Imam Sofian SH MH. |
MANDALIKAPOST.com - PROJO NTB bersurat ke Presiden Joko Widodo mendesak agar Direktur Utama PT ITDC dicopot, dan pejabat di jajaran direksinya diganti. Hal ini dilakukan PROJO NTB menyikapi isu potensi pelanggaran HAM terhadap puluhan KK yang terisolir di lokasi pembangunan sirkuit MotoGP Mandalika, Lombok Tengah, NTB.
Ketua PROJO NTB Imam Sofian SH MH mengatakan, PROJO sangat setuju pembangunan kawasan Pariwisata Mandalika sebagaimana kebijakan Presiden Jokowi. Namun dengan adanya beberapa kali penggusuran lahan warga dan yang terbaru adanya fakta puluhan KK yang terisolir di dalam kawasan Sircuit MotoGP Mandalika adalah tindakan tidak manusiawi. Hal ini menurutnya melanggar HAM karena secara "sengaja" mengisolir dan membatasi hak hidup, hak kesehatan dan pendidikan puluhan warga.
"Tindakan ITDC ini membuat kami curiga ada apa dengan kebijakan Direksi ITDC ini? mengapa bisa ratusan warga terisolir," ujar Imam, Selasa 24 Agustus 2021.
Menurutnya, fakta ini menujukkan direksi ITDC ini jelas tidak transparan dalam kebijakan clearing lahan, jangan-jangan mereka hanya ABS melaporkan ke Presiden Jokowi, kinerja direksi ITDC harus di evaluasi Menteri BUMN.
"Atas kejadian ini kami akan bersurat kepada Presiden Jokowi agar Dirut ITDC dan jarannya di evaluasi bila perlu Dirut ITDC segera dicopot, kami juga banyak mendengar personifikasi Dirut ITDC ini sangat ekslusif, jarang sekali membangun komunikasi dengan warga sekitar Mandalika, sikap ini tidak harmonis bagi masyarakat Lombok, dia tidak layak mengelola kawasan pariwisata Lombok yang warganya sangat ramah dan bersahabat, sebaiknya Presiden Jokowi segera menganti Dirut ITDC ini dengan personifikasi yang bisa bekerja humanis, bersahabat dan profesional," tukasnya.
Imam memaparkan, Proyek Strategis Nasional di Mandalika Kuta Lombok NTB menyisakan persoalan kemanusiaan, dari beberapa kasus PROJO mencatat banyak terjadi penggusuran oleh ITDC atas nama legalitas HPL dan menegasikan hak pengusaan dan kepemilikan lahan oleh warga sejak nenek moyang mereka membuka lahan dan mengerjakan lahan.
Konflik agraria yang terjadi di kawasan Mandalika Kuta Lombok tidak akan pernah mewujudkan hak keadilan bagi warga jika tidak dilihat dari sejarah penguasaan lahan.
Sejak munculnya proyek pariwisata di Lombok tahun 1989 banyak terjadi penggusuran di Lombok, begitu juga yang terjadi di kawasan Mandalika, banyak lahan warga di bayar sangat murah dan tidak layak oleh PT.Rajawali saat itu ketika bekerjasama dengan Pemprov NTB dalam perusahaan patungan PT.LTDC/PPL. Siapa warga yang berani melawan atau melakukan penolakan pelepasan tanah akan mendapatkan intimidasi oleh kuasa rezim Orde Baru saat itu.
Belum lagi terindikasi kuat banyak penjualan atau pelepasan hak atas tanah oleh bukan pemilik lahan, ada indikasi rekayasa pelepasan hak oleh orang lain kepada PT.LTDC/PPL sehingga sekarang banyak warga yang mendiami lahan sejak nenek moyang mereka harus kehilangan lahan dan digusur karena tiba-tiba melekat HPL di atas lahan.
"Padahal, sebagai perusahaan negara ITDC harus bekerja secara humanis dan profesional dengan melibatkan fakta-fakta hukum dan sejarah lahan dalam menyelesaikan persoalan lahan di Mandalika," katanya.
Imam menekankan, berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut seharusnya pihak ITDC tidak menggunakan kacamata kuda dan terkesan intimidatif dalam menyelesaikan persoalan lahan di Mandalika, tidak cukup bertameng dengan legalitas HPL.
Melihat fakta di atas bisa jadi sejarah perolehan HPL itu cacat secara hukum, karena ada indikasi ratusan hektar lahan milik warga di klaim oleh PT. Rajawali saat itu atas nama pelepasan hak atas tanah dan tiba-tiba melekat identitas hak hukum atas nama HPL pemerintah yang sekarang di kelola ITDC.
Ia menambahkan, klaim ITDC masih ada 48 KK yang tersebar di 3 bidang lahan enclave dan 11 bidang lahan HPL ITDC di dalam area Jalan Khusus Kawasan (JKK), ternyata masih ada 70 KK di kawasan itu dan masih menguasai lahan sejak moyang mereka dan tidak pernah melepas hak lahan ke ITDC akan tetapi lahan mereka di klaim ada HPL.
Namun, di sisi lain, papar dia, pihak ITDC selalu meminta masyarakat yang merasa berhak atas kepemilikan tanah menempuh jalur hukum di pengadilan.
"Pernyataan-pernyataan ini adalah kesombongan hukum dari pihak ITDC karena mereka menegasikan legalitas hak pengusaan adat oleh warga sejak lama," ujarnya.
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum FH Universitas Mataram ini menegaskan, di mata hukum masyarakat tetap dipandang dan harus dilindungi sebagai pemilik lahan. Secara exspressif verbis hukum melindungi mereka berdasarkan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
"Semua itu pada pokoknya mengatur hak penguasaan lahan secara adat tetap dihormati dan dilindungi oleh hukum. Berdasarkan aturan-aturan hukum tersebut di atas pemerintah bisa mengambil langkah melindungi hak kepemilikan lahan warga di kawasan Mandalika Kuta Lombok," tukas Imam.