Ketua PHDI NTB, Ida Made Santi Adnya SH. |
MANDALIKAPOST.com - Dikabarkan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong di media sosial, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi NTB, Ida Made Santi Adnya SH akhirnya angkat bicara.
Made Santi menekankan, kasus yang sedang menjeratnya tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan lembaga PHDI NTB dan juga keumatan di daerah ini.
"(Masalah) ini berkaitan dengan profesi saya sebagai advokat. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan lembaga PHDI NTB dan keumatan," ujar Made Santi, kepada wartawan, Sabtu 5 Februari 2022, di Mataram.
Ia mengungkapkan, masalah ini bermula ketika ia menjadi kuasa hukum dari seorang wanita berinisial NS, untuk masalah pembagian harta gono-gini pasca perceraian.
"Dalam kasus (gono-gini) ini saya adalah kuasa hukum dari ibu NS. Waktu perceraian saya tidak pegang, tapi soal gono gininya saya menjadi lawyernya," katanya.
Dipaparkan pasca perceraian NS dengan suaminya, GG persoalan pembagian gono- gini, sudah diputuskan dibagi dua. Hal ini sesuai keputusan Peninjauan Kembali (PK) dan Mahkamah Agung RI.
"Objek gono-gininya waktu itu ada 9, salah satunya adalah Hotel B di Cakranegara. Nah terus karena proses gono gini berupa benda material nggak bisa langsung "digergaji", akhirnya kita ajukan lelang. Karena itu prosedurnya," jelasnya.
Permohonan lelang kemudian diajukan ke Pengadilan Negeri Mataram dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hal itu juga melibatkan tim aprraisal independen yang menilai estimasi harga objek gono-gini tersebut.
Menurut Made Santi, semua prosedur sudah dilalui. Pengumuman lelang untuk Hotel B juga sudah diumumkan Pengadilan dan KPKNL, termasuk di iklan media massa cetak.
"Saya punya data semua, ada juga di koran. Artinya kalau sudah dipublis maka masyarakat sudah tahu bahwa ini ada lelang," ujar dia.
Hanya saja, paparnya, karena saat itu sedang pandemi Covid-19 gelombang awal, sehingga penjualan lelang Hotel B terkendala.
"Taksiran tim apraissal kan sekitar Rp 20 Miliaran lah. Nah saat itu kan sedang Covid-19, jadi orang nggak punya uang. Terjualnya akhirnya lama, sehingga saya umumkan lah melalui facebook," jelasnya.
Dalam unggahan status facebooknya Made Santi menuliskan, "Barang siapa berminat dengan hotel ini, bisa hubungi saya dan mendaftar ke kantor KPKNL Mataram". Postingannya disertai foto Hotel B, dan sejumlah dokumen seperti hasil aprraisal dan dokumen pengumuman KPKNL Mataram.
"Kata-katanya hanya itu saja, nggak ada yang lain. Tapi tiba-tiba saya dilaporkan oleh mantan suami klien saya. Alasannya (memposting objek) tanpa izin dia," katanya.
Tapi kemudian saya dilaporkan ITE oleh mantan suami klien saya. Dan Maret 2021 saya dipanggil Polda NTB untuk klarifikasi, saya datang dan jelaskan," katanya.
Made Santi mengatakan, akibat laporan tersebut, pada Maret 2021 dirinya pihak Polda NTB untuk memberikan klarifikasi.
Kasus ini kemudian berlanjut hingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada awal Februari 2022. Pasal yang menjeratnya adalah Pasal 28, ayat (1), Undang-Undang ITE, terkait penyebaran berita bohong.
"Surat dari Polda sudah saya terima, dan saya tersangka. Saya akan lalui dan hadapi prosesnya. Karena masalah ini menyangkut tugas profesi saya sebagai lawyer, bukan sebagai Ketua PHDI NTB. Kecuali, kalau saya korupsi atau apa lah, ini kan masalah kecil," tegasnya.
Made Santi mengatakan, berdasarkan tugas dan fungsinya sebagai advokat yang juga dilindungi Undang-Undang, apa yang dilakukan sama sekali tidak ada yang salah.
Apalagi, dalam Surat Kuasa yang diberikan kliennya, NS, ia diberi kuasa untuk masalah gono-gini, kuasa pembagian, dan juga kuasa untuk memasarkan objek gono-gini tersebut.
"Ada kuasa untuk semacam memasarkan termasuk lewat medos. Ada itu Kuasa memasarkan. Dalam hal ini saya kan mewakili klien, dan ini saya beritikad baik," tegasnya.
Ia menekankan, tugas advokat itu membela klien baik di pengadilan maupun di luar pengadilan, dengan cara itikad baik.
"Semua itu jelas. Nah, lalu dimananya dikatakan kalau saya ini tidak beritikad baik?," ujarnya.
Terkait pasal 28 UU ITE yang menjeratnya, pun dinilai Made Santi tidak memenuhi unsur.
"Jelas dalam pasal 28 dikatakan di sana orang yang berhak. Nah saya kan berhak, karena saya lawyer dari NS. Lagipula pengumuman lelang itu terbuka, bisa diketahui oleh publik. Ada di peraturan Menteri Keuangan, nggak ada rahasia-rahasia. Sudah saya sampaikan di Polda juga," katanya.
Ia juga menampik tuduhan menyebaran berita bohong.
"Nah kemudian tentang penyebaran berita hoax, saya lihat dimananya berita bohongnya". Ini kan sudah ada pengumuan pengadilan, sudah ada di koran, sudah ada kejadian lelang untuk objek gono-gini yang lain. Lalu dimana berita bohongnya?," tukas Made Santi.
Ia menduga, kasus ini juga diduga ditunggangi kepentingan lain terkait jabatannya sebagai Ketua PHDI NTB.
Apalagi, papar dia, jauh sebelum ini sejumlah pihak internal lembaga PHDI NTB yang meminta dirinya mengundurkan diri.
"Kaitan dengan tersangka ini. Ya ketika saya perjuangkan ummat dan lain-lain, saya diserang terus. Saya juga pernah didemo di kantor, disuruh mundur. Sekarang baru status tersangka, dan sudah ada orang tertentu yang minta semacam Musda luar biasa. Ini kan kasus kecil, bukan saya korupsi atau apa," katanya.
Ia mengungkapkan, sebelum penetapan tersangka ini, sudah dilakukan mediasi oleh Polda NTB dengan GG selaku pihak pelapor sekitar 1,5 bulan yang lalu.
"Kira-kira 1,5 bulan lalu, saya di mediasi Polda diminta untuk minta maaf. Lalu saya katakan apa salah (sehingga) saya minta maaf". Karena dalam hal ini saya (bertindak sebagai) lawyer dan saya dilindungi undang-undang untuk jalankan tugas membela klien saya," tegas Made Santi.
Namun, tambah Made Santi, sebagai warga negara yang baik, dirinya siap menjalani proses hukum yang harus dihadapi dalam masalah ini.
Penasehat Hukum Ida Made Santi Adnya, Joko Jumadi SH MH mengatakan, kliennya sangat menghargai proses hukum yang berjalan.
"Kami hargai proses hukum yang berjalan. Meskipun kami yakin klien kami tidak bersalah, kami akan akan mengikuti proses hukum yang ada," kata Joko.
Terkait jabatan kliennya sebagai Ketua PHDI NTB, Joko berharap agar jajaran PHDI dan ummat tetap tenang.
"Saya mengharapkan PHDI dan umat hindu tetap tenang dan menahan diri, biarkan proses hukum berjalan dulu," katanya.
Sementara itu, Ketua Dharma Upapati PHDI Provinsi NTB, Pedanda Gde Kertha Arsa mengatakan, PHDI NTB belum akan melakukan proses penggantian Ida Made Santi Adnya sebagai Ketua, selama proses hukum masih berjalan dan belum ada keputusan hukum tetap.
"Parisada tidak akan melaksanakan PAW sebelum ada putusan hukum berkekuatan tetap. Ini sesuai dengan AD/ART Parisada," katanya.
Sebelumnya, Polda NTB menetapkan Ida Made Santi Adnya sebagai tersangka atas dugaan melanggar pasal 28 ayat (1) junto pasal 45A ayat (1) undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hal ini dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara khusus oleh Cyber Crime Ditreskrimsus Polda NTB.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, membenarkan penetapan tersangka tersebut.
Namun untuk kronologis dan detail perkaranya, Polda NTB akan menyampaikannya secara resmi beberapa waktu ke depan.
"Memang benar sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Krimsus Polda NTB. Cuma karena ini menyangkut tokoh, karena kebetulan yang bersangkutan jabatannya sebagai Ketua PHDI NTB maka kita akan ekspose nanti dalam konferensi pers resmi, sesuai arah pak Kapolda," kata Artanto.