Pasang Susuk/Ilustrasi. |
MANDALIKAPOST.com - Era teknologi 4.0 nyaris 5.0 saat ini memudahkan banyak hal, sekaligus menempatkan klenik dan mistik pada posisi terpuruk.
Fenomena gaib ; kesurupan, susuk, pelet, ajimat-ajimat dan santet, menjadi sesuatu yang tabu dibahas dan bicarakan. Tak semenarik seperti di zamannya dulu, saat teknologi belum semaju saat ini.
Tapi, bagi yang pernah merasakan sendiri dan punya pengalaman klenik dan mistik, beda cerita. Selalu ada ruang untuk bercerita berbagi pengalaman, karena bagi mereka fenomena ini nyata adanya.
Sampai suatu ketika, daun kelor pun menjadi kambing hitam.
BACA JUGA : Inspiratif !!, Mengubah Kelor NTB jadi Produk Herbal Berkualitas Ekspor
"Maka kita tahu, siapa yang pakai susuk atau pegang jimat-jimat. Pasti nggak mau makan (Sayur) Kelor," kata Anisa, wanita 27 tahun, Jumat malam 17 Juni 2022, di Mataram.
Lajang asal Bandung ini, sudah lima tahun di Lombok. Ia aktif jadi "freelancer" ; istilah untuk pemandu lagu panggilan.
Mistik dan klenik cukup melekat bagi pekerja malam seperti Anisa. Kesurupan, pelet, dan santet bukan sekadar cerita. Motifnya beragam, mulai dari persaingan, iri hati, hingga cinta terlarang.
Ratu Laut Selatan
Anisa mengaku tak pakai susuk atau pegang jimat. Namun fenomena mistik yang ia alami lebih menarik didengarkan ; sering kerasukan Ratu Laut Selatan dan dayang-dayang.
"Aku sampai hafal nama dayang - dayangnya, ada Ajeng dan Kartika. Ini dua yang utama," ujar Nisa.
Kisah bermula pada awal 2017, saat Nisa bekerja sebagai pemandu lagu di sebuah cafe & karaoke di Lombok Timur.
Baru dua bulan bekerja, Nisa merasakan sesuatu yang berbeda. Lokasi cafe di pinggir laut membuat kesan sedikit angker di beberapa sudut.
"Waktu itu ada teman aku yang sering kesurupan. Nah, aku coba bantu malah aku kena juga," kenangnya.
Dalam kondisi trance, ia mengaku seperti dibawa ke alam berbeda. Seperti sebuah istana di bawah laut, yang ia yakini sebagai istana Nyai Roro Kidul, tokoh mitologi penguasa laut selatan.
Nisa melihat wanita anggun berbusana layaknya Nyai Roro Kidul, didominasi warna hijau lumut. Di sana ia juga melihat belasan dayang-dayang yang mendampingi, termasuk Ajeng dan Kartika.
Setelah kejadian itu, Nisa semakin intens sering kerasukan. Bisa tiga hari sekali.
Sering berkomunikasi dengan dayang-dayang, Ajeng dan Kartika, intuisi Nisa semakin tajam. Ia bisa menemukan dompet dan handphone rekan-rekannya yang hilang atau terselip saat menyimpan.
"Aku jadi kayak terbuka mata bathin. Pernah ada orang hilang, kabur, dan aku bisa tahu dimana dia sembunyi," ujarnya.
Nisa jadi linuwih, bisa melihat dan berinteraksi dengan mahluk-mahluk astral. Termasuk nenek renta penunggu Cafe, kuntilanak di halaman parkir, dan beberapa anak kecil yang ia duga hasil aborsi.
Ia juga mengaku bisa mengetahui rekan kerjanya sesama pemandu lagu yang mengunakan susuk atau pegang jimat-jimat tertentu agar lebih menarik dan banyak pelanggan.
Dari situ, Nisa bisa memastikan, mereka yang pakai susuk dan pegang jimat, pasti enggan makan daun Kelor. Sebab diyakini Kelor bisa melunturkan susuk dan jimat-jimat yang dipegang.
"Sampai 2018 pas gempa Lombok, aku diminta pulang (dulu) jangan di Lombok. Dan benar, ada gempa besar saat itu," katanya.
Fenomena mistik dialami Nisa hingga awal 2020 lalu. Merasa tak nyaman, ia memutuskan untuk menghubungi orang pintar untuk membersihkan gangguan astral Ratu Laut Selatan.
Menurutnya, bisa melihat hal-hal mistik dan mahluk astral bukan pengalaman yang mengenakan. Jauh dari rasa nyaman. Karena mahluk begituan wujudnya tak sesempurna manusia.
"Selain itu aku juga nggak tahan, karena seperti ada dua diri dalam tubuh ini. Ada dua kepribadian. Jadi 2020 itu aku minta dilepas, dan alhamdulillah bisa," katanya.
Kerja di dunia malam memang tak lepas dari mistik dan klenik. Post mewancarai lebih dari 15 orang yang memiliki pengalaman seperti Nisa.
Vina misalnya. Pemandu lagu bertubuh semok ini terang-terangan mengaku pakai susuk dan pegang jimat.
Bekerja dan harus terus terjaga di sepertiga malam, bagi janda beranak satu ini, penuh taruhan dan resiko.
"Harus ada pegangan lah. Soalnya kerja begini, kalau nggak ketemu setan asli ya bisa ketemu manusia setan," ujarnya.
Selain itu, susuk di bibir Vina terbukti manjur. Setidaknya ia lebih kuat melawan pengaruh alkohol, dan lebih banyak hidung belang yang tertarik padanya selama tiga tahun terakhir bekerja sebagai freelancer di Lombok, Nusa Tenggara Barat ini.
Membuktikan itu, Vina lebih memilih menyantap sepiring pelecing kangkung, ketimbang semangkuk sayur daun kelor yang disajikan bersamaan.