Ilustrasi. |
MATARAM - Proyek pembangunan homestay wisata di lingkar kawasan Mandalika, Lombok Tengah tahun 2021 ini kembali diwarnai dugaan tipu-tipu oknum tertentu.
Seorang pengusaha asal Jakarta, sebut saja Hadi (43) mengaku kesal dan sangat kecewa dengan cara daerah ini mengundang investor.
Hadi mengaku ditawari mengerjakan pembangunan 50 unit homestay dengan nilai mencapai Rp9 Miliar.
"Dokumennya lengkap kami dikasih, ada juga surat pernyataan BPPD Lombok Tengah," kata Hadi, di Mataram.
Tertarik dengan tawaran proyek yang bersumber dana dari Kementerian PUPR itu, Hadi dan tim perusahaannya pun meluncur ke Lombok, NTB.
Hadi menerima informasi proyek itu dari pria berinisial FKR dan AL. Tiba di Lombok Jumat 16 Juli 2021, Hadi kemudian bertemu dengan FKR dan AL.
"Kita yakin sekali karena mereka juga pertemukan kita dengan Pokmas di Kuta Mandalika," katanya.
Menurut Hadi, rencananya Senin 19 Juli 2021 ini Kontrak Kerjasamanya ditandatangani. Namun dalam pertemuan Sabtu malam (17/7), FKR dan AL meminta komitmen fee sebesar 20 persen, di mana 5 persen harus disetorkan diawal.
"Jadi nilainya kira-kira Rp450 juta, mereka minta di depan.Tapi kami jadi kurang yakin dan meminta verifikasi lokasi proyek. Mereka tak bisa penuhi, sehingga kami putuskan tidak jadi berinvestasi," katanya.
Hadi juga menunjukan surat BPPD Lombok Tengah yang ditandatangani Ketua Iada Wahyuni Sahabuddin tertanggal 16 Juli 2021.
Surat pernyataan bernomor 0101/BPPD/LTG/21 itu menjelaskan beberapa point. Antara lain bahwa pembangunan Homstay di lingkar Mandalike tetap berjalan sesuai program kementrian PUPR. Penyaluran dana program SARHUNTA (Sarana Hunian Wisata) akan dimasukan melalui rekening POKMAS, dan dana program SARHUNTA akan masuk melalui rekening pokmas POKMAS pada tanggal 02 Agustus 2021.
Menurut Hadi, surat inilah yang membuat pihaknya yakin bahwa proyek dimaksud memang benar. Tetapi akhirnya Hadi kecewa karena waktunya sudah terbuang sia-sia dengan datang ke Lombok.
"Kita serius datang, apalagi ini masa pandemi dan masih PPKM. Tetapi sampai disini kok kesannya, maaf mau ditipu-tipu. Ini yang kurang elok ya," tukasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Ketua BPPD Lombok Tengah, Iada Wahyuni Sahabuddin mengaku tak tahu menahu soal proyek homestay itu. Ia juga mengaku sedang berada di Bali sejak 11 Juli lalu untuk sebuah keperluan dinas.
"Saya juga sudah dishare surat itu. Saya kan sedang di Bali berangkat 11 Juli kemarin. Itu surat tandatangan tanggal 16 Juli, dan juga stempelnya merah," kata Ida Wahyuni.
Ia mengaku tak pernah menandatangi dan menerbitkan surat dimaksud. Ada dugaan surat itu dipalsukan.
Menurut dia, soal investor Jakarta ini sudah dikonfirmasikan ke pihaknya.
"Sudah dikonfirmasi juga, dan saya bilang saya nggak pernah tandatangan dan juga itu bukan stempel BPPD Loteng," ujarnya.
Ida menegaskan pihaknya tak tahu menahu soal ini. Apalagi ia juga sudah tidak mengurus soal proyek homestay.
"Saya posisi masih di luar daerah, tapi masalah ini sudah clear. Saya nggak tau apa-apa dan juga saya sudah tidak mengurusi soal homestay ini," pungkasnya.