Speaker Kampung Gelar Literasi dan Gathering Jurnalisme Warga

Rosyidin
Senin, Oktober 18, 2021 | 22.28 WIB Last Updated 2021-10-18T14:28:53Z
Literasi jurnalisme warga yang digelar Speaker Kampung di Lombok Timur.

MANDALIKAPOST.com - Media komunitas merupakan gambaran ideal ruang publik. Berbeda dengan media korporasi, media jenis ini terkondisikan sebagai ruang di mana setiap individu dalam anggota komunitas bisa bersuara, terlibat dan berinteraksi sehingga mendorong penciptaan tatanan masyarakat yang demokratis. 


Peluang dominasi wacana satu kelompok atas yang lainnya dieliminasi secara sistemik dengan terbukanya ruang komunikasi dua arah, bahkan multiarah. Dengan demikian, media tidak akan menjurus menjadi alat kekuasaan segelintir pihak seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini, namun menjadi milik semua warga. 


Untuk itulah, salah satu Media Komunitas  Speaker Kampung Indonesia bersama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram. Menggelar literasi Gathering Jurnalisme Warga (GJW), mengangkat tema "Warga bersuara, Warga berdaya", berlangsung di Kebun Raya Lemor, Kecamatan Suela, Lombok Timur. Sabtu (16/10), Dua hari yang lalu. 


Kegiatan tersebut, diikuti oleh 30 orang peserta perwakilan dari delapan Kecamatan yang ada di Lotim yakni. Kecamatan Lenek, Aikmel, Wanasaba, Pringgabaya, Suela, Sembalun, Suralaga dan Sambelia. 


Sementara yang menjadi narasumber dalam giat tersebut yakni. Muhamad Kadrim (Bang Cem) dari AJI, Bang Eros Direktur Sepeker Kampung. Adapun materi yang disampaikan oleh para narasumber, tentang teknik dasa jurnalistik dan mengenal apa itu media komunitas. 


"Sebagai seorang jurnalis, harus tahu dasar teknik jurnalis dan kode etik sebagai jurnalis. Kita harus tau dulu fungsi dan tugas kita, supaya menjadi jurnalis yang profesional", terang M Kadri, saat mengisi acara GJW tersebut. 


Bukan hanya itu, lanjut Bang Cem sapaan akrabnya. Sebagai seorang jurnalis juga mempunyai wawasan yang luas, bukan hanya sekedar tau dasar dan kode etik saja. Yang tidak kalah pentingnya yang dimiliki oleh seorang jurnalis itu etika. 


"Selain itu, menjadi jurnalis itu harus memiliki wawasan yang luas, dengan sering membca berita atau buku. Tidak cukup berbekal teknis dasar dan kode etik saja", ucap bang Cem.

Waratawan senior ini, juga pada kesempatan tersebut menceritakan sejarah jurnalisme itu sendiri. Pada zaman Romawi kuno, seorang penguasa bernama Julies Caesar pada zamannya bahwa, Apapun bentuk produk-produk jurnalisme saat itu tidak boleh keluar tanpa persetujuannya. 


"Makaknya pada zaman itu, ada istilah disebut akta the urna mengandung rangkaian kata. Bahkan orang pertama yang dinobatakan menjadi jurnalis di dunia ini adalah, Nabi Nuh AS karena beliau pertamaka kali menyebarakan informasi ke kaumnya waktu itu", jelas Bang Cem. 


"Ini penring diketahui oleh peserta, karena jurnalime itu sebuh karya seni yang maha dahsyat. Kan yang kita harapkan dari tulisan kita itu, bukan hanya banyak pembacanya. Tapi output dari tulusan kita itu sendiri", imbuhnya.

Sebenarnya dari sebuah tulisan, sambung bang Cem. Output dari sebuah tulisan, ketika menulis berita ada yang diharapkan dengan tulisan tersebut adalah perubahan sikap dan pendapat perilaku masyarakat halayak. 


"Yang kita harapkan dari tulisan kita itu, ada dampak sosial dimasyarakat. Karena salah satu pungsi jurnalis itu, sebagai konterol sosial masyarakat", pungkas bang Cem. 


Selain itu, Direktur Sepeker Kampung, bang Eros menambahkan. Media komunitas itu adalah, sebagai wadah tempat semua unsur lapisan masyarakat untuk berbagi informasi.

Dengan kata lain, memiliki akses atau menciptakan alternatif lokal untuk penyiaran. 


"Memudahkan masyarakat untuk, berbagi informasi tentang apa saja disekitarnya. Serta membantu dalam proses membangun masyarakat dan meningkatkan kesadaran sosial. Itulah tujuan kita membangun media ini", Kata Eros. 


Media komunitas dibangun atas dasar kebutuhan masyarakat, dimana selama ini masyarakat khususnya yang ada di pedesan atau di daerah terpencil jarang sekali diekpos oleh media-media lain. 


"Dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Itulah ciri khas media komunitas, atau istilah lain jurnalisme akar rumput", ujar Eros. 


Meski demikan lanjut Eros, tentu para jurnalis media komuniatas dibekali dengan keahlian menulis maupun teknis dasar observasi, investigasi mengutamakan rumus 5 W+1 H. 


"Paling tidak memiliki dasar itu, supaya narasi beritanya tidak tumpang tindih. Bisa dipahami oleh pembaca", kata Eros. 


Media komunitas Sepeker Kampung, sambungnya. Salah satu media yang di akui oleh Dewan Pers Indonesia, artinya dibawah naungan Dewan Pers sama dengan media-media lain yang ada di Indonesia. 


"Itulah kennapa dinamakan media kita ini, Sepeker Kampung Indonesi. Jadi saatnya warga bersuara", tegasnya. 


Untuk diketahui, dalam giat GJW tersebut, selain peserta diberikan pemahaman tentang Jurnalistik dasar, apa itu Media Komunitas. Peserta juga diajak peraktik langsung cara menulis dan wawancara dengan narasumber. 


"Sesuai dengan konsep acara yakni, Gathering atau rekreasi. Peserta diajak bebas dalam pelatihan, karena tempat kita pelatihan diluar runagan dan tidak pormal", ujar Eros.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Speaker Kampung Gelar Literasi dan Gathering Jurnalisme Warga

Trending Now