LOMBOK BARAT - Provinsi NTB menempati posisi kelima tertinggi tertinggi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) setelah Jawa Barat,Jawa Timur,Jawa Tengah dan NTT. Hal ini dalam Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Termasuk TPPO yang digelar DP3AP2KB NTB di Hotel Aruna Senggigi, Rabu (18/08).
Menindaklanjuti hal ini Kepala DP3AP2KB NTB Ir Husnanidiaty Nurdin, MM meminta semua pihak untuk bersinergi memberantas TPPO atau yang lebih dikenal dengan human trafficking. "TPPO adalah kasus yang berat dan harus ditangani secara serius mulai dari pencegahan, penanganan hingga pemulihan karena berkaitan dengan internasional," ungkapnya.
Menurutnya aturan tentang TPPO sudah banyak namun pembagian peran masing-masing pihak harus jelas.
Dia juga menjelaskan banyak pihak yang bisa berperan dalam memberantas TPPO dimulai dari pemerintahan."Pemerintah desa memiliki peran yang penting dimulai dari data yang lengkap dan terpadu. Sudah Ada Sistem Informasi Desa (SID) sekarang sedang dikembangkan Sistem Informasi Posyandu (SIP) yang isinya data kekerasan di desa dan data perkawinan anak," jelasnya.Ditambahkannya jika ada pekerja migran yang bermasalah agar tidak langsung dipulangkan ke daerah asal namun bisa diberi bekal keterampilan.
Untuk memperkuat sinergitas dan kerjasama serta koordinasi lintas, Rakor juga digelar untuk kinerja OPD terkait perlindungan perempuan dan anak serta kinerja lembaga untuk korban kekerasan bagi perempuan dan anak serta menyamakan persepsi semua pemangku kepentingan dalam pencegahan dan penanganan TPPO di NTB.Terbentuknya Gugus Tugas Pencegahan Dan Penanganan TPPO Provinsi NTB diharapkan mamberikan solusi dan bekerja dengan baik sehingga dapat mengurangi kasus TPPO.
Kepala UPT BP2MI NTB Abri Danar Prabawa mengungkapkan dari kasus TPPO di dunia,85 persen korban berasal dari Asia. "Dari 85 persen itu 88 persennya berasal dari Indonesia dengan jenis pekerjaan terbanyak yaitu pekerjaan domestik atau pekerja rumah tangga," tulisnya.Ditambahkannya dari 160 trilyun pendapatan negara setiap tahunnya sekitar 18 persen berasal dari NTB.Ditambahkannya PMI yang dipulangkan sejak Januari hingga Juli 2021 16.167 terdiri dari 15.720 PMI prosedural dan 447 PMI non prosedural dari 27 negara. "Pemulangan ini paling banyak dari Lotim yaitu 6633,Loteng 5344,Lobar 1899 disusul kabupaten lainnya. Dari penanganan masalah hingga Juni lalu ada 448 yang sudah selesai dan 67 masih dalam proses," imbuhnya.
"TPPO adalah kejahatan yang serius,bersifat transnasional,terorganisir rapi dengan modus operandi yang semakin rumit," jelas AKBP Ni Made Pujewati, Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB. Diungkapkannya sejak tahun 2017 hingga Juli 2021 sudah 36 kasus yang ditangani Polda NTB dengan 39 korban dan 40 tersangka. Penanganan kasus TPPO perlu kerjasama yang serius dan sungguh-sungguh dari berbagai instansi terkait. "Kenda terberat pada pelaku pelaku adalah pada korban karena tidak mau jujur dan mengungkap identitas pelaku," jelasnya.