Webinar pra Muktamar NWDI. |
MANDALIKAPOST.com - Peran strategis NWDI untuk bangsa dan kemaslahatan masyarakat menjadi catatan penting dalam Webinar Pra Muktamar NWDI.
Panitia Muktamar I NWDI menggelar webinar dengan menghadirkan para narasumber seperti Prof. Azyumardi Azra, Prof. Nasarudin Umar, dan Prof. Jamaludin, Senin (17/01/2022) dengan keynote speaker TGB KH Zainul Majdi.
Sebagai pembicara pertama, Prof. Azra menyampaikan, peran dan kiprah Ormas Islam sebelum Indonesia merdeka, sudah tidak diragukan lagi, termasuk NWDI di Lombok Nusa Tenggara Barat.
Walaupun Ormas Islam dihajatkan hadir untuk tujuan pendidikan dan dakwah Islam. Namun sejalan dengan dinamika masyarakat, Ormas tidak dapat menghindarkan diri berpartisipasi dalam pembangunan berbagai bidang.
Karena itu, selain agenda pendidikan dan dakwah Islam, keseharian Ormas Islam diwarnai oleh agenda-agenda sosial, politik, ekonomi, bahkan menjadi garda depan dalam menangkal radikalisme dan terorisme.
Secara spesifik, dalam perjalanan sejarah yang panjang, NWDI, walaupun baru bermuktamar yang pertama, tetapi merupakan kelanjutan ruh perjuangan NWDI yang pertama berdiri sejak 1937.
Menurutnya, tidak sedikit peran dakwah, pendidikan Islam dan pendidikan umum, sosial, politik dan ekonomi yang diperankan oleh NWDI yang ikut melahirkan Indonesia.
Karena itu, menurutnya, pada Era terkini, NWDI harus lebih strategis dalam proses membangun Indonesia yang lebih maju dan setara dalam perdaban dunia.
Ada empat peran strategis bagi NWDI dewasa ini, pertama, peran dakwah dan pendidikan Islam, yang tidak saja berkaitan dengan ibadah vertikal, juga keseimbangan dengan ibadah horizontal.
Lembaga pendidikan NWDI harus memiliki keunggulan sebagai rujukan lembaga-lembaga pendidikan berbasis Islam lain dalam konteks lokal dan nasional.
Kedua, peran menyuarakan dan menebarkan Islam moderat. Selama ini, peran itu sudah dilakukan dengan sangat baik, selanjutnya membutuhkan pemeliharaan dan penguatan.
Ketiga, peran filantropi Islam, melalui penguatan lembaga-lembaga ekonomi Islam dan lembaga kesehatan, termasuk lembaga pendidikan bidang mesehatan.
Keempat, peran menjaga kohesivitas sosial dan integrasi bangsa, dan menjadi pelopor pemersatu bangsa.
Prof Jamal, sebagai pembicara kedua, lebih fokus menyampaikan tentang sejarah dan kiprah NWDi sebagai kelanjutan jiwa perjuangan NW (1953).
Sebagai salah satu santri di perguruan NWDI, Prof Jamal menggambarkan pola dakwah dan pendidikan pendiri NWDI yang inklusif, demokratis, dan menghargai perbedaan.
Inklusif bermakna kehadiran pendidikan dan dakwah NWDI tidak bertabrakan secara diametral dengan proses dakwah sebelumnya. Bahkan kehadirannya semakin memperkaya khazanah keislaman masyarakat Sasak Lombok ketika itu.
Demokratis bermakna, pendiri NWDI berdakwah sambil mengidentifikasi masalah sosial keagaamaan masyarakat dan merumuskan agenda pembangunan pendidikan dan dakwah secara bersama, sesuai kapasitas bersama.
Menghargai perbedaan bermakna, proses pendidikan dan dakwah NWDI sesuai dengan kodrat manusia, sebagai laki-laki, perempuan, anak-anak, remaja dan dewasa. Karena itu suasana dakwah dan pendidikan NWDI sangat variative sesuai perbedaan dan kodrat masing-masing.
Pada sesi akhir, Prof Nasarudin lebih banyak menyarankan akan pentingnya NWDI berperan secara aktif dalam menjaga citra Islam di mata kelompok-kelompok yang selama ini menaruh curiga atas fenomena kebangkitan Islam dalam percaturan agama-agama.
"NWDI harus dapat menyesuaikan diri dengan geliat dan tantangan keislaman dewasa ini dan masa depan," saranya.
Ia juga menyarankan, kelompok-kelompok di luar Islam tidak perlu menaruh kecurigaan apalagi berlebaihan atas fenomena kebangkitan Islam dewasa ini, karena tidak mungkin Islam akan merusak dirinya dari dalam.
Kecurigaan itu menjadi tidak beralasan jika kebangkitan Islam digerakkan oleh kelompok mindstream, seperti halnya NWDI. Karena itu, NWDI harus lebih banyak mengambil peran dan pemahaman keislaman moderat, sebagai daya tangkal kecurigaan terhadap mindstream keislaman di Indonesai.
Prof. Nasarudin menguatkan narasinya dengan satu proposisi, semakin paham kelompok masyarakat terhadap Islam, cara berpikir dan bertindak berdasarkan ajaran agama Islam akan jauh lebih moderat, dari kelompok yang memahami Islam secara terbatas.