Bank NTB Syariah. |
MANDALIKAPOST.com - Kasus dugaan penyimpangan anggaran internal atau fraud senilai Rp10 Miliar di Bank NTB Syariah masih terus ditangani Polda NTB. Banyak pihak mendukung upaya hukum yang dilakukan manajemen PT Bank NTB Syariah agar kasus tersebut bisa diusut tuntas, dan pelakunya bisa terang benderang.
Kasus yang banyak menyita perhatian publik ini, pun disoroti. Kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB pun dipertanyakan.
Pengamat hukum NTB, M Ihwan SH MH menegaskan, dugaan fraud di Bank Daerah ini menunjukan bahwa OJK tidak melaksanakan tupoksinya selama ini.
"Kasus fraud ini kan terjadi dalam kurun 2012 sampai 2018. Kemudian pada 2020 indikasinya ditemukan oleh manajemen Bank NTB Syariah sendiri dan dilaporkan ke Polda NTB. Nah, pertanyaanya selama ini OJK sebagai lembaga pengawas kemana saja? Kok ada fraud di Bank Daerah terjadi sekian lama," ujar Ihwan, Selasa, 28 September 2021.
Ia memaparkan, dalam aturan OJK harus melakukan pemeriksaan dan audit terhadap perbankan, rutin setiap tahun. Untuk Bank Nasional perannya diambil oleh OJK pusat, sementara Bank Daerah oleh OJK Provinsi NTB.
Menurut Ihwal, idealnya kasus fraud atau ada alur keuangan yang mencurigakan bisa diketahui OJK sejak awal.
"Masalah ini kan akhirnya memunculkan asumsi, OJK memang nggak tahu, atau jangan-jangan ada oknum OJK yang sebenarnya tahu, tapi menutup nutupi," tegas Ihwan.
Ia mengatakan, jika OJK benar-benar menjalankan fungsinya, maka seharusnya dugaan fraud ini ditemukan oleh OJK. Bukan ditemukan oleh internal manajemen Bank NTB Syariah.
Apalagi, papar dia, sejak kasus ini mencuat awal 2021, pihak OJK NTB nampak kurang aktif dalam menyampaikan ke publik soal masalah di bank daerah ini.
"Harusnya dalam kasus ini kan OJK lebih banyak bersuara. Kan aneh kalau OJK terkesan diam?," ujar dia.
Ihwan menambahkan, dengan kronologi kasus sejak 2012 hingga 2018 bisa muncul dugaan ada oknum OJK yang turut serta. Ia meminta pihak Polda NTB untuk mengusut tuntas kasus ini, termasuk siapa saja yang terlibat.
"Bisa saja dugaan ada oknum OJK yang sengaja menutupi kasus ini sejak 2012. Ini bisa ikut terseret menutupi tindak kejahatan. Saya bicara oknum ya, bukan institusi OJK," tegasnya.
Kritisi untuk OJK juga disampaikan Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi.
"Semestinya OJK harus mampu mendeteksi gejala (fraud) tersebut. Kan setiap tahun semua kegiatan jasa keuangan perbankan dievaluasi kinerjanya oleh OJK," kata Sambirang.
Sambirang menilai, dugaan fraud di Bank NTB Syariah 2012 hingga 2018 diduga terjadi karena lemahnya sistem pengawasan internal bank dan juga eksternal dari OJK NTB.
"Memang sulit dibantah ada kelemahan dalam soal pengawasan dari internal BPD selama kurun waktu kejadian, dan juga dari eksternal yaitu OJK," katanya.
Namun demikian, Sambirang menyampaikan, saat ini dugaan Fraud Bank NTB Syariah sudah ditangani Polda NTB. Ia berharap kasus ini bisa diusut tuntas.
"Sekarang masalah ini kan sudah ditangani APH. Biarlah mekanisme hukum bekerja. Yang penting Bank NTB Syariah tetap bisa memberikan pelayanan terbaiknya ke nasabah," ujarnya.
Menurut Sambirang, dalam kasus fraud ini seharusnya apresiasi yang tinggi disampaikan untuk Dirut Bank NTB H Kukub Raharjo. Sebab, dugaan fraud senilai Rp10 Miliar itu, bisa ditemukan setelah Kukuh Raharjo menjabat Dirut, dan Bank NTB konversi menjadi Bank NTB Syariah.
"Saya pikir, justru kita harus apresiasi Dirut Bank NTB Syariah yang mampu menemukan fraud internal tersebut. Ini kan kejadiannya jauh sebelum pak Kukuh menjadi Dirut," ujar dia.