaskan Rinjani harus menjadi site pendakian kelas dunia. TNGR bersama stakholder yang lainnya, akan menguatkan posisi Rinjani untuk menjadikannya sebagai pendakian yang mempunyai nama di kancah Nasional dan Internasional.
"Rinjani akan kita jadikan pilot project untuk pengelolaan pendakian kelas dunia. Rinjani itu menjadi barometer pendakian di Indonesia yang bertaraf Internasional", tegas Dedy.
Ia mengatakan, ada beberapa catatan pertemuan sarasehan tersebut, bukan hanya membahas tentang teknis tetapi juga memdapatkan semangat yang sama bahwa, bekerja di pendakian itu membutuhkan keterlibatan semua stakholders.
"Dan penting bersama-sama berkontribusi untuk mewujudkan keberlanjutan dari pengelolaan satu destinasi pendakian. Saya sangat bersyukur sebagai tuan rumah, dihadiri oleh teman-teman berkontribusi nyata dalam mewujudkan rencana kita bersama," ucap Dedy.
Sementara itu, Direktur PJLHK Dr Nandang Prihadi mengatakan, pendakian adalah wisata minat khusus yang tidak bisa disamakan prosedunya dengan wisata lainnya. Sehingga standar pengelolaannya pun harus terus ditingkatkan.
"Artinya tidak semua orang bisa melakukan kegitan pendakian," katanya.
Nandang mengatakan, pengelolaan pendakian bertaraf internasional sudah saatnya dilakukan di Rinjani. Apalagi selain sudah ditetapkan sebagai bagian dari jaringan UNESCO Global Geopark, pengeloaan pendakian Rinjani juga sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan dunia, di tahun 2004 dan 2005 silam.
Pelaksanaan sarasehan pendakian berkelas dunia di Sembalun, Lombok Timur tersebut menghasilkan empat point penting yang akan ditindaklanjuti ke depan.
Yang pertama adalah penyusunan pedoman standar pengelolaan pendakian kelas dunia yang berkelanjutan.
Kedua, mengusulkan Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gunung Merbabu dan Taman Nasional Gunung Cirmai kepada Dirjen KSDAE sebagai site pilot project pendakian kelas dunia berkelanjutan.
Ketiga, mengusulkan pembentukan tim kerja yang terdiri dari Indecoon, FMI, APGI, Direktorat PJLHK, Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gunung Merbabu, Taman Nasional Gunung Ciremai, Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru, BKSDA Kalimatan Barat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sektor pariwisata, akademisi, LSM dan stakaholder terkait lainnya untuk menyusun pedoman pendakian kelas dunia yang berkelanjutan yang akan ditetapkan oleh Dirjen KSDAE Kementerian LHK.
Dan keempat, bersama-sama mendorong proses peningkatan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pendakian kelas dunia yang berkelanjutan. (*)