Peternak ayam petelur tengah memanen hasil telur. Harga telur yang anjlok dari Rp21 ribu per Kg menjadi Rp16 ribu per KG membuat sejumlah peternak ayam petelur terancam gulung tikar. |
MANDALIKAPOST.com - Marak masuknya telur "illegal" dari luar daerah menyebabkan harga komoditas telur ayam terus menerus turun, dan anjlok di Provinsi NTB. Kondisi yang terjadi sejak masa pandemi dan PPKM diterapkan medio 2021 lalu, menyebabkan cukup banyak pengusaha UMKM peternak ayam petelur di daerah ini merugi dan gulung tikar.
Telur dari daerah luar disinyalir masih terus masuk ke NTB, hal ini memicu harga telur terjun bebas dari Rp21 ribu per Kilogram menjadi berkisar Rp16 ribu perkilogram.
"Ini fakta yang terjadi di lapangan, harga telur anjlok dan banyak anggota kami yang merugi bahkan ada yang sampai gulung tikar," kata Christhoper Brillianto, Ketua Persatuan Peternak Ayam Petelur dan Unggas Rakyat (PETARUNG Rakyat) NTB, Minggu, 31 Oktober 2021 di Mataram.
Menurutnya, masalah anjloknya harga telur ini sudah pernah disampaikan PETARUNG Rakyat NTB kepada Gubernur NTB, awal September 2021 lalu.
Menyikapi hal tersebut, Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 511/13/Kum/2021 tentang Pengendalian Peredaran Produk Hewan Ternak di Provinsi NTB, tertanggak 28 September 2021.
SE yang mengacu pada Perda No 4 Tahun 2020 tentang Tata Niaga Ternak dan Pergub NTB 2020 Tentang Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, itu bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan ketahanan pangan asal hewan berkelanjutan dan pengendalian dampak ekonomi sosial perdagangan antar provinsi.
Sayangnya, kebijakan untuk memproteksi peternak dan pelaku UMKM lokal itu tidak berjalan di lapangan. Dinas Perdagangan NTB dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB yang menjadi dua ujung tombak, dinilai gagal melaksanakan SE Gubernur tersebut.
"Kami dari assosiasi PETARUNG Rakyat NTB sangat apresiasi dan bangga dengan respons cepat pak Gubernur. Namun sayang, di lapangan SE ini belum maksimal dijalankan. Kondisinya masih sama sampai saat sekarang ini, indikasi masih banyak telur luar yang masuk," katanya.
Menurut dia, para peternak ayam petelur juga pernah menanyakan ke Dinas Perdagangan NTB dan juga Dinas Pertanian dan Kesehatan Hewan NTB. Namun, pihak Dinas menjawab bahwa SE Gubernur itu bukan bersifat melarang produk luar masuk, hanya sebatas imbauan.
"Kalau begini kan susah juga, sudah ada SE Gubernur tetapi jajaran di bawah terutama di Dinas terkesan enggan menjalankan aturan," tukas dia.
Anjloknya harga telur ayam ini berdampak pada lebih dari 1.200 peternak ayam petelur di NTB. Sebagian dari mereka sudah mulai gulung tikar dan menjual unit usahanya.
Padahal, papar Christhoper, masuknya telur ayam dari luar NTB sudah bisa dihentikan karena NTB sudah masuk ke Swasembada telur, seperti program yang dicanangkan Pemprov NTB di era Zul-Rohmi.
Ia pun membuka kesimpangsiuran data populasi ayam petelur di NTB. Data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan NTB menyebutkan jumlah populasi ayam petelur di NTB berkisar 700 ribu ekor.
Sementara data PETARUNG Rakyat NTB mencatat, saat ini jumlah populasi ayam petelur di NTB sudah mencapai 1,8 juta ekor dengan produksi telur rata-rata 80 persen atau sekira 1,2 juta butir telur. Jumlah ini sudah bisa menutupi kebutuhan NTB yang berkisar 1 juta - 1,2 butir telur.
"Data Dinas ini juga patut dipertanyakan, kok hanya 700 ribu ekor?. Padahal data dari pasokan pakan yang kami punya itu, jumlah populasi ayam petelur kita sudah hampir 2 juta ekor, ada di angka 1,8 juta. Ini sudah swasembada harusnya," ujar dia.
Untuk mendukung swasembada telur dan memberi nilai tambah bagi peternak dan pelaku UMKM di NTB, PETARUNG Rakyat NTB meminta Pemprov NTB terutama dinas terkait untuk bisa menjalankan aturan sesuai SE Gubernur tersebut.
"Kalau aturan di SE itu dilakukan, kami rasa ini bisa membantu dan memproteksi peternak rakyat dan pelaku UMKM lokal. Ini sangat urgent saat ini," katanya.
Telur ayam dari Bali yang disinyalir bebas masuk melalui pelabuhan Lembar, Lombok Barat. (Foto: Istimewa) |
Sementara itu, salah seorang pelaku usaha peternak ayam petelur yang enggan disebut namanya memberikan informasi dugaan dan indikasi permainan Kartel dalam bisnis telur ayam ini.
Menurut dia, jika aturan dalam SE Gubernur itu dijalankan dengan baik, maka data distribusi telur ayam dari luar yang masuk ke NTB pasti terbaca, karena harus melalui perizinan terpadu satu pintu di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTST) NTB.
"Sejauh ini Dinas pun tak pernah menerbitkan izin. Ini yang kami apresiasi juga pak Rum sebagai Kepala Dinas punya semangat sama untuk memproteksi peternak lokal. Sehingga telur-telur yang masuk dari luar itu bisa dikatakan illegal karena tak berizin," ujar dia.
Dugaan masuknya telur ayam "illegal" dari Bali dan Jawa ke wilayah NTB diindikasikan dengan terpuruknya sektor pariwisata di Bali sejak pandemi. Produksi telur yang dulu selalu habis terserap perhotelan karena banyak wisatawan, kini tergerus sepi. NTB akhirnya menjadi pasar alternatif untuk menyelamatkan produksi telur mereka.
"Kalau begini kan tidak fair. NTB kirim Sapi ke Jawa tidak boleh melalui Bali dengan alasan takut penyakit. Nah sekarang telur dari sana, bisa juga dong harusnya ditolak dengan alasan yang sama?. Tapi kenapa masih marak masuk, tentu dugaan kami ada permainan Kartel," tegasnya.
Ia menambahkan, maraknya telur luar ini membuat Program Bantuan Ayam Petelur untuk rakyat yang dicanangkan Pemprov NTB bisa terancam gagal.
Sebab, kondisi saat ini masyarakat terutama peternak pun akan berpikir kembali untuk melanjutkan usahanya.
"Apalagi yang pemula dan menerima bantuan program Ayam Petelur, pasti akan merugi akhirnya dan program itu terancam gagal," ujar dia.